“Hanya tiga menit, tapi rasanya lama sekali,” ujar fotografer Sian Davey.
Sian memotret proses kelahiran Alice, yang sempat terjadi komplikasi. “Alice tidak bernapas selama tiga menit setelah dia dilahirkan,” kata Davey. “Saya berdoa agar dia baik-baik saja. Kami menunggunya bernapas untuk pertama kali. Tim medis berusaha sekeras mungkin agar dia tetap hidup.”
Videos by VICE
Ellen, 37, telah mengalami keguguran dua kali sebelum dia melahirkan Alice. “Tubuhnya membiru dan dia tidak bernapas sama sekali. Mereka membawanya ke ujung ruangan untuk menyadarkannya. Warna tubuhnya kembali normal dan dia akhirnya menangis dan bernapas,” katanya kepada Davey.
Davey has been joined by female photographers Dana Popa, Hanna Adcock, Carlota Guerrero, Bieke Depoorter and Diàna Markosian to create a major new series exploring the experience of giving birth for women across the span of the world, from suburban London to the rural outposts in Nepal, Kenya, Romania, and Guatemala.
Ellen melahirkan Alice di sebuah rumah sakit NHS di London Selatan, yang dilengkapi peralatan canggih dan tim medis yang sudah sangat terlatih.
Namun, bagaimana rasanya bagi para ibu yang tidak melahirkan di rumah sakit ternama, tanpa bantuan tim medis profesional dan peralatan steril, serta keterbatasan air bersih?
Davey, bersama rekan fotografer perempuannya, Dana Popa, Hanna Adcock, Carlota Guerrero, Bieke Depoorter, dan Diàna Markosian, memutuskan membuat seri fotografi baru yang menjelajah proses melahirkan bagi wanita di dunia, mulai dari pinggiran kota London hingga pelosok pedesaan di Nepal, Kenya, Rumania, dan Guatemala.
It’s impossible not to dwell on the mesmeric disparity between a mother from one country and a mother from another. “I had prepared myself in a small way, in that I managed to save about 200 or 500 shillings, says Nelly, 25, of Bungoma County, Western Kenya, before she gave birth to her third child. (Save the Children has chosen to withhold the last names of photographic subjects.) That translates to roughly $4.90. Nelly spent 12 hours in labor—the photographer Bieke Depoorter captures her driven to the hospital on a motorbike, bumping over dirt roads as the contractions started.
Proyek ini dinamakan Universal Motherhood, dan didanai oleh organisasi amal di London, Save the Children, yang bekerja sama dengan GSK, dan diluncurkan di Noho Studios – Oxford Circus pada Hari Ibu. Dalam pameran tersebut juga ada instalasi yang menyajikan data aktual terperinci tentang angka kematian bayi di seluruh dunia. Statistik menunjukkan bahwa kondisi wanita di dunia sangat buruk.
Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara menyumbang 77 persen dari kematian bayi baru lahir. Lebih dari 99 persen kematian ibu terjadi di negara berkembang. Menurut data World Health Organization, 30 juta wanita melahirkan tanpa bantuan tenaga medis terlatih pada 2016. UNICEF melaporkan bahwa 2,6 juta ibu kehilangan bayinya saat lahir pada 2017.
Sulit untuk membayangkan sebesar apa perbedaan yang dialami ibu di satu negara dan negara lain. “Saya sudah mempersiapkan diri untuk melahirkan. Saya mengumpulkan uang sekitar 200 atau 500 shilling,” kata Nelly, 25, Bungoma County – Kenya Barat, sebelum dia melahirkan anak ketiganya. (Save the Children memutuskan untuk merahasiakan nama keluarga para wanita yang difoto.)
Itu berarti dia mengumpulkan sekitar $4,90 atau Rp67 ribu. Proses melahirkannya menghabiskan waktu 12 jam — fotografer Bieke Depoorter sempat memotret saat Nelly dibawa ke rumah sakit dengan sepeda motor yang menghalau jalan berdebu ketika dia mulai mengalami kontraksi.
Fotografer asal Armenia-Amerika, Diàna Markosian, memotret Choti, wanita Muslim Nepal berusia 25, yang tinggal di sebuah desa di Banke District, Nepal, bersama kedua anak, suami, dan keluarga besarnya.
“Hidup saya jauh lebih baik sebelum punya anak. Saya bisa melakukan apapun yang saya inginkan. Saya bisa sering bersantai, tidak perlu terburu-buru melakukan sesuatu,” katanya. Choti melahirkan dengan lancar tanpa kesakitan. Dia juga pulang ke rumah di hari yang sama. Choti menganggap bahwa saat melahirkan, “kamu memang harus merasakan sakit dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Kamu harus berjuang sendiri.”
Yang paling menonjol dari kisah-kisah ini adalah selalu ada momen emosional pada setiap ibu yang akan melahirkan. Dari semua kisah yang diceritakan, apa pun kondisi mereka saat itu, mereka merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan dan mengurus bayi yang baru mereka lahirkan. Inilah yang membuat para ibu merasa saling terhubung satu sama lain.
Artikel ini pertama kali tayang di Broadly