Tech

Sekarang AI Sudah Bisa Bikin Foto Selfie Palsu Buat Tinder

Foto palsu yang dihasilkan oleh PhotoAI

Kegilaan teknologi penghasil gambar berbasis kecerdasan buatan (AI) kian menjadi-jadi. Sekarang, kamu bisa bikin selfie palsu supaya terlihat lebih keren di dunia maya, termasuk aplikasi kencan.

Dengan membayar $19 (setara Rp300 ribu), kamu bisa secara otomatis menyulap selfie yang ala kadarnya menjadi kece abis dengan PhotoAI. Gaya dan vibe yang ingin kamu tampilkan dalam foto pun dapat dimodifikasi sesuai platform pilihanmu. Untuk paket “LinkedIn”, kamu akan mendapat foto diri tampak profesional dalam balutan pakaian formal. Lalu ada paket “Tinder” yang menjanjikan “penampilan terbaikmu”.

Videos by VICE

Kamu juga bisa bikin meme, membuat selfie seolah-olah kamu berfoto pakai kamera Polaroid, hingga potret mirip lukisan. Kamu tinggal memasukkan 12-20 foto, dan menunggu hasilnya selesai maksimal dalam 12 jam. Berdasarkan kebijakan privasi PhotoAI, model AI yang digunakan untuk menghasilkan selfie palsu akan dihapus setelah lewat tujuh hari.

Tangkapan layar dari PhotoAI
Tangkapan layar dari PhotoAI

Staf Motherboard, rubrik teknologi VICE, meminjam foto-foto editor eksekutif Emanuel Maiberg untuk menguji seberapa bagus selfie ciptaan PhotoAI. Pilihan kami jatuh pada paket “Tinder”, tapi hasil yang kami peroleh juga bisa digunakan sebagai foto LinkedIn. Dengan modal 12 selfie, kami menerima 78 foto diri palsu kurang dari empat jam.

Kesan pertama yang kami lihat yaitu fotonya cukup meyakinkan. Subjek mirip seperti orang asli. Tapi jika diamati secara saksama, selfie-selfie tersebut agak konyol dan absurd.

Foto di bawah ini memperlihatkan Emanuel berpenampilan bak lelaki mapan yang suka berbagi saran meningkatkan produktivitas di LinkedIn. Tapi sayangnya, bagian mulut terlalu realistis untuk sebuah foto.

Selfie palsu ciptaan PhotoAI
Selfie palsu ciptaan PhotoAI

Sementara itu, dua selfie berikut memberi kesan macho dengan jaket kulit, kacamata dan tato. Foto-fotonya sekilas terlihat oke. Namun, setelah diperhatikan baik-baik, ada yang aneh dengan jari jemari Emanuel di foto pertama.

Selfie palsu ciptaan PhotoAI
Selfie palsu ciptaan PhotoAI

Kreator Sebastien Lhomme menjelaskan, teknologinya menciptakan model “fine tune” dari foto kiriman pengguna. Hasilnya kemudian disesuaikan dengan gaya platform yang dipilih, dan diproses melalui Stable Diffusion. Dengan kata lain, PhotoAI tidak ada bedanya dengan kebanyakan alat penghasil gambar yang tersedia di luar sana. Situs ini tidak memiliki modelnya sendiri, dan sebatas memproses foto pakai alat penghasil gambar AI lain.

Beberapa bulan terakhir, teknologi semacam ini tiada henti menuai kontroversi publik, khususnya di kalangan seniman. Banyak beredar kabar karya seni dicolong atau digunakan tanpa izin untuk melatih alat penghasil gambar seperti DALL-E dan Midjourney, yang bisa menciptakan gambar berdasarkan deskripsi teks singkat. Dengan munculnya PhotoAI dan semacamnya, kita tak pernah tahu selfie para pengguna akan disalahgunakan atau tidak.

Selain itu, belum jelas apakah selfie-nya akan lolos dari pantauan aplikasi kencan, mengingat kebanyakan melarang pengguna memasang foto hasil manipulasi. Seandainya foto-foto palsu dianggap asli, teknologi ini akan semakin memperburuk masalah catfish di internet.

Lhomme mengklaim penggunaan hasil ciptaan PhotoAI sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. Menurutnya, orang sudah sering mengedit foto sedemikian rupa jauh sebelum adanya alat penghasil gambar.

“Teknologi masih sangat baru, dan tentu saja pertanyaan-pertanyaan menarik yang muncul seputar legalitas dan moralitas tak terelakkan,” Lhomme memberi tahu Motherboard. “Saya pikir diperlukan kerja sama dari semua pihak untuk menentukan aturan dan tanggung jawab terbaik guna memastikan teknologinya dipakai secara etis.”

Menurut syarat dan ketentuan PhotoAI, pengguna dilarang mengunggah foto orang lain atau foto vulgar. Namun, tidak jelas bagaimana cara PhotoAI memastikan penggunanya tidak melanggar peraturan. Contoh nyata bahkan telah membuktikan alat penghasil gambar berbasis AI masih bisa diakali. OpenAI yang menyokong DALL-E, misalnya, telah menyediakan filter manual yang akan menolak jenis foto tertentu secara otomatis. Namun, pengguna Stable Diffusion yang paham teknologi berhasil menciptakan konten tidak senonoh dengan menghosting model AI di server mereka sendiri, tanpa filter sama sekali.

Sejumlah platform ragu menyikapi gambar-gambar yang dihasilkan oleh algoritme AI, mengingat besarnya potensi tersandung masalah hukum dan pelanggaran hak cipta. Namun, masih ada situs-situs yang menunjukkan ketertarikan memajang gambar hasil ciptaan AI. Contohnya seperti situs stok foto Shutterstock yang telah mengumumkan rencana kerja sama dengan OpenAI.

Terlepas bagaimana penggunaan aplikasinya nanti, Lhomme yakin foto manipulasi AI lama-lama akan menjadi sesuatu yang normal seperti foto editan.

“Pertanyaan seputar fotonya asli atau tidak suatu saat mungkin menjadi tidak relevan lagi, terutama begitu fotonya sulit dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu,” simpulnya.