Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.
Di Saskatchewan, British Columbia, Kanada, seorang perempuan telah dibunuh. Pihak kepolisian mengira sang suamilah pelaku pembunuhan tiga minggu sebelum jasad istri ditemukan. Namun teman-teman sang suami mengaku melihat istri masih hidup dan sehat, satu minggu sebelum mayat ditemukan.
Videos by VICE
“Lalu siapa yang benar? Apakah istri meninggal tiga minggu yang lalu sesuai dugaan polisi ketika sang suami tidak punya alibi, atau dia meninggal satu minggu yang lalu ketika suami memiliki alibi kuat?” kata Gail Anderson. “Saya tidak tahu-menahu soal ini, saya sedang sibuk mencari petunjuk dari serangga.”
Ditugaskan untuk membantu kasus tersebut adalah Anderson, seorang ahli ilmu serangga (entomologi) forensik yang paham tentang seluk-beluk serangga dan cara mereka menjajah mayat manusia atau binatang yang sedang membusuk. Dari sekitar 100 anggota Asosiasi Entomologi Forensik Amerika Serikat, kebanyakan dari mereka sibuk berkutat dalam bidang akademik atau penelitian, tapi banyak juga yang sering dipanggil sebagai konsultan dalam kasus kriminal guna membantu menyediakan bukti waktu kematian korban dan detil-detil lainnya dalam kasus pembunuhan. Tidak seperti manusia, Anderson mengatakan bahwa serangga tidak pernah berbohong.
“Ada banyak kasus dimana saksi mata mengatakan mereka melihat kasus kematian terjadi di tanggal tertentu, tapi kemudian saksi mata lainnya mengaku melihat korban masih hidup dan asik berbelanja di mall,” jelas Anderson. “Pihak juri harus memutuskan siapa yang mereka percaya. Sistem juri di pengadilan itu sangat subyektif. Sulit untuk tahu apakah seseorang sedang berbohong atau tidak. Manusia itu terlalu sering bohong. Kami, entimologis selalu menyediakan bukti obyektif. Saya tidak bisa tahu siapa yang sedang berbohong atau tidak, tapi saya bisa menyediakan informasi berdasarkan kegiatan serangga.”
Di tubuh mayat perempuan di Saskatchewan, ditemukan serangga yang paling tidak sudah tiga minggu umurnya. Angka ini diraih berdasarkan tahap pengembangan serangga itu sendiri. Analisa ini diberikan ke pihak polisi dan mereka menginterogasi ulang teman-teman sang suami. Kali ini ketika mereka mengaku melihat istri masih hidup seminggu sebelum mayat ditemukan, pihak polisi menolak pengakuan mereka.
“Pihak polisi membanting hasil laporan saya di atas meja dan mengatakan ke para saksi bahwa mereka memiliki bukti ilmiah yang menunjukkan para saksi berbohong soal waktu kematian korban,” jelas Anderson. “Para saksi bahkan tidak membaca laporan saya, tapi begitu mereka tahu polisi memiliki bukti ilmiah, mereka langsung mundur ‘Ya, ok, mungkin kami melihat korban tiga minggu yang lalu, gak inget nih.’ Begitu tersangka tahu para saksinya tidak lagi bisa diandalkan, dia mencoba mendapatkan hukuman yang lebih ringan dengan cara mengakui pembunuhan tingkat dua—kasus ini bahkan tidak pernah dibawa ke pengadilan.”
“Saya tidak tahu siapa yang berkata jujur, tapi setidaknya saya bisa menjelaskan soal lalat kepadamu.”
Lalat hijau dan lalat bangkai merupakan dua jenis lalat yang tertarik oleh bau luka atau mayat. Lalat hijau biasanya menghampiri mayat terlebih dahulu, sebelum lalat bangkai mengikuti jejak. Begitu mayat digunakan sebagai sumber makanan, lalat akan menetaskan telur atau larva kedalamnya. Dalam waktu 24 jam, telur akan pecah dan melahirkan belatung tahap awal.
