Sambutlah Bananacoin: Uang Kripto Terhubung Langsung Sama Harga Pisang di Dunia Nyata

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES.

Terakhir kali ketemu orang tua, aku diberondong banyak pertanyaan soal Bitcoin (jujur, aku enggak ngerti apa-apa soal Bitcoin). Mereka semangat banget cerita soal kenalan yang baru saja membeli Bitcoin untuk “mengisi rumahnya.” Aku awalnya agak bingung, setelah dikonfirmasi lagi, ternyata ortuku yang salah, teman mereka itu membeli Amazon Echo. Hanya karena aku masuk kategori millenial, ayah dan ibu mengira aku pasti paham luar dalam soal fenomena mata uang kripto. Sekarang, setelah sedikit belajar seluk beluk Bitcoin biar enggak kelihatan kudet, kok sudah muncul yang baru lagi: Bananacoin. Apaan tuh?!

Videos by VICE

Saat pertama kali melihat informasi Bananacoin di Internet, aku langsung melongo. Ini pisang jadi mata uang virtual atau gimana sih? Setelah browsing sebentar, meminjam ucapan pengembangnya, bananacoin intinya adalah “sebuah sistem mata uang berbasis Ethereum, yang mengacu pada harga satu kilogram pisang di dunia nyata.” Baiklah, bananacoin betulan mata uang kripto, persis kayak Bitcoin yang tak henti-hentinya dibicarakan temanmu tiap nongkrong bareng, padahal dia baru investasi mulai dua bulan belakangan. Cuma, harus diakui, Bananacoin bukan mata uang virtual biasa. Financial Express menjelaskan bila Bananacoin berbasis komoditas riil. Sehingga, kita bisa memperlakukannya, “semacam kontrak untuk pembelian komoditas dalam jumlah tertentu di masa mendatang.” Kenapa bisa begitu? Sebab sumber acuan naik turunnya harga Bananacoin didasarkan pada harga 1 kilogram pisang di perkebunan yang ada di negara Laos.

Tim yang menciptakan Bananacoin melibatkan dua wirausahawan asal Rusia, serta satu pakar pertanian dari Thailand. Mereka sejak tiga tahun lalu sudah berkolaborasi mengembangkan perkebunan pisang dekat Ibu Kota Vientiane. Ketiga investor awal ini berharap Bananacpin dapat menjadi tambahan investasi untuk memperluas lahan kebun mereka di masa mendatang. Kini, luas lahan yang mereka tanami pisang adalah 100 hektar. Memakai skema pendanaan Bananacoin, ketiganya berharap bisa memperluas ekspansi hingga 360 hektar dalam 18 bulan ke depan. Artinya, Bananacoin adalah kombinasi dari sistem mata uang kripto sekaligus crowdfunding.

Penggagas Bananacoin optimis mata uang virtual mereka akan disambut pasar, karena ada uang betulan yang terlibat dalam bisnis pisang. Selain itu, keyakinan mereka datang dari keberhasilan membudidayakan ‘Lady Finger Banana’—jenis pisang premium—yang diekspor ke Cina karena permintaan pasarnya selalu tinggi. Gagasan mereka rupanya juga disambut baik pasar mata uang kripto. Salah satu analis menyatakan, “Pisang harus diakui adalah instrumen investasi yang menarik.” Kenapa bisa begitu? “Karena selama tujuh tahun belakangan, harga satu kilogram pisang di pasar internasional meningkat secara stabil di kisaran 4 persen hingga 10 persen.”

Investor Bananacoin boleh makin optimis setelah ada penjelasan dari pemerhati pasar pisang (ya, ada profesi begituan di dunia ini). Lady Finger adalah jenis pisang yang berbeda sekali dari cavendish. Kalian sering beli pisang di toko buah yang kuning terang dan gemuk? Nah itu cavendish, jenis yang diperkirakan mendominasi 99 persen komoditas pisang ekspor. Lady finger bukannya lebih enak dari cavendish, tapi setidaknya bebas hama. Varian cavendish beberapa tahun belakangan banyak terserang hama jamur, yang dijuluki “penyakit Panama.” Akibat maraknya hama tersebut, pasokan pisang dari berbagai negara produsen pun sering naik turun.

Jangan salah, pasokan pisang dunia pernah anjlok parah gara-gara hama lho. Kejadiannya di awal tahun 1900’an. Saat itu pisang yang paling banyak diperjualbelikan di dunia adalah varian hasil pengembangan insinyur pertanian bernama Gros Michel. Makanya pisangnya dinamai jenis “Big Mike”. Keberhasilan Big Mike ternyata menghasilkan dampak buruk. Banyak lahan perkebunan pisang hanya membudidayakan Big Mike. Akhirnya, ketika muncul hama jamur, panen pun gagal total.

Pertengahan Abad 20, nyaris semua kebun menanam varian Big Mike mengalami gagal panen akibat Penyakit Panama. Perusahaan penghasil pisang terbesar di dunia saat itu, Uniterd Fruit Company, terpaksa beralih ke jenis baru: Cavendish. Pisang itu dulu dianggap kebal Penyakit Panama. Spoiler: terbukti, asumsi itu keliru.

Dan berkaca pada sejarah itu, tim Bananacoin tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Mereka menerapkan beberapa langkah penanggulangan agar pisang-pisangnya tak terserang hama. Di antaranya adalah melokalisir kebun pisang dari tanaman lain. Kebijakan ini bagus sih, mengingat surat kabar Laotian Times melaporkan November 2017, jika beberapa kebun pisang jenis Cavendish di Laos terserang penyakit Panama.

Omong-omong, mari kita kembali mengulas Bananacoin. Pengembangnya mengklaim keuntungan menanamkan uang di Bananacoin ada banyak. Selain harga pisang stabil, balik modal bisa dihitung lebih cermat, jenis investasi ini juga mudah dipahami orang awam—termasuk orang tua kita semua yang agak gaptek. “Untuk terlibat investasi Bananacoin… anda tidak perlu memiliki pengetahuan mumpuni soal kriptografi atau teknologi blockchain,” demikan keterangan pengembang, mengacu pada kertas kerja mereka yang diumumkan ke publik.

Hingga 23 Januari lalu, dilaporkan 3,4 juta token Bananacoin sudah terjual di pasaran. Harga per token saat ini sebesar US$0.50 (setara Rp6.700). Baiklah. Kapan-kapan kalau orang tuaku tanya-tanya lagi soal mata uang kripto, aku arahkan mereka belajar yang satu ini aja deh.