Boikot

Membahas Strategi Boikot Produk Prancis Demonstran Kelas Menengah yang Kecam Kartun Nabi

Hermes, Dior, hingga Clarins jadi sasaran boikot beberapa demonstran di Jakarta. Ekonom menilai aksi tersebut hanya bernilai simbolis, sebab impor Prancis ke Indonesia lebih banyak produk tersier.
Umat muslim Indonesia serukan boikot produk Prancis karena insiden kartun nabi muhammad charlie hebdo
Demonstran di Surabaya membawa poster berisi daftar produk Prancis yang perlu diboikot sebagai aksi balasan terhadap insiden penerbitan karikatur Nabi Muhammad. Foto oleh Juni Kriswanto/AFP

Sebanyak lebih dari 1.000 orang memadati area Sarinah di Jakarta Pusat pada Senin (2/11) siang. Mereka adalah individu maupun anggota ormas Islam yang memprotes sikap pemerintah Prancis, khususnya Presiden Emmanuel Macron, karena membela penerbitan karikatur kontroversial Nabi Muhammad di tabloid Charlie Hebdo.

Massa awalnya hendak beraksi persis di depan Kedutaan Besar Prancis, yang rupanya sudah dikawal ketat terlebih dulu oleh kepolisian. Aksi akhirnya tersebar ke beberapa titik dekat Sarinah.

Iklan

Sejumlah poster, sebagian dalam Bahasa Inggris, terlihat di beberapa titik demonstrasi yang memperlihatkan Macron sebagai musuh Islam. Salah satunya menggambarkan politisi 42 tahun tersebut sebagai iblis. Di poster lain, ia dilabeli “teroris yang sebenarnya” atau “Go to Hell Macron”. Banyak demonstran yang diorganisir oleh Persaudaraan Alumni 212 itu memanfaatkannya untuk berfoto-foto.

IMG_6882.JPG

Salah satu spanduk yang dibawa demonstran Aksi Bela Nabi di Jakarta pada 2 November 2020. Foto oleh Rosa Folia/VICE

Pengunjuk rasa di Jakarta menuntut Presiden Prancis segera minta maaf. Bukan hanya karena mempertahankan sekularisme ala negaranya, tetapi juga atas pernyataannya yang mendeskripsikan Islam sebagai “agama yang sedang mengalami krisis”.

Macron mengaku memahami mengapa banyak warga Muslim marah atas insiden karikatur Nabi Muhammad yang dibuat oleh Charlie Hebdo. Namun, ia tetap berpendirian teguh untuk mempertahankan kebebasan berekspresi di negaranya. Prancis menerapkan sistem Laïcité, alias pemisahan urusan agama dan pemerintahan secara ekstrem. Negara tidak akan membiayai institusi agama, atau mendukung pemakaian simbol agama seperti hijab dan kalung salib di fasilitas pelat merah.

Kebebasan beragama dijamin, demikian pula kebebasan tidak beragama atau mengutarakan penolakan terhadap teologi. Satu UU di Negeri Anggur itu juga mengizinkan adanya penistaan agama, yang membuat Charlie Hebdo rutin mengolok ajaran Kristen, Yahudi, hingga Islam.

“Saya mengerti sentimen [umat muslim] yang sedang diungkapkan dan saya menghormatinya,” kata Macron dalam wawancara dengan Aljazeera. “Namun, Anda harus memahami peran saya sekarang, yaitu ada dua hal: mengedepankan ketenangan dan juga melindungi hak-hak tersebut.”

Iklan

“Saya akan selalu membela kebebasan untuk berbicara, menulis, berpikir, menggambar, di negara saya,” tambahnya.

Kontroversi kali ini bermula ketika seorang guru di Paris, Samuel Paty, dibunuh oleh pemuda Muslim usai memperlihatkan kartun yang pernah menggegerkan Prancis pada 2015. Tak berselang lama, serangan terjadi di Gereja Notre Dame Basilica yang berlokasi di Nice. Tiga orang meninggal, dan otoritas setempat menyebut insiden itu sebagai terorisme Islam.

Charlie Hebdo sendiri lima tahun lalu, bersama sebuah supermarket di Ibu Kota Paris, diserang oleh teroris yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) karena membuat karikatur Nabi Muhammad. Sebanyak 12 orang tewas, mencakup 9 anggota redaksi, satu petugas cleaning service, dan dua polisi.

Di Indonesia, sejak akhir Oktober lalu, kecaman pada Prancis menguat di media sosial. Pemerintah Indonesia juga resmi mengecam pernyataan Presiden Macron, membuat hubungan diplomatik kedua negara memanas. Menyusul sikap dari negara-negara Arab, Majelis Ulama Indonesia pada 31 Oktober lalu turut menyerukan boikot produk Prancis sebagai balasan atas adanya insiden karikatur Nabi Muhammad.

Alhasil, wacana pemboikotan ini menyebar sejak pekan lalu ke berbagai kalangan umat muslim. Dalam demonstrasi di Jakarta pada 2 November, beberapa peserta aksi memasang banner berisi logo barang-barang yang dibuat atau dimiliki Prancis, untuk memudahkan siapa pun yang ingin ikut aksi boikot. Sosok influencer muslim seperti Arie Untung, secara simbolis membuang beberapa tas mewah Dior dan Givenchi miliknya.

