FYI.

This story is over 5 years old.

Kerja Otak

Berdasar Kajian Neurosains, Kebanyakan Orang Emang Berbakat Pesimis

Otak kita susah mikirin sesuatu dari sudut pandang pesimis. Jadi, yang enggak normal mah justru manusia yang demen mikir hal positif melulu.
Gambaran orang pesimis. Kita jadi pesimis ternyata karena otak manusia emang gitu
Foto ilustrasi via Shutterstock

"Eh, bisa ngobrol bentar enggak? Aku perlu ngomong sesuatu sama kamu."

Saat mendengar kata-kata tersebut, apakah timbul reaksi buruk di otakmu, atau membuatmu merasa optimis tentang kejutan yang mungkin akan datang?

Kalau kamu orang yang condong merasakan reaksi kedua, kamu mending saya bayar untuk jadi penasehat seputar kehidupan deh. Mengetik kata-kata itu saja membuatku panik sendiri. Kalau kamu pesimis seperti aku dan langsung bersangka negatif, ada penelitian baru yang kalau otak manusia memang dari sononya demen berpikir pesimis.

Iklan

Sebuah tim peneliti yang dipimpin Maital Neta diari Universitas Nebraska-Lincoln, menggunakan scan MRI melihat reaksi orang pada pernyataan-pernyataan bernada penuh ketidakpastian. Kesimpulannya, otak menghasilkan reaksi negatif jauh lebih mudah dibandingkan reaksi positif. Penelitian tersebut muncul di Jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience pada September lalu.

Para peneliti meminta 51 responden melihat foto wajah yang menunjukkan ekspresi senang, marah, dan terkejut, lalu menilai setiap foto sebagai negatif atau positif. Tugas ini mendalami pengertian para peneliti mengenai bagaimana peserta melihat reaksi-reaksi tersebut. Seminggu kemudian, para peserta diundang kembali untuk sesi follow-up dengan mesin MRI.

Kali ini, peserta diperlihatkan foto wajah yang berekspresi takut, terkejut, dan netral. Dengan beberapa kumpulan foto, satu grup peserta diminta untuk mempertahankan kesan pertama mereka mengenai foto-foto tersebut, dan grup yang satu lagi diminta untuk bereaksi lebih positif. Cara otak mereka bereaksi pada tugas tersebut menjelaskan kemampuan peserta untuk mengubah pikiran mereka.


Tonton wawancara VICE bersama Mouly Surya yang tak percaya sama konsep bakat ketika orang ingin berkarya:


Para peneliti menemukan otak merespons reaksi negatif lebih cepat dibandingkan reaksi positif, terutama bagi anak muda. Seiring kita makin dewasa, otak jauh lebih mampu menentukan apakah sebuah situasi benar-benar negatif atau sekadar tidak pasti. Tapi perubahan itupun hanya terjadi jika kita bisa belajar mengatur reaksi refleks negatif. Orang yang mempunyai hubungan kuat antara amigdala dan daerah otak lain memiliki reaksi yang lebih positif terhadap ketidakpastian, karena mereka lebih mampu mengubah makna pribadi foto-foto yang diperlihatkan kepada mereka.

Iklan

"Orang yang berhasil memiliki pandangan yang lebih positif seputar kehidupan bisa menolak reaksi negatif awal, mungkin dengan cara yang sama seperti kami belajar untuk mengendalikan dan mengatur emosi kita saat menjadi dewasa," ujar Neta saat dihubungi terpisah via email oleh Motherboard. "Kami juga melihat bahwa orang dewasa memiliki interpretasi yang lebih positif terhadap foto-foto yang kami tunjukkan, dan itu mungkin saja disebabkan motivasi mereka untuk berfokus pada hal-hal yang positif dan mengabaikan hal-hal yang negatif di dunia mereka. Tentunya jika ada hal yang benar-benar negatif, mereka tidak akan bisa mengabaikannya… Tapi dalam situasi yang memiliki potensi untuk bersifat positif, orang dewasa lebih memilih untuk fokus pada itu."

Neta berharap bahwa orang akan belajar melihat dunia dari berbagai perspektif karena penelitian ini. Tidak semua orang memiliki reaksi yang sama terhadap situasi yang sama, meskipun reaksi yang cocok tampaknya jelas.

"Kami berharap orang tahu bahwa mereka bisa mempunyai pandangan yang lebih positif," kata Neta. "Jika mereka meluangkan waktu untuk mempertimbangkan pilihan sebelum menerima reaksi negatif yang lebih cepat, mereka mungkin bisa melihat pandangan lain. Jadi, jika kamu tidak puas dengan reaksi atau pengalaman emosional kamu, kamu bisa belajar untuk mengubahnya… tapi untuk itu butuh waktu."

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard