Pendidikan

Siasati Problem Sekolah Jarak Jauh: Sekolah Pakai HT Hingga Kafe Internet Gratis

Kebijakan Kemendikbud menampilkan jurang ketimpangan akses internet di Tanah Air. Tapi siasat masyarakat belum cukup. Pengamat bilang keunggulan tatap muka perlu dipertahankan di belajar jarak jauh.
Kendala Pembelajaran Jarak Jauh Kemendikbud,Sekolah Pakai HT kafe internet sediakan layanan gratis nadiem makarim
Murid SD di Dusun Temulawak, Yogyakarta, sengaja belajar di puncak bukit agar mendapat sinyal Interenet lebih baik saat mengikuti kegiatan belajar jarak jauh. Foto oleh Agung Supriyanto/AFP

Kesenjangan akses internet di Indonesia terpampang nyata kala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta sekolah menggunakan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi. Banyak murid (dan orang tuanya) kelimpungan karena enggak punya laptop, kuota, sinyal, bahkan ponsel untuk menerima pelajaran. Sebagian dari mereka memutar otak, bekerja lebih keras demi bisa terus belajar.

Iklan

Di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, absennya internet disiasati institusi pendidikan setempat dengan menggunakan handy talkie (HT), alat komunikasi jadul yang lebih sering dipakai panitia acara dan intel polisi.

Berbekal frekuensi dan satu HT per siswa, kelas digelar bermodalkan suara guru. Layaknya semua orang yang ngomong pakai HT, setiap penjelasan guru dan pertanyaan siswa diakhiri dengan kata “Ganti!” sebagai penanda akhir kalimat.

Dikutip blog resmi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Sumbawa, fenomena ini terjadi di Desa Punik. Terletak di dataran tinggi Kabupaten Sumbawa, internet emang belum menjangkau seluruh desa. Alhasil, SD Punik menggunakan perangkat radio komunikasi melalui Frekuensi RAPI 14.320.0.

RAPI sendiri adalah organisasi sosial yang membantu tugas pemerintah menyambung keterisoliran informasi serta ikut melakukan sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.

Kesulitan banyak keluarga di berbagai daerah akan akses internet juga membuat beberapa tempat nongkrong/kafe bikin aksi solidaritas. Para pengusaha ini menyumbangkan jaringan internetnya secara cuma-cuma kepada pelajar yang kesulitan melaksanakan PJJ. Berikut beberapa contoh di Sleman, Lumajang, dan Surabaya.

Data Kemendikbud, dikutip Katadata, mengatakan ada 33.227 satuan pendidikan sudah mempunyai listrik, namun tidak tersentuh internet. Sedangkan, 7.552 satuan pendidikan tidak tersentuh listrik, apalagi internet. Namun, meskipun sekolah sudah punya internet, bukan berarti para siswanya punya sinyal yang bagus di rumah.

Iklan

Kekhawatiran ini tergambar lewat foto menyentuh di halaman utama koran Republika, yang diambil fotografer Wihdan Hidayat di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi domisili tiga kakak-beradik (mahasiswa, siswa SMK, dan siswa SMP) di Desa Kenalan yang tidak terakses internet membuat ketiganya harus lesehan belajar di pinggir jalan demi nyari sinyal internet. 

Di tempat lain yang benar-benar belum tersentuh teknologi, guru sukarela datang ke rumah satu per satu siswa menjadi cerita yang mengandung banyak bawang.

Masalah lanjutan, enggak semua masyarakat tanpa akses hadir dengan solusi determinan macam kakak beradik di Magelang ini. Beberapa dari mereka terpaksa melakukan aksi kriminal agar bisa keep up sama tuntutan PJJ.

Di Lampung, seorang ayah yang bingung akan kebutuhan perangkat elektronik anaknya yang baru masuk SMP memutuskan mencuri laptop milik seorang mahasiswa bernama Dedi di Labuhan Ratu, Bandar Lampung. Hermansyah (44) melakukan aksi pencurian tersebut pada Jumat (3/7) lalu, dengan membobol rumah Dedi yang dalam kondisi kosong.

“Saya ambil, tapi tidak buat dijual. Laptopnya buat kebutuhan anak saya yang paling besar. Baru masuk SMP dan belajarnya online,” ujar Hermansyah kepada Radar Lampung.

Aksi serupa terjadi di Solok, Sumatera Barat. Seorang pelajar perempuan mencuri ponsel di salah satu toko ponsel di Kota Solok pada Jumat (17/7) lalu. Sehari setelahnya, si pelajar ini datang kembali ke toko ponsel bersama kakaknya untuk menyerahkan ponsel curian. Sembari meminta maaf, sang kakak menjelaskan kalau adiknya butuh ponsel demi belajar daring.

Masalah PJJ enggak cuman perkara akses semata. Hilangnya aspek interaksi sosial bikin kelas tatap muka sulit digantikan. 

“Pendidikan itu tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan semata namun juga penting dalam mendidik sikap, perilaku, dan mental siswa. Hal ini diperoleh dalam pembelajaran tatap muka, seberapa majunya zaman itu dan canggihnya teknologi dari masa ke masa,” ujar pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Padang Fitri Asih kepada Tagar.