Kerusakan Lingkungan

Begini Perasaan Warga yang Kotanya Diramal Bakal Tenggelam Karena Perubahan Iklim

Laporan iklim tahunan NOAA mengangkat kekhawatiran penduduk lokal atas perubahan iklim yang mengancam tempat tinggalnya di Arktik.
Anak kecil bermain di atas bongkahan es yang mencair
Foto ilustrasi kawasan pesisir Arktik yang terancam tenggelam oleh MARK RALSTON/AFP via Getty Images 

Ketika membicarakan tentang dampak perubahan iklim, penduduk asli Alaska tampak menjadi yang paling merasakannya. Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) kini memberikan mereka kesempatan bersuara dalam laporan iklim baru bagaimana penipisan es laut dan perubahan ekosistem yang dramatis memengaruhi keamanan pangan dan gaya hidup tradisional mereka.

NOAA merilis “Rapor Arktik 2019” dalam pertemuan tahunan Persatuan Geofisika Amerika (AGU) di San Francisco. Rapor ini menyajikan status perubahan tahunan terbaru yang terjadi di Kutub Utara selama Arktik menghangat dengan kecepatan sangat tinggi. Laporan tahun ke-14 ini masih menunjukkan surutnya es laut, pencairan permafrost dan kehancuran Greenland yang sedang berlangsung. Namun, NOAA juga fokus membahas secara rinci perubahan dramatis yang terjadi di Laut Bering Alaska dalam beberapa bab. Salah satu bab laporan bahkan ditulis sendiri oleh 10 tetua adat di seluruh wilayah Bering. Ini pertama kalinya laporan iklim tahunan memasukkan pengalaman manusia yang merasakan langsung dampaknya.

Iklan

“Populasi anjing laut kami sedang sekarat, begitu juga dengan ikan-ikan yang mati sebelum bertelur,” kata Jerry Ivanoff, anggota suku Yup’ik dari desa Unalakleet, dalam wawancara. “Paus pembunuh banyak bermunculan di pantai. Baru kali ini 200 bangkai anjing laut ditemukan di laut.”

Pengakuan mereka yang di garis depan semakin memperjelas betapa mengkhawatirkan perubahan iklimnya. Penjelasan lebih detail menunjukkan kehidupan di laut Bering hampir tak dikenali dalam beberapa tahun terakhir.

Segala perubahannya bisa dilihat dari es laut. Lapisan es di laut Bering sudah tahunan menipis dan surut, tetapi pengurangannya meningkat drastis sepanjang 2018-2019. Pembentukan es laut pada musim gugur mengalami hambatan, mencapai rekor maksimum rendah pada musim dingin, dan pecah di awal musim semi. Pada akhir Januari 2019, serangkaian badai topan menyapu Bering, membawa udara hangat dan angin kencang, dan memicu runtuhnya es musim dingin untuk pertama kalinya.

Es laut adalah prekursor penting dalam membentuk “ cold pool”, lapisan air hampir beku yang terbentuk di sepanjang dasar laut Bering saat es mencair di musim semi. Cold pool menjadi tempat berlindung spesies Arktik dan mencegah masuknya ikan air tawar dari selatan. Lapisannya tidak terbentuk sama sekali pada 2018. Ini adalah kejadian pertama dalam sejarah. Cold pool berkurang drastis pada 2019. Akibatnya, spesies selatan seperti ikan kod Pasifik dan walleye pollock bermigrasi ke utara dalam jumlah besar. Migrasi ini diduga berkontribusi pada kematian burung laut di seluruh wilayah Bering dalam beberapa tahun terakhir.

Iklan

“Hasil survei terbaru NOAA menunjukkan peningkatan sangat cepat dalam pergerakan [ikan selatan] ke utara,” Kevin Wood dari Laboratorium Lingkungan Laut Pasifik NOAA menjelaskan dalam konferensi pers. “Fenomena ini sepertinya akan semakin lazim ke depannya.”

Semua perubahan ini memberikan dampak mendalam bagi 70 masyarakat adat yang besar di Bering. Direktur Eksekutif Kelompok Tetua Laut Bering Mellisa Johnson juga menerangkan dalam konferensi pers AGU, es laut yang dulunya dijadikan tempat memancing dan berburu makin menipis. Kondisi ini menyulitkan pemburu memperoleh makanan tradisional yang dibutuhkan untuk menghadapi musim dingin panjang.

“Gaya hidup tradisional kami bisa bertahan berkat es laut dan salju,” tutur Johnson. “Penyurutan signifikan dalam tiga tahun terakhir menghambat kami mendapatkan anjing laut, walrus dan ikan-ikanan dalam jumlah besar. Hal ini memengaruhi sumber makanan kami secara signifikan, karena tidak dapat ditemukan di pasar lokal.”

Selain itu, mereka juga semakin terisolasi. Beberapa jalan es laut tradisional yang menghubungi antar-komunitas sudah hilang, sementara landasan es musim dingin di pulau terpencil Diomede tak bisa dilalui pesawat di musim dingin. Peningkatan curah hujan di musim dingin membuat landasan lain tertutup es, sehingga membahayakan pesawat yang akan mendarat dan semakin mengisolasi komunitas yang tak memiliki akses jalanan.

Sementara itu, kenaikan suhu cepat melelehkan lahan beku— menghilangkan infrastruktur vital bersamanya.

Salah satu kekhawatiran terbesar yang disuarakan para tetua yaitu perubahan yang terjadi begitu cepat menyulitkan mereka untuk mewarisi wawasan tradisional kepada generasi muda. Hal ini, ditambah dengan peningkatan lalu lintas perahu dan eksploitasi industri di utara sembari mencairnya es, dapat mengancam identitas masyarakat tradisional yang mampu mempertahankan budaya mereka meskipun telah terjadi penindasan kolonial selama berabad-abad.

“Kami memang mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini supaya tetap bisa berburu, memancing, dan memanen dari laut dan darat,” tulis para tetua dalam laporan. “Tetapi kami khawatir dengan generasi muda [di Alaska].”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.