Iklan

Aksi Arie Untung itu tampaknya mengilhami beberapa demonstran muslim dari latar kelas menengah atas lainnya. Ada beberapa produk dengan citra premium yang disebut sebagai target boikot oleh beberapa demonstran di Jakarta, yang diwawancarai VICE. Misalnya produk fesyen atau kosmetik dari Hermes, Dior, hingga Clarins.

Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, strategi boikot produk premium macam itu tidak akan terlalu berdampak, sebab mayoritas hanya bisa dijangkau oleh kelas menengah hingga atas.

“Kalau crazy rich, artis, atau pejabat yang boikot produk Prancis baru dampaknya sangat terasa,” kata Bhima kepada VICE. Sedangkan boikot produk Prancis yang dibuat di Indonesia memerlukan upaya yang jauh lebih besar. 

Adapun menurut analisis Lokadata, impor produk Prancis ke Indonesia untuk tahun lalu hanya 0,8 persen dari total angka impor keseluruhan. Bahan baku kue serta pesawat terbang termasuk porsi impor terbesar dari Negeri Anggur ke Tanah Air.

IMG_6974.JPG

Kerumunan massa Aksi Bela Nabi di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, pada 2 November 2020. Foto oleh Rosa Folia/VICE

Untuk produk yang induk perusahaannya berpusat di Prancis, tapi sepenuhnya dibuat di Indonesia, boikot pun sulit dilakukan serta tidak akan langsung terasa dampaknya pada Negeri Anggur.

“Misalnya produk seperti makanan dan minuman yang kelas bawah pun konsumsi tiap hari, enggak semudah itu untuk diboikot,” imbuh Bhima. “Susu SGM, berapa juta bayi minum susu formula ini? Aqua juga sudah jadi air minum dalam kemasan yang dikonsumsi banyak rumah tangga.”

Iklan

Untuk memahami apa sebetulnya motivasi dan target aksi mereka, VICE ngobrol dengan empat demonstran kelas menengah di Jakarta yang mengaku sudah mulai melakukan pemboikotan produk Prancis dan percaya langkah ini efektif sebagai balasan atas pemuatan karikatur Nabi Muhammad.

nurman.JPG

Nurman [tengah] mengenakan rompi loreng.

Nurman

Saat ini, yang bisa kita lakukan [memboikot] produk-produk seperti [milik] Danone, itu kayak Mizone, seperti juga Aqua. Kan itu bagian dari produk Danone. Terus juga SGM, itu produk Prancis juga. Jadi selama ada produk Muslim yang bisa kita manfaatkan, seperti air mineral 212 Mart, itu kita bisa pakai. Yang lainnya, yang tidak bisa, seumpama tidak ada produk Muslim ya [terpaksa] harus kita pakai juga. Kalau susu kayak SGM insya Allah ada yang produk Muslim. Kalau dia [Macron] tidak mau minta maaf, perlu dari negara-negara Arab, negara Muslim khususnya, untuk turut serta memboikot produk-produk Prancis. Saya optimis [ini akan berhasil].

Ela Sapari

Sebenarnya saya tidak mau membuang semua produk yang saya beli, seperti Hermes, Dior, Chanel, sama satu lagi…ada empat tas di lemari saya. Jadi saya cuma pakai Fendi dan Gucci karena dari Italia. Hari ini saya pakai Fendi karena dari Italia. Jadi semua produk Prancis itu sudah seharusnya saya tinggalkan.

Yang sudah terlanjur saya beli, mungkin ada yang saya akan simpan karena mahal, tapi next saya tidak akan membeli lagi produk-produk Prancis. Konsumsi sehari-hari sih ada produk seperti keju, air mineral, ada produk perawatan badan dari Clarins yang seharusnya segera saya lepas. Kalau istiqomah semua Muslim, jangan satu orang saja, insya Allah [berhasil]. Harus kompak dan siap untuk memboikot Prancis.

Iklan
hana.JPG

Hana, salah satu peserta Aksi Bela Nabi di Jakarta.

Hana

Wajib [boikot produk Prancis]. Salah satunya Garnier, meski harganya enggak seberapa, meski saya butuh untuk mempercantik rambut, tapi karena itu produk dari Prancis kafir, saya tidak akan--demi Allah--saya tidak akan memakainya lagi. Seperti susu SGM, saya biasa kasih makan kucing saya pakai susu SGM. Mulai sekarang, kucing saya, saya haramkan untuk minum susu SGM. Anak saya juga sejauh ini alhamdulillah enggak pernah minum air Total. Kalau pernah, sekarang jangan sampai minum lagi. Najis! Haram! Saya sendiri tahu produk Prancis [yang mana] kan karena banyak di media. Saya juga tabayyun [mencari tahu] dulu. Kan takutnya nanti fitnah kalau ternyata bukan. 

Screen Shot 2020-11-03 at 14.40.50.png

Arum

Produk [kosmetik] dari Clarins harus segera dibuang. Saya kira yang bisa kita lakukan hanya boikot ekonomi. Kalau soal ada kekerasan, saya pribadi tidak setuju. Karena kekerasan dalam bentuk apa pun, sebenarnya Nabi Muhammad kan tidak mengajarkan itu. Yang saya tahu sejak kecil, dalam sejarah kita, nabi itu dilecehkan, dilempar tai, tetapi tetap membalas dengan kebaikan.