Pengasuhan Anak

Peliknya Mengajarkan Konsep ‘Consent’ Dalam Hubungan Kepada Anak

Bagaimana caranya supaya pemahaman ini tidak menumbuhkan kecemasan dan sikap tidak gampang percaya pada anak? Kami ngobrol bersama pakar
Ilustrasi ibu dan anak
Foto: Evgenij Yulkin / Stocksy

“Orang lain harus minta izin dulu sebelum mereka menyentuh tubuhmu,” kata dokter anak langganan kepada putriku yang saat itu masih tujuh tahun.

“Iya, Dok. Ibu sudah sering memberitahuku,” jawabnya.

Saya telah mengajarkannya sejak dini agar dia berani menolak ketika dia tidak ingin orang lain menyentuhnya. Penolakan ini mungkin akan membuat dia terlihat tidak sopan atau menyinggung perasaan mereka, tapi dia berhak merasa nyaman ketika seseorang memeluk atau menciumnya.

Iklan

Saya cuma berharap putriku memahami bahwa tubuhnya adalah milik dia sepenuhnya.

Ada berbagai cara mendiskusikan tentang consent atau memberikan persetujuan dengan anak, tapi masih banyak pakar anak, orang tua dan pendidik yang mempertanyakan seberapa efektif “no means no” dalam menjamin keselamatan anak. Beberapa sekolah bahkan telah menerapkan kebijakan “no touch” untuk berjaga-jaga. Dengan peraturan ini, guru tidak bisa sembarangan memeluk murid.

Masalahnya, adakah sisi negatif dari upaya menciptakan lingkungan yang aman bagi anak? Bisakah larangan menyentuh atau berpelukan ini memicu kecemasan dan sikap tidak gampang percaya pada mereka?

“Anak-anak sangat peka terhadap kekhawatiran orang tuanya, dan cara kita menyampaikan kekhawatiran dapat memengaruhi kemampuan mereka menghadapi rasa takut,” tutur Sasha Albani, psikoterapis di San Francisco yang sering menangani masalah anak, keluarga dan remaja.

“Orang tua kerap menetapkan aturan ketat untuk melindungi anak, tapi kekhawatiran ini juga dirasakan oleh mereka. Bukannya menumbuhkan rasa aman, ini hanya akan membuat mereka gelisah.”

Sasha juga berpandangan anak dapat menyalahartikan batasan fisik ini. Ketika anggota keluarga ingin menunjukkan kasih sayangnya, anak akan kebingungan sebaiknya melakukan apa. Mereka jadi cemas saat saudara mau memeluknya, dan merasa malu saat menginginkan dukungan secara fisik dari teman atau guru. Pada akhirnya, mereka bisa saja melihat sentuhan fisik sebagai sesuatu yang punya potensi bahaya. Dengan keterbatasan ini, anak-anak akan kehilangan pelajaran berharga untuk memercayai dan meminta dukungan dari orang lain.

Iklan

“Misalnya, mereka jadi mempertanyakan kenapa boleh pelukan sama orang tua, tapi tidak sama kakek atau paman,” lanjut Sasha.

Keluarga saya birasial, sehingga norma budaya juga memengaruhi peraturan terkait sentuhan fisik. Anak saya punya banyak “tante”, yang sebenarnya adalah teman dekat saya yang sebagian besar merupakan keturunan Asia, Asia-Amerika dan Latina. Berpelukan dan bergandengan tangan adalah cara mereka mengekspresikan kasih sayang kepada putriku. Sentuhan fisik merupakan hal lazim bagi mereka.

Namun, saya menyadari pentingnya mendiskusikan keselamatan tubuh dengan anak. Sulit sekali memulai pembicaraan ini, karena saya harus mengusir kecemasan agar dia tidak ikutan cemas dan merasa keselamatannya sedang terancam.

Menurut Sasha, orang tua wajib membicarakan consent dengan tenang dan menggunakan istilah-istilah aman seperti “body safety” (istilah ini biasanya digunakan untuk mengajarkan anak bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh sembarangan orang) dan “stranger safety” (berhati-hati dengan orang asing). Anak akan menyadari topiknya normal dibicarakan jika istilah yang digunakan umum didengar.

Saya masih ingat ketika putriku tampak sangat sedih ketika pulang sekolah usai hasil pemilu AS keluar. Seorang guru menyadari betapa sedihnya dia, sehingga menawarkan untuk memeluknya.

Ketika dia menceritakannya kepadaku, saya bersyukur putriku menerima dukungan fisik dari gurunya. Sang guru bisa saja menenangkannya dengan ucapan, tapi cara itu hampir jarang ampuh bagi anak-anak. Mereka tidak minta dihibur dengan kata-kata ketika sedih atau habis terluka. Yang mereka lakukan biasanya memeluk kalian sampai perasaannya membaik.

Iklan

Kontak fisik bahkan terbukti mampu mengurangi tekanan psikologis. Tubuh akan memasuki mode “fight or flight” dan sistem saraf bekerja keras ketika jiwa sedang terguncang. Jantung akan berdebar kencang, telapak tangan keringatan, dan pikiran kita melayang ke mana-mana. Ahli saraf dan psikolog menemukan kontak fisik, seperti pelukan, adalah obat terbaik menguraikan saraf yang kusut ini. Pelukan melepaskan ketegangan dan hormon oksitosin—hormon yang menguatkan kepercayaan dan rasa cinta—yang dapat mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala.

Manusia dihibur dengan sentuhan fisik sejak lahir. Ibu akan menggendong bayinya yang baru lahir untuk memperkuat ikatannya dengan sang buah hati.

Rasanya mengerikan setiap memikirkan betapa kontak fisik yang seharusnya menenangkan juga bisa menciptakan trauma. Menghadapi kenyataan bahwa satu dari enam anak laki-laki dan satu dari empat anak perempuan mengalami pelecehan seksual sebelum berusia 18, saya pun jadi bertanya-tanya apa yang sebaiknya saya lakukan agar anak bisa memahami sentuhan yang aman sekaligus memperkuat kecerdasan emosionalnya. Bagaimana caranya supaya saya dapat mengajarkan cara terbaik menghadapi hubungan intim?

Saya menyadari semakin dia bertumbuh dewasa, semakin berkurang pula kendali saya atas orang-orang yang berinteraksi dengannya. Celah ini akan terus melebar seiring dengan tumbuhnya kemandirian anak.

Penulis kolom parenting Joanna Schroeder menyarankan agar anak diajarkan untuk memercayai instingnya (belly instinct). Saya meminta putriku untuk bercerita setiap kali ada yang membuatnya tidak nyaman. Jika dia tidak menyukai pengasuhnya atau orang tua teman, saya akan menanyakan alasannya. Adakah gerak-gerik aneh yang dia perhatikan? Perasaan apa yang muncul ketika berinteraksi dengan mereka?

Dengan menanyakan hal-hal ini, saya harap dia bisa mengenali perasaannya dan memahami bahwa pikiran dan tubuh manusia mampu memberikan sinyal yang bermanfaat bagi keselamatannya.

Orang tua memang tidak bisa selalu mengontrol apa saja yang terjadi kepada anak-anaknya, tapi setidaknya saya telah membekali dia dengan kekuatan untuk memilih dan mengasah intuisinya. Saya mengajarkannya untuk memercayai diri sendiri, karena sering kali itu bisa dijadikan senjata ampuh melawan hal yang penuh ketidakpastian.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.