Seperti Ini Cedera Paling Parah Bisa Dialami Koki Profesional

Hand with a bandage giving the thumbs up in front of a fancy plate.

Menjadi koki tidak gampang. Kalian sudah berkutat di dapur pagi-pagi sekali, dan baru selesai larut malam. Kalian harus terbiasa bekerja di bawah tekanan tinggi, lingkungan panas dan di sekeliling orang-orang yang hobi berteriak. Kalian bahkan mesti berurusan dengan benda tajam dan berbahaya. Dengan demikian, tak heran jika koki sering melukai diri mereka sendiri.

Saya selalu tertarik mendengar kisah para juru masak di belakang restoran mewah, dan penasaran dengan pengalaman buruk yang membuat koki muda terpikir untuk banting setir.

Videos by VICE

Untuk artikel kali ini, saya ingin tahu kecelakaan mengerikan apa saja yang pernah dialami koki profesional selama di dapur.

Koki Sarah Cicolini memotong daging.
Sarah Cicolini dari SantoPalato. Foto milik SantoPalato.

Sarah Cicolini adalah koki dan pemilik restoran SantoPalato di Roma, Italia. Penampilan Sarah tampak seperti perempuan tangguh dengan tato di badannya. Lulusan kedokteran ini sering tak sengaja melukai diri ketika mempersiapkan makanan.

“Ada satu luka yang masih saya ingat sampai sekarang — bekasnya ada di jari manis kiri,” ungkap Sarah. Satu hari sebelum pembukaan SantoPalato, dia mempersiapkan diri dengan melepas tulang dari kaki domba. “Saking bersemangatnya, saya malah mengiris jari. Mata langsung berkunang-kunang.”

Cedera kadang tak terelakkan bahkan ketika kalian tengah melakukan hal sesederhana mungkin. “Saya mengiris daun bawang, hal termudah di dunia,” kenang Sarah. “[Saat itu] saya menjawab seseorang dan mengiris ujung jari. Saya pingsan karena dapurnya panas banget. Bangun-bangun badanku basah kuyup — mereka menyiram air karena kami sedang bertugas.”

Stefano Di Giosia, koki restoran Borgo Spoltino di Italia, berujar kalian akan kebal terhadap rasa sakit setelah terbiasa. Hampir setiap hari tangannya terluka saat memasak. Menurutnya, ini bagaikan patah hati. Pengalaman pertama adalah yang tersakit. “Saya latihan memotong sayuran pada hari pertama masuk sekolah memasak,” tutur Stefano. Dia memotong kentang, tapi akhirnya memotong bagian tengah kukunya. “Kelasnya berakhir sampai di situ saja.”

Dia membeberkan banyak dapur yang tidak mematuhi protokol keselamatan. Mesin pemotong daging dengan kabel terbuka, alat pengiris tanpa pelindung, dan benda tajam lainnya bisa menjadi perangkap juru masak yang lalai. “Kalian harus menyelesaikan tugas tak peduli apa alasannya. Tetap lanjut bahkan saat tangan berdarah sekali pun,” dia melanjutkan dengan agak berlebihan.

Christian dan Manuel Costardi.
Christian dan Manuel Costardi. Foto milik kakak-beradik Costardi.

Christian Costardi menjalani restoran bersama saudara laki-lakinya, Manuel. Tempat makan mereka berlokasi di kota Vercelli, barat laut Italia.

“Saya bekerja di Venesia 15 tahun lalu. Saat itu sudah larut malam […] tapi saya masih harus bikin ravioli,” Christian mengenang. Ravioli bikinan temannya terlalu keras, tapi Christian tetap menggulungnya dengan “mesin pasta”. Mesin ini hanyalah alat tambahan yang dipasang ke penggiling daging. 

“Saya memasukkan pastanya dan mulai menggiling. Dua jariku ternyata ikutan kegiling,” lanjutnya. “Saya hampir pingsan, tapi setidaknya saya naik ambulan yang ada di atas kapal di Venesia.”

Dua jarinya mendapat 30 jahitan, dan ajaibnya tetap utuh.

Manuel baru 18 tahun ketika dia mengalami kecelakaan pertama. Waktu itu, dia membekukan buah beri dengan nitrogen cair untuk dijadikan hidangan penutup. “Dia melahap raspberry beku untuk mencicipinya, dan… buahnya menempel di lidah,” terang Christian.

Setelah sempat panik, teman-temannya mengucurkan air ke lidah Manuel. Buah beku itu terlepas, dan meninggalkan luka bakar dingin yang menyakitkan. Baik Christian dan Manuel sama-sama belajar untuk menguji suhu makanan beku berbahan nitrogen dengan gigi sebelum memasukkannya ke mulut.

Ciro Scamardella.
Ciro Scamardella. Foto milik narasumber.

Suatu hari, Ciro Scamardella tidak bisa konsentrasi karena mobilnya disita polisi.

“Saya mengasah pisau pada alat pengasah,” kata koki muda yang mendapat bintang Michelin. “Tanpa sadar saya juga mengasah ujung jari.”

Pada kesempatan lain, seorang anak magangnya dipuji habis-habisan karena berhasil membuat roti dalam Dutch oven. “Saya menyuruh dia menaruh panci di tempat cuci piring,” Ciro menjelaskan. “Entah apa yang ada di pikirannya, dia mengangkat panci dengan kedua tangan, bukan menenteng pegangan. [Telapak tangannya] terbakar parah.”

Intinya, kalian belum cocok jadi koki kalau masih penakut. Dan tanpa perjuangan keras para koki, kita takkan pernah bisa menikmati makanan yang teramat lezat.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Italy.