Pencari Suaka

Visa Habis dan Tak Punya Uang, WNA Nekat Berenang Ke Australia lalu Terdampar di NTT

Lelaki asal Aljazair itu menempuh rute favorit para imigran tanpa dokumen melintasi Indonesia, Timor Leste, berujung di Negeri Kanguru.
Visa Habis dan Tak Punya Uang, Lelaki Aljazair Nekat Berenang Ke Australia lalu Terdampar di NTT
Foto di atas hanya ilustrasi. Foto itu adalah seorang imigran asal Kuba yang berusaha berenang kabur dari negaranya, dari arsip Cesar Monroy/via Wikimedia Commons/ lisensi CC 2.0

Seorang warga negara Aljazair bernama Haminoumna Abdul Rahman, terdampar selepas kelelahan berenang di salah satu pantai Kabupaten Malaka, perairan Nusa Tenggara Timur. Dengan kondisi visa yang habis masa berlakunya serta diperparah dengan tidak punya cukup uang untuk kembali ke negara asal, lelaki ini nekat menempuh jalur laut dari Timor Leste menuju Australia.

Sayang, keberaniannya tidak didukung semesta. Akibat kondisi cuaca yang buruk dan ombak yang amat besar, perjalanan Haminoumna terpaksa harus terhenti. Dia nyaris mati dan fisiknya sangat memprihatinkan saat ditemukan warga setempat.

Iklan

Saat dikonfirmasi Kompas.com, Kapolres Malaka Albert Neno mengatakan Haminoumna ditemukan nelayan di Pantai Motadikin, Kecamatan Malaka Tengah pada Sabtu (11/01) sekitar pukul 20.00 WITA. Ia pun segera diboyong ke Rumah Sakit Penyangga Perbatasan Betun (RSUPP) untuk menjalani perawatan medis. "Saat ditemukan oleh warga, tubuh warga Aljazair ini dalam kondisi yang lemah," kata Neno.

Usut punya usut, lelaki 31 tahun ini sempat tinggal di Dili, ibukota Timor Leste selama beberapa bulan sejak Desember 2019. Statusnya adalah turis backpacker. Masalahnya, visa yang dimiliki Haminoumna habis, dan dia tak punya lagi duit untuk memperpanjang izin tinggal. Terlintaslah rencana nekat berenang tanpa alat bantu tersebut.

Kepada petugas, Haminoumna mengaku hendak ke Suai, untuk berenang menuju perairan Australia. Dia mengaku dapat informasi dari warga lokal, bahwa jarak pesisir Suai menuju kawasan Negeri Kanguru relatif dekat. Menurut Neno, dia bingung harus mencari uang kemana lagi.

Sekalipun Haminoumna mengaku awalnya datang sebagai turis, namun tak bisa dipungkiri di wilayah tersebut sudah berulang kali terjadi kasus upaya gagal migran melintasi perairan menuju Australia. Indonesia dan Timor Leste selama satu dekade terakhir merupakan rute transit favorit imigran tanpa dokumen, terutama mereka yang menjadikan Australia sebagai daerah tujuan suaka. Rata-rata adalah pencari suaka asal Afghanistan, Irak, Iran, serta Aljazair.

Iklan

Sebagian besar masuk dan singgah di Indonesia tanpa melewati jalur resmi. Data dari laporan Departemen Imigrasi Australia menunjukkan, hanya 9,3 persen dari 119 imigran asal Afghanistan, Sri Lanka, dan Myanmar tahun 2010-2012 yang memasuki Tanah Air secara legal. Para migran ini datang ke Indonesia melewati pelabuhan tikus di pesisir Sumatra, diangkut kendaraan lewat jalur darat menuju Jawa, lalu akan ada dua pilihan: naik kapal dari pesisir selatan Jawa Timur (seperti Trenggalek atau Pacitan), sebagian memilih opsi ke NTT atau Timor Leste.

Selain karena posisinya strategis dalam jalur pelayaran dari Timur Tengah ke Australia, Indonesia kerap dilirik sebagai lokasi bermukim sementara para imigran yang ditolak masuk Australia. Alasan para migran itu, seperti dicatat Tirto, cukup beragam, mulai dari penduduk Indonesia yang dianggap ramah, kondisi negara yang damai, kemungkinan menikah dengan penduduk lokal, serta perizinan yang longgar.

Selain itu, jalur Indonesia menuju Australia diminati para migran berkat keberadaan jaringan penyelundup manusia. Menurut kajian Departemen Imigrasi Australia, ditengarai bila para penyelundup ini bernaung di sekitar perairan Sumatera. Mereka menyediakan kapal, yang dijanjikan bisa mengangkut para imigran itu menuju perbatasan Negeri Kanguru.

Besarnya keuntungan para penyelundup dengan mengeksploitasi harapan para migran yang berhasrat ingin masuk Australia, membuat jaringan penyelundup ini sangat rumit diurai aparat. Banyak anak buah kapal pembawa migran, yang tak tahu siapa pemilik atau operator penyelundupan manusia ke Australia tersebut.

Keterlibatan anak-anak dalam bisnis penyelundupan ini cukup tinggi. Dalam rentang 2008 hingga 2011, lebih dari 180 remaja lelaki Indonesiayang harus mendekam di penjara Australia karena mereka menjadi anak buah kapal dari kapal-kapal yang membawa imigran tanpa dokumen.

Selain risiko pelanggaran hukum, nasib para migran itu juga seringkali amat dekat dengan maut. Sudah berulang kali media mencatat kapal-kapal semacam itu tenggelam tergulung ombak saat cuaca buruk, dan puluhan migran tadi tak pernah bisa ditemukan, seperti kasus pada 2009 dan 2013. Selama jaringan penyelundup dan impian mencari suaka ke Australia belum padam, sangat mungkin masih akan ada Haminoumna-Haminoumna lainnya yang bertindak nekat.