Walau sudah berulang kali dikritik berbagai pihak, perang terhadap ilmu hitam rupanya masih terus tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 252. Dalam beleid yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat itu termaktub paparan macam ini:
“Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Videos by VICE
Di Indonesia, jasa dukun santet terus memiliki peminat. Jika Anda mengetikkan kata kunci “dukun santet” di Google, di halaman pertama akan muncul iklan dua website dengan keterangan promosi “Tercepat Ganas Dan Aman” serta “Jasa Santet Terpercaya Ampuh. Santet juga menjadi fokus isu di media setahun terakhir ketika selebritas Ruben Onsu mengaku mendapat teror mistis dan kiriman santet.
Jika seseorang didapati menjadi dukun santet dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, RUU KUHP Pasal 260 ayat 2 juga mengancampidananya ditambah sepertiga. Tapi, mengingat santet dikirimkan secara gaib, gimana dong cara polisi membuktikan seseorang benar pelaku santet dan menjebloskannya ke penjara?
Jawabannya, polisi tidak perlu punya bukti dan korban dulu untuk menangkap terduga pelaku. Sebab “Pasal itu pasal tindak pidana formil yang tidak mementingkan hubungan sebab akibat. Ini delik sekali jadi, hanya memerlukan pengakuan dari pelaku,” ujar Prof. Dr. Ronny Nitibaskara dariKomisi III DPR kepada Detik pada 2013 lalu.
Tindak pidana formil berarti siapa saja pemilik ilmu gaib yang mengiklankan diri baik secara langsung ataupun ngiklan lewat poster tiang listrik, sudah mencukupi syaratnya sebagai penghuni penjara.
Selain soal perang melawan ilmu gaib, Rancangan KUHP baru juga mengatur ancaman pidana untuk pemilik unggas yang tidak bisa membuat unggasnya berperilaku baik. Lebih spesifik, pemilik unggas bisa dipenjara jika unggasnya kedapatan merusak pekarangan berisi benih-benih atau tanaman milik orang lain. Kalau kata aktivis perempuan Tunggal Pawestri, pasal ini lucu.
Persoalan peternakan dan pertanian ini memunculkan diskusi di Internet. Ada yang mengatakan ini berlebihan karena hal seperti itu baiknya diselesaikan dengan norma masyarakat atau mentok peraturan desa, nggak perlu pakai pidana-pidana segala.
Plus adanya ketidakadilan bagi ungags mengingat yang dipermasalahkan cuma unggas, padahal binatang-binatang peliharaan lain pun punya potensi merusak. Walau demikian, ada netizen yang sepakat unggas nakal perlu diatur karena, ya nyebelin aja udah capek-capek nanem terus dirusak unggas tetangga.
RKUHP sedang menjadi topik panas menjelang tenggat pengesahannya yang ditargetkan selesai 24 September tahun ini. Beberapa pasal lain di RKUHP menimbulkan perdebatan publik, mulai dari ancaman pidana kepada siapa pun pelanggar norma dalam masyarakat (definisi norma masyarakat ini yang bisa jadi polemik), ancaman pidana kepada siapa pun yang mempromosikan kondom (halo, Kemenkes), pasal penghinaan presiden, hingga hukuman untuk pelaku seks di luar nikah dan hidung belang.