Warga Inggris Symon Hill terpaksa menghabiskan akhir pekannya di kantor polisi. Menurutnya, ia tiba-tiba diborgol dan diseret ke mobil polisi setelah bertanya siapa yang memilih Charles III sebagai raja menggantikan Ratu Elizabeth II. Insiden ini terjadi saat acara pengutusan Raja Charles di Oxford pada Minggu, 11 September 2022, waktu setempat.
Gelombang aksi protes terjadi di berbagai wilayah di Inggris menyusul kematian Ratu Elizabeth II. Banyak demonstran ditahan usai menyuarakan pesan-pesan anti-Kerajaan. Seorang perempuan di Edinburgh, misalnya, ditangkap karena mengangkat spanduk bertuliskan “f**k imperialism, abolish monarchy”. Lalu ada lelaki yang ditertibkan gara-gara mempermalukan Pangeran Andrew saat berjalan di dekat peti mati Ratu Elizabeth II.
Videos by VICE
Sementara itu, di London, polisi mengusir warga yang mengangkat spanduk “not my king”. Lelaki yang bernama Paul Powlesland, seorang pengacara, kemudian diancam akan ditangkap apabila membuat tulisan yang sama pada kertas kosong.
Hill, 45 tahun, meminta agar media tidak terlalu memusatkan perhatian pada penangkapannya, mengingat ada banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal serupa tapi kurang mendapat sorotan.
“Saya senang orang-orang tertarik mendengarkan apa yang saya alami. Tapi ini bukan hanya tentangku. Penangkapan ini mempunyai implikasi terhadap kebebasan berekspresi dan kekuatan polisi. Ada banyak lainnya yang ditangkap saat melakukan aksi protes, tapi mereka tidak mendapat sorotan,” katanya saat dihubungi oleh VICE World News.
Hill lalu menjelaskan kronologi penangkapannya. Menurutnya, ia tak sengaja melihat ada acara pengutusan Raja Charles III saat jalan pulang dari gereja. (Banyak acara serupa yang digelar di kota-kota lain selama akhir pekan.)
“Saya memang pernah ikut kampanye isu-isu tertentu. Saya juga menentang sistem monarki. Tapi hari itu, saya tidak bawa spanduk atau lencana apa pun,” terangnya.
“Pada sesi pertama acaranya, mereka mengenang pemimpin yang telah tiada. Saya diam saja karena menghormati kesedihan mereka. Acaranya kemudian dilanjutkan dengan deklarasi Charles sebagai satu-satunya raja yang sah. Saya pun berseru, ‘siapa yang memilihnya?’”
Sebagian besar orang yang menghadiri acara tidak menggubris ucapan Hill, kecuali satu orang yang menyuruhnya diam. Dia lalu mengatakan, Inggris memiliki kepala negara yang dipaksakan.
“Tiba-tiba saja, petugas keamanan mengusirku. Polisi menyeret sambil memborgol tanganku, lalu membawa saya ke mobil,” lanjutnya.
Upacara pemakaman Ratu Elizabeth II, yang digelar di London pada 19 September mendatang, akan menjadi acara pemakaman kenegaraan terbesar di Inggris. Menanggapi serangkaian penangkapan di London, Wakil Asisten Komisaris Polisi Metropolitan Stuart Cundy menegaskan pihaknya tak pernah melarang rakyat untuk menyuarakan aspirasi mereka.
“Rakyat Inggris berhak melakukan protes dan kami telah menjelaskan ini kepada semua petugas yang terlibat,” ujarnya.
Jodie Beck dari organisasi advokasi Liberty mengatakan, “Menyampaikan pendapat atau protes adalah hak rakyat, bukan hadiah dari negara. Demokrasi hanya dapat ditegakkan apabila rakyat bisa memilih apa yang ingin disuarakan, kapan mereka ingin melakukan itu, dan bagaimana mereka menyuarakannya.
“Semua orang berhak membela apa yang mereka yakini tanpa menghadapi risiko kriminalisasi. Sangat mengkhawatirkan melihat polisi menegakkan kekuasaan mereka dengan cara yang berat untuk menekan kebebasan berbicara dan berekspresi.”
Di Inggris, tidak ada undang-undang yang melarang rakyat mengkritik Kerajaan. Penangkapan di Skotlandia dilakukan atas dugaan mengganggu ketertiban, sementara Hill diberi tahu bahwa ia ditangkap karena melanggar Police, Crime, Sentencing and Courts Act, undang-undang baru yang dikhawatirkan akan menekan kebebasan berpendapat. Namun, berdasarkan keterangan Kepolisian Thames Valley yang menahan Hill, lelaki itu menghadapi tuduhan pelanggaran Undang-Undang Ketertiban Umum 1986 sebelum dibebaskan.
“Apa pun pandangan orang tentang masalah ini, terdapat pentingnya proses hukum yang adil. Ini bukan soal polisi secara sewenang-wenang menangkap orang,” tutur Hill. “Ini benar-benar mengkhawatirkan. Situasinya akan berbahaya apabila penangkapan semacam ini menjadi hal yang wajar.”
“Saya khawatir itu akan berdampak mengerikan, dan membuat orang takut untuk menyuarakan pendapat mereka,” imbuhnya.