Stream of the Crop: 6 Album Baru Layak Putar Minggu Ini

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey.

Awal minggu adalah waktu yang tepat memburu musik-musik baru. Sayangnya, kita kadang kebingungan mulai dari mana. Karena itulah, tiap minggu tim redaksi Noisey menyusun daftar album, mixtape, atau EP yang bisa kamu putar seminggu penuh. Kalian juga bisa mencoba lagunya langsung lewat pemutar streaming di artikel ini. Kami sadar rekomendasi tersebut tidak mungkin bisa komprehensif menggambarkan yang sedang seru dari kancah musik. Setidaknya kami berharap usulan kami membantu kalian menemukan musik-musik baru yang menghibur. Jadi, silakan membaca daftarnya!

Videos by VICE

Courtney Barnett & Kurt Vile: Lotta Sea Lice

Lotta Sea Lice[…] adalah sebuah album yang se-low-key karya-karya pembuatnya dan cerita di balik pembuatannya. Dalam album kolaborasi ini, Vile dan Barnett beberapa kali menggubah nomor-nomor yang lepas dari koridor-koridor musik mereka namun tetap terkesan ringan. Vile melakukannya dalam “Over Everything” yang sepenunya membahas tentang memakai earplug saat dirinya menua. Meski dalam versi band lengkap dan dengan pulasan di sana ini, lagu ini tetap rerasa ringan, mengalun lewat headphone, atau malah sepasang speaker besar dekat jendela di hari-hari ketika angin sedang sejuk-sejuknya. Di album ini, gitar-gitar akustik digenjreng dengan malasan-malasan mengiring suara Vile dan Barnett berbisik di kuping kita.—Coin Joyce

St Vincent: MASSEDUCTION

Album ke-5 Annie Clark dalam bendera St Vincent kali ini diproduksi Jack Antonoff, yang sebelumnya pernah menggarap album bareng Lorde dan Taylor Swift. Namun, keunikan musik St Vincent masih terasa lebih kuat dari sentuhan uber retro Antonoff. Hal ini paling kentara di single perdana MASSEDUCTION New York,” lagu ballad piano yang sedap dengan pengucapan kata “motherfucker” yang begitu khas. Clark pun menggeram dan menggelegak dalam “Los Ageless.” yang menarik, Clark mempromosikan album ini dengan serangkaian wawancara palsu yang sinis dan kikuk. Segera dengarkan album MASSEDUCTION sebelum semua orang memasukkan album ini dalam list akhir tahun mereka. —Alex Robert Ross

King Krule: The Ooz

King Krule, julukan bagi musisi muda Inggris yang sensasional Archy Ivan Marshall. Tak ada yang bisa menggambarkan Marshall kecuali dirinya sendiri. Akan tetapi, kalau kita menyimak karyanya sebagai King Krule (atau karya-karya yang dirilis di bawah nama aslinya di album A New Place 2 Drown), kamu bisa menemukan lanskap yang sangat spesifik: gambaran jiwa yang melayang menuju titik di kejauhan, horizon-horizon kelabu, perjalan antar bintang yang ditempuh mereka yang susah move on dari bumi. Sureal banget. Lirik Archy menangkap suasana lanskap yang kental kotoran dan penyesalan, namun juga punya seberkas harapan, yang terus muncul jika kita menyelami karya-karyanya lewat moniker King Krule. Setidaknya, itu yang saya rasakan saat menyusun kembali tema-tema pilihan Marshall dalam dua album terakhirnya, termasuk the Ooz, merenungkan apa yang membuat anak muda asal London ini jauh meninggalkan seniman-seniman seusianya. —Ryan Bassil

Beck: Colors

Colors, album ketiga belas musisi indie legendaris Beck, seharusnya bisa dirilis lebih cepat. Beck mulai mulai masuk studio menggarap album ini bersama produser Greg Kurstin (Adele, Foo Fighters, Kelly Clarkson) sejak 2013. Sayang, proses rekaman tersendat-sendat lantaran jadwal tour Beck. Molor makin parah karena, ini sih tebakan kami, Beck memang sangat perfeksionis. Album ini dipromosikan dengan sebuah single pop kental dengan pengaruh era akhir The Beatles “Dear Life” dan berita bahwa Beck ternyata berteman dengan, ehm, MC Hammer. —Alex Robert Ross

A Savage: Thawing Dawn

Meski Savage dikenal sebagai proyek solo frontman Parquet Courts Andrew Savege (yang berbagi tugas menyanyi dengan Austin Brown) yang menampung lagu-lagu panik penuh lirik tentang patah hari, kesepuluh lagi dalam Thawing Dawn ditulis saat Savage jatuh cinta. Hasilnya. Album direkam di Thump studio (milik anggota band folk Woods, Jarvis Taveniere) di Brooklyn menggambarkan dan menyelami sisi-sisi misterius dari cinta dan membuktikan jika Savage adalah vokalis sensitif yang piawai.—Tim Scott

King Khan: Murderburgers

Arish Ahmad Khan, lebih dikenal sebagai King Khan, menghabiskan karirnya selama dua dekade merilis bermacam garage punk aneh melalui berbagai kolaborasi. Dia memulainya dari The Spaceshits, yang dibentuk akhir dekade ’90an di Montreal. Setelah itu, Khan mengajak Mark Sultan membentuk The King Khan & BBQ Show; Khan kemudian menggagas King Khan and the Shrines, sebelum menggabungkan bandnya dengan band garage The Black Lips. Gabungan dua band itu, The Almighty Defenders, menghasilkan satu album pada 2009. Pernah tersiar kabar juga Khan bakal mengarap satu album penuh dengan mantan angggota Wu Tang Clan, GZA atau meremake album 36 Chambers dengan sensibilitas garage Khan. Sayangnya, semua cuma berakhir sebagai rumor belaka. Murderburgers bisa dianggap sebagai album solo pertama Khan. album ini direkam bersama The Gris Gris dan diproduseri Greg Ashley di Creamery Studio, Brooklyn, NY. —Alex Robert Ross

Follow Noisey di Twitter.