Lalat hijau adalah serangga yang kecil, dan telur mereka tidak lebih besar dari butiran beras. Ketika telur menetas, belatung akan masuk ke dalam tubuh mayat, dan manusia pada umumnya tidak menyadari proses ini. Tapi jangan salah, belatung-belatung ini banyak sekali makannya. Mereka makan 24 jam sehari dan tubuh mereka bisa berkembang 300-400 kali lebih besar ketika mereka mencapai tahap terakhir pengembangan (mirip seperti kepompong sebelum menjadi kupu-kupu). Lalat bangkai berukuran lebih besar, jadi tidak heran bahwa belatung mereka juga lebih besar. Belatung sepanjang satu inci ini biasanya bisa terlihat masuk keluar tubuh mayat. Belatung ini akan menjadi kepompong dan bertransformasi menjadi lalat dewasa. Proses ini akan terus terulang sebelum mayat benar-benar membusuk total.
“Kebanyakan orang takut atau jijik terhadap serangga, jadi ketika anda menjelaskan proses serangga mengkonsumsi tubuh manusia bisa dijadikan sebagai sumber informasi, orang-orang menganggap itu hal yang menarik namun juga aneh,” jelas Dave Rivers, entomologis forensik di Loyola University Maryland, satu-satunya kelas di negara bagian Maryland yang menganjarkan topik tersebut.
Biarpun baru digunakan dalam sistem judisial AS dalam 20 tahun terakhir, entomologi forensik bukanlah bidang baru. Keberadaan teknik ini telah didokumentasikan sejak Abad 10. Contohnya, dalam sebuah manual kepelatihan investigasi kasus kematian di Cina pada tahun 1235, dijelaskan bagaimana lalat hijau yang ditemukan di arit memaksa tersangka mengakui bahwa dia telah membunuh seorang buruh tani lainnya menggunakan arit tersebut.
Dari abad 13 hingga 19, ahli biologi merekam tahap perkembangan lalat, diklasifikasikan berdasarkan jenis telur dan periode pengembangan. Ternyata informasi ini berguna membantu penyelesaian beberapa kasus kriminal. Misalnya di Prancis di 1850 ketika bayi baru lahir dibunuh dan ditemukan disembunyikan dalam cerobong asap. Marcel Bergeret, seorang doktor dan ahli hewan menemukan larva lalat dan ngengat segar dan menyimpulkan bahwa mayat telah disimpan dalam cerobong asap semenjak 1848. Perhitungan waktu ini membebaskan penghuni rumah di tahun 1849 dan menegaskan bahwa pelaku adalah penghuni rumah di tahun 1848.
Di 1935, organ tubuh perempuan ditemukan mengambang di sungai dekat Edinburgh, Skotlandia. Setelah diidentifikasi, investigator menemukan larva lalat hijau dalam tahap ketiga pengembangan dalam mayat, menandakan telur lalat sudah ada sebelum mayat dilempar ke sungai. Berdasarkan estimasi waktu tersebut, bersama sekian bukti lain, akhirnya mengarahkan polisi ke suami sebagai pelaku.
Mayat, entah disembunyikan dalam cerobong asap atau dilempar ke sungai, akan selalu ditemukan oleh serangga. Di masa kini, mayat di dalam mobil mewah atau dalam apartemen terkunci tetap akan ditemukan oleh lalat. “Serangga sangat getol mencari makanan,” jelas Rivers. “Ketika seseorang melakukan pembunuhan, mereka berusaha menutupi jejak dengan cara meninggalkan mayat di dalam ruangan, menguburnya, menyimpannya dalam kontainer, membungkusnya, melemparnya ke sungai, namun semua ini tidak bisa mencegah serangga menemukan mayat-mayat tersebut.”
Polisi menemukan fakta telur lalat sudah ada sebelum mayat dilempar ke sungai. Berdasarkan estimasi waktu tersebut, bersama sekian bukti lain, akhirnya mengarahkan polisi ke suami sebagai pelaku.
Mengingat belatung dilahirkan dalam sisa-sisa organ manusia dan tumbuh didalamnya, mereka menawarkan estimasi waktu yang menarik untuk mengukur mayat. “Kini, tahap perkembangan lalat berhubungan langsung dengan mayat,” kata Rivers. Data ini membantu menjawab pertanyaan yang paling sering ditanyakan pakar entomologis forensik: Berapa lama waktu kematian seseorang?
