Sikap tak transparan bukan strategi yang bagus untuk humas mana pun, termasuk untuk pondok pesantren modern Gontor di Ponogoro, Jawa Timur. Ponpes tenar tersebut kini sedang dikecam netizen karena tak transparan menangani kasus penganiayaan sesama santri yang berujung kematian.
Korban yang berinisial AM (17), asal Palembang, meninggal dunia pada Senin (22/8) sekitar pukul 06.00 pagi. Di hari itu pula pengurus Pondok Modern Darussalam Gontor 1 sudah tahu bahwa penyebabnya adalah penganiayaan yang dilakukan sejumlah santri senior. Selain AM, ada 2 korban penganiayaan lain yang kini sedang dirawat di RS.
Videos by VICE
Baru sekitar pukul 10.00 pagi pihak pesantren yang diwakili seorang ustaz bernama Agus menceritakan kabar duka ini kepada keluarga AM di Palembang. Soimah, ibu korban, mengatakan bahwa Ustaz Agus menyebut anaknya meninggal akibat kelelahan ikut Perkemahan Kamis Jumat di pondok.
Penyebab kematian ini kemudian diragukan oleh keluarga. Jenazah korban tiba di rumah pada keesokan siangnya (23/9), diantar oleh Ustaz Agus. Menurut keluarga korban, jasad AM tampak mengenaskan. Kain kafan bahkan harus diganti karena ada darah merembes.
“Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia,” ungkap Soimah, dilansir Kompas.
Walau ada keraguan, keluarga mengaku khawatir untuk lapor polisi karena berhadapan dengan institusi besar. Dan inilah yang dilakukan Soimah: melapor kepada pengacara Hotman Paris Hutapea. Hotman adalah pengacara hukum keuangan yang sejak lama mendapat popularitasnya karena cawe-cawe di kasus hukum selebritas. Soimah mendatanginya pada 4 September, saat Hotman menggelar klinik Hotman 911 di Palembang, acara konsultansi hukum gratis yang rutin jadi konten medsos Hotman.
Pengaduan Soimah yang berurai air mata diunggah Hotman di Instagram lalu viral. Sehari kemudian (5/9), Ponpes Gontor langsung merilis siaran pers ke media massa dan media sosial. Isinya tiga hal. Pertama, minta maaf karena keterangan kepada keluarga tak transparan. Kedua, mengonfirmasi bahwa korban meninggal karena dianiaya serta menyatakan pelaku sudah dikeluarkan. Ketiga, menyatakan siap bekerja sama dengan polisi untuk mengusut kasus ini.
Di hari itu juga, Ponpes Gontor baru melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke Polres Ponorogo.
Tentang motif penganiayaan masih dirahasiakan ponpes dan kepolisian. Sedangkan pelaku adalah dua kakak kelas AM yang duduk di kelas VI (setingkat kelas XII SMA). “Pelaku dua orang. Dan langsung tidak sampai satu jam [setelah korban meninggal], surat pemberhentian, surat pemulangan, surat pengusiran langsung kami buat dan mereka langsung dipulangkan,” ujar Juru Bicara Ponpes Gontor Noor Syahid dilansir CNN Indonesia, Senin (5/9).
Jubir Noor Syahid mengatakan kepada Kumparan alasan ponpes tak langsung melaporkan kasus ini ke kepolisian. Alasannya karena sudah ada perjanjian saat santri masuk, bahwa jika ada kasus tak akan dibawa ke jalur hukum.
“Dulu sebelum masuk ke Gontor, ortu atau bapak telah menandatangani surat penyerahan anak ke pondok. Ada poin kesanggupan salah satunya tidak membawa ke ranah hukum,” ucap Noor Syahid.
Kasus kematian santri di ponpes karena ulah sesama santri mudah ditemukan. Tak usah jauh-jauh, sepanjang Agustus 2022 saja, total ada 3 santri meninggal karena kekerasan antar-santri di dalam lingkungan pesantren. Selain kasus di Gontor, seorang santri juga meninggal di Ponpes Daarul Qolam, Jayanti, Tangerang. Korban adalah BD (15), meninggal karena berkelahi dengan temannya. Satu kasus lainnya terjadi di Ponpes Darul Qur’an Lantaburo, masih di Tangerang. Korban RAP (14) meninggal dunia akibat dikeroyok 12 seniornya.
Menanggapi kematian santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono Abdul Ghofur mengatakan Kemenag sedang menyusun aturan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan agama dan keagamaan. Regulasi itu berbentuk rancangan peraturan menteri agama dengan nama lengkap: Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan.
Waryono menyebut permenag ini sedang di tahap harmonisasi di Kemenkumham. “Mudah-mudahan tidak dalam waktu lama dapat segera disahkan,” ujarnya dilansir Kompas.