Setelah santer rencana kajian soal haram-halalnya Netflix oleh Majelis Ulama Indonesia, sementarapengharaman game PUBG sudah dilakukan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, kini giliran rokok elektronik alias vape yang dapat giliran diperangi Muhammadiyah. Tiga hal itu adalah favorit anak-anak muda di Indonesia. Sepanjang bulan pertama 2020, bisa dibilang Indonesia memasuki musim haram-mengharamkan.
Tercatat disepakati sejak 14 Januari 2020, fatwa haram vape diumumkan pada acara Silaturahmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang diadakan di kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Yogyakarta, hari ini (24/1). Larangan itu tertuang dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah No. 01/PER/L1/E/2020 tentang hukum konsumsi rokok elektronik.
Videos by VICE
“Rokok elektronik hukumnya haram sebagaimana rokok konvensional karena termasuk kategori perbuatan konsumsi yang khaba’is atau merusak atau membahayakan,” ujar Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Wawan Gunawan Abdul Wachid dilansir Antaranews.
Menurut pemaparan Wawan, selain karena merusak kesehatan, fatwa haram nge-vape disepakati karena dianggap tidak lebih dari perbuatan pemborosan, adiktif, dan bertentangan dengan prinsip kesempurnaan Islam, iman, dan ihsan.
Fatwa ini adalah tindak lanjut dari fatwa haram merokok konvensional yang sudah lebih dulu dipublikasikan Muhammadiyah pada 2010. Alasannya kurang lebih sama: mubazir dan enggak sehat. Sebelumnya, pada 2005 Muhammadiyah hanya memperlakukan merokok sebagai kegiatan yang mubah (mau dilakukan atau tidak, tak ada ganjaran pahala maupun dosa).
“Merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadits Nabi yang menyatakan tidak boleh ada perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain. Karena jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang di sekitarnya, Muhammadiyah memandang merokok merupakan pembelanjaan uang yang mubazir atau pemborosan yang dilarang dalam Al-Quran Surat Al-Isra ayat 26 dan 27,” ungkap Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas kepada Merdeka.
Berbekal fatwa-fatwa ini, PP Muhammadiyah punya cita-cita agar pemerintah mau mendengarkan dan membuat kebijakan pelarangan peredaran rokok elektronik dan rokok konvensional. Wawan juga kemudian mengkritik pemerintah karena iklan rokok yang dianggapnya menyesatkan malah masih dibiarkan hadir di mana-mana.
Sayang, ada berita buruk buat kawan-kawan Muhammadiyah. Kayaknya saat ini lagi agak susah mendorong pemerintah buat ngedengerin fatwa haram rokok elektronik. Soalnya semakin ke sini, pemerintah semakin terlihat niat cari uang lebih banyak dari cukai vape. Misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019, per Januari 2020 cukai cairan vape akan naik 25 persen dari harga yang saat ini berlaku. Untuk informasi, sekarang saja tarif cukai cairan sudah sebesar 57 persen dari harga jual.
“Kalau rokok konvensional dinaikkan, ini juga akan mengikuti. Saya rasa pemberlakuannya paralel di 1 Januari 2020,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi. Kenaikan ini diperkirakan membuat harga eceran cairan dan alat lain pendukung rokok elektronik akan meningkat 35 persen.
Penghasilan pemerintah dari pajak vape juga enggak main-main. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Gresik mencatat sepanjang semester 1-2019 saja, jumlah kontribusi pajak dari cairan vape di Gresik sudah mencapai Rp12,1 miliar. Kepala Bea Cukai Gresik Bier Budi Kismulyanto juga terlihat senang dengan bisnis vape yang berkontribusi banyak untuk kas daerahnya.
“Sejauh ini pajak vape mendapat respons positif dari pengguna di Gresik. Mereka justru beranggapan, penerapan cukai itu bisa membuat pemakaian likuid vape aman,” ujar Bier kepada Antaranews.
Perjuangan Muhammadiyah akan lebih berat lagi kalau liat apa yang udah dikasih rokok konvensional untuk keuangan negara ini. Sepanjang 2018 misalnya, rokok bertengger kokoh di ranking pertama pada peringkat penyumbang cukai ke negara.
“[Penghasilan dari] cukai itu mencapai Rp159,7 triliun, yang terdiri dari cukai rokok Rp153 triliun, minuman beralkohol Rp6,4 triliun, etil alkohol Rp0,1 triliun, serta cukai lainnya Rp0,1 triliun,” kata Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi kepada Kompas.
Wah, rupanya 95 persen penerimaan cukai negara berasal dari industri rokok. Kalau gini sih saya cuma bisa bilang: Sabar ya, Muhammadiyah, jangan kendur dan tetaplah konsisten melawan industri rokok.