Cara paling mendasar buat menjawab pertanyaan ini adalah dengan mengidentifikasi jenis serangga dan seberapa jauh tahap kehidupannya sudah ditempuh. Tahap perkembangan serangga tergantung dari banyak faktor seperti temperatur dan iklim, dan tentunya berbeda untuk setiap spesies, berdasarkan keterangan Eric Benbow, entomologis forensik dari Michigan State University. Benhow meraih gelar PhD mempelajari tahap kehidupan serangga di Hawaii dan bagaimana kelembapan udara, embun dan temperatur mempengaruhi kecepatan proses pertumbuhan mereka.
Saat seorang entomologis forensik tiba di TKP pembunuhan, mereka akan merekam temperatur, melihat proses perubahannya dalam sebulan terakhir dan menghitung rata-rata temperatur harian. Membandingkan proses perkembangan spesies serangga dengan temperatur akan memberikan entomologis informasi akurat berapa lama serangga sudah berada dalam tubuh mayat. Sampel dari larva akan dibawa ke laboratorium, setengah dibekukan sebagai barang bukti dan setengah lainnya dikembang biakkan hingga menjadi lalat dewasa agar jenis spesies bisa didapatkan.
Jarang sekali hanya ada satu jenis serangga dalam mayat. Seiring tubuh membusuk, terjadi perubahan biologis. Setiap perubahan ini kerap menarik beberapa kelompok serangga yang berbeda. Ada serangga yang datang ketika mayat masih baru, ada yang datang ketika sudah sedikit berumur dan kering. Ada juga yang datang ketika tinggal tersisa tulang dan kulit.
Entomologis forensik tidak hanya bertugas menghitung umur satu jenis lalat, tapi semua jenis serangga yang hadir, dan memperkirakan waktu kedatangan mereka. “Ini juga tergantung lokasi mayatnya, apakah di Frankfurt, atau di Australia,” jelas Anderson. “Perhitungannya akan berbeda apabila mayat ditemukan di bawah sinar matahari atau di bawah rindang pohon. Musim semi, musim panas, musim gugur, semuanya akan mempengaruhi jenis serangga yang akan datang dan waktu kedatangan mereka.”
Ribet kan? Inilah kenapa dibutuhkan ahli untuk mengambil bukti dari kasus pembunuhan yang brutal. Kadang bahkan bukti yang ditinggalkan oleh serangga yang sudah pergi—seremeh sisa bungkus kepompong—bisa sangat berguna.
Kadang bukti yang didapat dari serangga bisa mengubah arah investigasi. Dalam sebuah kasus Rivers, sebuah mayat ditemukan di daerah hutan di Minneapolis. Banyak serangga ditemukan dalam tubuh, dan mereka sudah mencapai tahap perkembangan yang menarik tawon. Ketika Rivers melihat tawon, ternyata tahap perkembangan mereka tidak sesuai dengan musim atau temperatur. Dia menyimpulkan bahwa mayat tersebut mayat tersebut sebelumnya berada di lokasi yang berbeda, kemungkinan di dalam ruangan, atau dari daerah yang sama sekali berbeda. Ketika spesies lalat diperiksa, dia menemukan bahwa lalat tersebut biasanya terdapat di bagian barat daya AS, dan bukan Minnesota.
Ketika detail kasus diumumkan, laporannya membantu menyediakan bukti ilmiah untuk menahan sang pelaku yang membunuh korban di Texas, menaruh mayat di bak truk, dan membawanya ke Minneapolis untuk dibuang. Apabila mayat dipindahkan, serangga akan menjelaskan segalanya. “Tidak perlu seekstrem itu sebetulnya,” kata Rivers. “Misalnya saya di Maryland, begitu anda pergi ke daerah timur atau barat negara bagian tersebut, spesies serangga akan berubah secara dramatis.”
Mengingat belatung mengkonsumsi mayat, mereka juga kadang memberikan informasi berharga seputar DNA korban dalam kasus dimana tubuh korban sudah hancur atau hilang. Rivers mengatakan belatung bisa digunakan untuk menguji apabila mayat mengkonsumsi narkoba atau diracuni. Di Baltimore, polisi menemukan mayat yang sudah sangat membusuk dan kesulitan menemukan informasi apapun. Setelah menguji belatung mayat, mereka menemukan bahwa korban mengkonsumsi obat anti-psikotik berdosis tinggi dan mulai merancang kasus tersebut.
