Tahun lalu, Rammah al-Misraa ketularan kolera saat mengobati pasien. Mahasiswa keperawatan di Sana’a mengira ini adalah krisis terburuk yang pernah dialami Yaman. Namun, nyatanya tidak. Lelaki 27 tahun itu kini harus berjuang di garis depan bersama ratusan tenaga medis lainnya untuk melawan COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan virus corona jenis baru telah menjangkit setengah populasi negara, menjadi pukulan keras bagi sistem kesehatan Yaman yang jauh dari kata layak. Lebih dari setengah rumah sakit di sana sudah tidak beroperasi. Menurut WHO, negara ini hanya memiliki 1.000 ventilator dan ranjang ICU saja.
Videos by VICE
Yaman menghadapi semua ini di tengah perang saudara yang berlangsung hampir enam tahun. Peperangan telah menewaskan lebih dari 100.000 jiwa. Jutaan warga terancam menderita kelaparan.
Pada 2014, kelompok pembangkang Houthi yang didukung Iran menguasai pemerintahan yang lemah dan mengambil alih kota-kota besar di bagian utara. Khawatir dengan pengaruh Iran di Teluk Arab, Arab Saudi berkoalisi dengan negara-negara lain di kawasan itu untuk memerangi pemberontak.
Lebih dari 25 orang terbunuh dalam serangan udara Saudi di Faj Attan, tak jauh dari kediaman Rammah. Akan tetapi, ini tak mengendurkan tekadnya untuk membasmi virus.
“Saya akan tetap keluar rumah dan menyelamatkan nyawa orang banyak bahkan jika penyakit itu menyerang rumahku sekalipun,” Rammah memberi tahu VICE News. “Itu sudah menjadi tanggung jawabku.”
Simak dokumenter VICE soal kondisi krisis kemanusiaan bertubi di Yaman lewat tautan di awal artikel.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE News