Perkembangan terbaru rencana membentuk komponen cadangan untuk pertahanan Indonesia disampaikan Nizam, selaku Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud. Mahasiswa berbagai kampus Indonesia dipastikan jadi target program ini. Ketika dikonfirmasi BBC Indonesia, Nizam berharap program ini bisa dimulai tahun depan. “Mudah-mudahan di tahun 2021 sudah bisa kita lakukan sebagai pilihan bagi mahasiswa yang ingin untuk menjadi bagian dari komponen cadangan,” ucapnya, pada Senin (17/8) lalu.
Kepastian adanya pembentukan komponen cadangan (komcad) pertama kali diketahui publik usai Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) disahkan DPR RI September tahun lalu. Beleid ini selama tujuh belas tahun terus digodok parlemen. UU tersebut mengatur SDM pertahanan dalam tiga kategori: komponen utama (TNI), komponen cadangan (sukarelawan sipil yang diberi pelatihan militer selama tiga bulan), dan komponen pendukung (polisi bersama sipil tenaga ahli).
Videos by VICE
Namun, hingga April 2020, kepastian kapan Kemenhan sebagai pihak yang punya gawe menjalankan programnya masih menggantung. Kemenhan mengaku menunggu peraturan pemerintah turunan UU PSDN disahkan. Meski belum ada kabar PP ini telah diteken, Dirjen Dikti nyatanya berani menyatakan harapan tahun depan pelaksanaannya dimulai.
Flashback sedikit. Komponen cadangan adalah program Kemenhan yang menyasar warga sipil berumur 18-35 tahun. Sejak awal Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sudah berniat melibatkan Kemendikbud, karena niat awalnya anak SMP sampai mahasiswa akan direkrut.
Orang waras pasti akan bertanya, usia minimal 18 tahun kok ngajak anak SMP sih? Wait, itu masih mending. Rabu kemarin Wakil Menhan, Sakti Wahyu Trenggono, bahkan ngomong program bela negara akan diperluas buat anak SD dan PAUD.
Sejak awal detail program ini emang kayak bola liar, alias suka-suka yang ngomong. Meski ada target 25 ribu warga sipil kudu ikut, sampai sekarang kita enggak tahu berapa nominal uang saku yang dijanjikan buat sukarelawan. Berapa anggaran program ini juga masih misterius.
Keanehan lain ada pada PP-nya yang belum ketahuan juntrungannya, namun Dirjen Dikti Nizam telah punya bocoran detail. Misal, mahasiswa yang berminat ikut akan diberi dispensasi enggak perlu kuliah selama dua semester, karena pelatihan komcad ini dikonversi setara kuliah 40 SKS.
Padahal bocoran awal, pelatihan hanya berlangsung tiga bulan sementara kuliah dua semester setara delapan bulan. Kemudian, dan ini wajib diketahui para tertolak Akmil, Nizam mengatakan mahasiswa yang ikut program komcad selama sepuluh bulan, pas lulus kuliah nanti otomatis dapat pangkat perwira juga. Kaum “gilbri” boleh berharap nih….
Wakil Menteri Pertahanan Trenggono berkukuh menolak menyebut konsep rekrutmen komcad dari kalangan mahasiswa sebagai pendidikan militer. “Saya mau koreksi dikit ya, itu bukan pendidikan militer. Itu bela negara. Bela negara dan militer. Kalau militer itu kan kesannya militerisasi. Tapi kalau bela negara kan berbeda itu,” katanya kepada Radio Elshinta, dikutip CNN Indonesia, Rabu (19/8).
Sementara di UU PSDN ditulis jelas komponen cadangan tuh tugasnya memperbesar kemampuan komponen utama (TNI), alias udah militer banget sejak definisi. Trenggono pun sempat menyamakan program ini dengan K-pop, sebagai sama-sama bertujuan menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Bagi aktivis pro-demokrasi, kebijakan turunan UU PSDN untuk melibatkan mahasiswa layak ditolak. Kemenhan, menurut Ardi Manto Adiputra selaku koordinator peneliti lembaga swadaya Imparsial, masih mengidentikkan bela negara dengan pendidikan ala militer. Kebijakan tersebut tidak kompatibel dengan kultur kebebasan akademik universitas.
“Rencana pendidikan militer dengan alasan bela negara bagi mahasiswa ini harus ditolak. Karena berdampak transformasi budaya militeristik bagi mahasiswa,” kata Ardi Manto saat dikonfirmasi Kompas.com.
Politikus pun belum satu suara terhadap ambisi Kementerian Pertahanan merekrut mahasiswa masuk komponen cadangan. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta, menyatakan bela negara untuk perguruan tinggi seharusnya tidak selalu berupa baris berbaris, latihan perang, atau semua hal yang berbau militer. Bila ada peserta bela negara yang dipaksa mengikuti kegiatan ala militer, menurutnya itu melanggar HAM.
“Untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sifatnya harus sukarela. Pemaksaan di sini bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia,” kata Sukamta seperti dilansir Katadata. “Artinya tidak ada wajib militer. Bagi perguruan tinggi dipersilakan untuk menyelenggarakan PKBN [Pendidikan Kesadaran Bela Negara] atau tidak.”
Kabar baiknya, walau aktivis khawatir program ini berpotensi jadi karpet merah buat bikin “semua akan militer pada waktunya”, keikutsertaannya masih bersifat tidak wajib kok.
Sayang ada cumanya nih, mengingat targetnya 25 ribu rekrutan dan yang namanya target pasti bakal dibarengi usaha untuk mencapainya. Jadi jangan kaget ya kalau tahu-tahu muncul postingan influencer berbayar mempromosikan program ini kayak skandal kampanye RUU Cipta Kerja tempo hari.