Belatung juga dapat mengkonsumsi residu tembakan pistol—memberikan investigator kesempatan untuk mendapat bukti tembakan senjata ketika melibatkan mayat yang sudah terlalu busuk untuk diperiksa. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa residu bomb juga bisa diidentifikasi dari tubuh belatung, dan bahkan bisa digunakan untuk menjelaskan tipe bom yang digunakan—membantu investigator menemukan organisasi pelaku. Kutu dalam tubuh korban juga bisa digunakan untuk membuktikan, via DNA dari darah mereka, bahwa tersangka berada dalam lokasi tertentu.
Tidak lama lagi, entomologis forensik mungkin akan dapat menentukan umur belatung dengan lebih akurat, menggunakan ekspresi gen. Beberapa gen di beberapa spesies akan diaktifkan dan dinonaktifkan, dalam keadaan tertentu, dan Benbow berharap mereka bisa melihat gen-gen ini dan mendapatkan umur belatung secara akurat. Untuk menentukan apabila mayat telah dipindahkan, entomologis forensik akan mulai menggunakan metode populasi genetik untuk menentukan—bahkan serangga dalam spesies yang sama—apabila serangga tersebut datang dari daerah lain.
Benbow sedang meneliti mikroba yang dibawa serangga-serangga. Ketika tubuh mayat membusuk, mikroba yang dibawa serangga dalam 24 jam pertama akan sangat berbeda dengan 72 jam setelahnya. Memahami perbedaan komunitas mikroba dan hubungannya dengan serangga pembawa dapat memberikan informasi yang bahkan lebih akurat tentang waktu kematian dan waktu kedatangan serangga. “Semua ini tidak akan menyelesaikan kasus begitu saja, tapi dapat memberikan petunjuk bagi investigator untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tadinya tidak bisa ditanyakan,” kata Benbow.
Kita sekarang bisa mengidentifikasi residu bom memakai belatung.
Biarpun serangga dapat membantu investigasi kasus kejahatan, Rivers mendedikasikan sebagian besar penelitiannya memahami perilaku lalat. Karena tanpa itu, dia khawatir lalat justru bisa memperkeruh proses investigasi. “Kualitas yang membuat serangga berguna untuk estimasi waktu kedatangan—bahwa mereka mengkonsumsi mayat—sesungguhnya juga dianggap sebagai masalah,” katanya.
Lalat itu makannya serampangan. Rivers menyebutnya “berantakan.” Ketika makan, mereka mengkonsumsi sebanyak mungkin cairan, tapi tidak langsung diproses. Cairan ini masuk ke dalam sebuah kantong di luar perut, dan enzim di dalamnya mulai menghancurkan makanan. Namun mereka memiliki kecenderungan untuk memuntahkan darah dan campuran enzim dalam bentuk gelembung.
“Lalat sering menciptakan gelembung yang dicampur dengan enzim, kemudian ketika gelembung itu jatuh, terlihat seperti darah—karena ya itu yang mereka makan,” jelas Rivers. “Masalahnya darah tersebut terlihat seperti jenis darah yang diasosiasikan dengan trauma kekerasan atau tembakan senjata.”
Bentuk dan ukuran darah membantu tim forensik menentukan kejadian yang menimbulkan kematian. Apabila investigator menguji muntahan lalat untuk melihat apakah itu darah manusia, hasilnya pasti positif. Rivers mengatakan bahwa tes paling mutakhir sekalipun belum bisa membedakan darah manusia hasil muntahan lalat atau bukan. Akhirnya para ahli hanya bisa menentukan ini berdasarkan bentuk butiran darah.
Ketika lalat dewasa pertama kali mendarat di genangan darah, mereka berjalan diatas darah, dan merubah bentuknya. Lalat yang memiliki jejak kaki kecil, menambahkan gumpalan ke genangan dan membuat genangan terlihat seperti hasil percikan besar. Mereka juga kerap memindahkan darah ke area yang tidak ada hubungannya dengan kasus kriminal. Mengingat lalat juga tertarik dengan sumber cahaya, mereka kerap meninggalkan jejak darah atau muntahan di lampu atau jendela, menciptakan persepsi yang terdistorsi di lokasi kejadian.
