Manusia sejatinya suka menganggap masa lalu lebih indah daripada kenyataannya. Ketika mengalami apa yang disebut “rosy retrospection”, orang cenderung fokus pada sisi positif suatu peristiwa dan mengesampingkan hal-hal kurang menyenangkan yang terjadi selama waktu tersebut. Contohnya seperti saat kita kangen sekolah karena bisa liburan lama, padahal dulu kita pusing mengerjakan ujian yang sulit.
Kita semua sepakat 2020 tahun terburuk dalam hidup. Banyak di antara kita yang berduka karena kehilangan orang terdekat akibat Covid-19. Tak sedikit pula yang trauma dan menjadi lebih hati-hati sebab tidak mau pandemi terulang. Tapi menariknya, fenomena “rosy retrospection” semakin marak terjadi belakangan ini. Ada orang-orang yang melihat dua tahun terakhir sebagai waktu terbaik untuk refleksi diri, bahwa lockdown memberi mereka kedamaian dan membantu mereka menggali lebih banyak potensi diri.
Videos by VICE
Melihat banyaknya orang yang bernostalgia momen awal PSBB, saya pun penasaran apakah memang ada nilai positif yang bisa dipetik dari periode ini? Saya mengulang beberapa aktivitas yang sempat ramai selama PSBB untuk membuktikannya.
Jarang mandi
Saya takkan pernah bisa melupakan bau hand sanitizer yang merebak di mana-mana pada awal pandemi. Saya juga tidak bisa lupa dengan bau badanku yang kecut karena jarang mandi. Yang ada di pikiranku, buat apa membersihkan badan setiap hari kalau tidak bisa ke mana-mana?
Saya cukup bermalas-malasan untuk mengulangi kebiasaan ini, tapi saya tidak punya nyali untuk keluar rumah tanpa mandi. Saya ogah dibilang bau ketek oleh orang yang duduk di sebelahku saat naik kereta.
Bersepeda
Berhubung kantor VICE belum sepenuhnya menerapkan WFO, saya masih bisa bersepeda di pagi atau sore hari saat kebagian jadwal bekerja di rumah. Sesekali saya bertemu orang yang juga sedang gowes, tapi suasananya sekarang agak berubah.
Jalanan sangat lengang selama PSBB dan jarang ada kendaraan, sehingga kita bisa bersepeda dengan santai dan menikmati lingkungan sekitar. Tapi sekarang, saya harus serius memperhatikan jalanan kalau tidak mau keserempet motor yang ngebut. Boro-boro bisa menikmati udara segar, yang ada malah menghirup asap knalpot.
Olahraga ini masih menyenangkan, tapi lebih baik dilakukan saat akhir pekan.
Menimbun masker bedah
Kamu pasti masih ingat saat-saat stok masker bedah menipis dan sulit diperoleh. Sejumlah orang memborong demi kepentingan pribadi, sedangkan yang lain aji mumpung untuk menjualnya lagi dengan harga selangit.
Pemerintah sekarang telah melonggarkan aturan pakai masker, jadi tak ada lagi yang namanya rebutan beli masker. Saya bebas menyetok masker sebanyak mungkin, dan orang lain takkan melempar tatapan sinis ke arah saya.
Menimbun masker sudah tidak seru. Selain menambah jumlah sampah, beli masker sekali pakai tidak ramah di kantong.
Koleksi tanaman hias
Seperti kebanyakan orang, saya sempat termakan tren mengoleksi tanaman hias pada pertengahan 2020. Kepala yang tadinya mumet oleh pekerjaan, jauh lebih adem dan tentram setelah melihat yang hijau-hijau di balkon kamar. Tubuh dan pikiran juga menjadi rileks saat menyiram tanaman di sela-sela rapat Zoom yang tak berkesudahan.
Keluarga saya masih rajin merawat tanaman yang ada di teras, tapi saya pribadi terkadang lupa menyiram tanaman di balkon hingga berhari-hari karena terlalu fokus dengan pekerjaan.
Tak pernah ada kata membosankan dalam mengoleksi tanaman hias, tapi kamu harus siap meluangkan waktu untuk merawatnya supaya tidak layu.
Bikin bolu pisang
Di minggu-minggu awal PSBB, saat kita tidak bisa beli makanan di luar karena banyak toko yang tutup, tak sedikit orang mengasah kemampuan memasak dan bikin kue di rumah. Bolu pisang menjadi salah satu tren makanan yang banyak dicoba orang. Selain karena rasanya yang lezat, resep bikin bolu pisang gampang diikuti.
Kali ini, saya membuat bolu pisang yang ditaburi kacang almond, oatmeal dan gula vanila. Rasanya enggak usah ditanya lagi. Sudah pasti enak dan bikin perut kenyang.
Mau sedang pandemi atau tidak, bikin kue selalu menyenangkan. Tapi mungkin, jangan bikin banyak-banyak kalau cuma untuk makan sendiri.
Gabung di Clubhouse
Clubhouse baru populer menjelang akhir PSBB, saat kita mulai menerima kenyataan sebagian besar hidup kita bergantung pada internet. Namun, hanya orang-orang yang menerima undangan dan pakai iPhone yang bisa bergabung di platform obrolan suara ini. Para pembicara bisa membahas berbagai topik, dari komedi hingga teori konspirasi.
Banyak orang mendadak sok penting saat mereka menerima undangan gabung di Clubhouse. Bahkan pernah ada yang memasukkan pengalaman menjadi “pembicara Clubhouse” di LinkedIn.
Saya kebanjiran undangan begitu mengunduh aplikasi ini, tapi saya memilih grup “Messy Europeans” yang intens membicarakan perlu tidaknya Amerika mengirim pasukan ke Ukraina. “Tentunya mereka harus dilatih dulu,” kata seorang lelaki Amerika bersuara berat. “Andai saja kita mulai latihan dua bulan lalu, kita seharusnya sudah lebih siap sekarang.” Obrolan mendadak hening.
Apakah Clubhouse menyenangkan? Tidak. Ditambah lagi, Twitter telah mengeluarkan fitur serupa.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Netherlands.