Laboratorium Rivers saat ini tengah mengembangkan tes antibodi yang bisa mengenali protein unik dalam muntahan dan tai lalat yang tidak akan muncul dalam darah manusia atau cairan lainnya. Diharapkan ini dapat membantu investigator membedakan kedua hal tersebut dan menggunakannya sebagai bukti dalam pengadilan.
Persoalannya, lalat adalah mahluk rakus. Mereka sangat mungkin membawa darah tapi tak berada di TKP saat terjadi pembunuhan.
Michelle Sanford, satu-satunya entomologis forensik full-time di kantor medis Harris County Institute of Forensic Sciences di Houston menyambut ide untuk menguji residu lalat. Dia mengatakan bahwa enomologi forensik di ranah akademis bisa berfokus di hipotesis dan metode baru, tapi dalam hal penyelesaian kasus kriminal, ketidakpastian bukanlah sesuatu yang didambakan.
Selama empat tahun menjabat, dia berhasil menyamakan percikan darah di mayat dengan estimasi waktu kematian, untuk menemukan apabila seseorang meninggal akibat cedera yang bersifat traumatis ketika mayatnya sudah terlalu busuk untuk diperiksa. Biasanya belatung akan masuk ke dalam luka-luka terlebih dahulu, jadi ketika dia melihat kumpulan belatung di satu anggota tubuh yang lebih tua dari yang lain, dia bisa yakin bahwa ada trauma yang terjadi.
Di salah satu kasus yang dia temui, dua orang ditemukan meninggal dan membusuk di dalam sebuah apartemen. Keduanya sudah cukup berumur dan memiliki masalah medis. Apa sebetulnya yang terjadi? Sanford menggunakan umur serangga, dan identifikasi spesies di kedua mayat dan menemukan bahwa salah satu dari mereka—yang diduga sebagai perawat korban satunya—meninggal terlebih dahulu. Korban kedua meninggal kemungkinan karena tidak dirawat. Sanford bisa menyimpulkan ini hanya dalam waktu tiga hingga empat hari dari perbedaan waktu serangga masuk ke dalam luka.
“Memiliki entomologis forensik di kantor penyidik itu sangat menguntungkan, saya berharap kantor-kantor lain mulai melakukan hal yang sama,” jelas Sanford. Kini kehidupannya sehari-hari jauh berbeda dengan bayangannya semasa kuliah dulu. Sanford, sama seperti kebanyakan entomologis forensik, dilatih sebagai ahli biologi. Kini dia justru hobi menyambangi ruang autopsi, lokasi kejahatan, tumpukan mayat dan kuburan.
Jeff Tomberlin, dari Texas A&M University merupakan salah satu entomologis forensik AS tersibuk—mendapat sekitar satu lusin kasus per tahun. Total dia pernah menangani 120 kasus kejahatan. Dia besar di keluarga peternakan di Georgia, dan terbiasa menangani binatang peternakan. Dia mengaku ini menyiapkan dia untuk profesi barunya.
“Saya sudah sering melihat proses lingkaran kehidupan,” jelasnya, “dari binatang dilahirkan, kemudian dibantai, dan dimakan. Dalam profesi saya, ketika seseorang atau binatang meninggal, apa iya mereka benar-benar meninggal? Sesungguhnya mereka masih hidup dalam artian yang berbeda. Nah, hal inilah yang kami teliti.”
Entomologis forensik merupakan ahli peneliti kehidupan dalam mayat yang sudah mati. Biarpun tidak ada yang suka mendengar serangga menggerogoti mayat orang kesayangan, mereka bisa menawarkan perspektif baru tidak hanya dalam hal kehidupan serangga, tapi juga manusia.
“Ini fenomena yang aneh bahkan bagi seorang ahli biologi,” kata Benbow. “Setidaknya melalui setiap kematian, kehidupan baru akan muncul.”
More
From VICE
-
JLab Pop Party – Credit: JLab -
Screenshot: Focus Entertainment -
iFFALCON -
Kittisak Kaewchalun/Getty Images