Apakah kalian percaya dengan keberadaan teknologi pengendalian pikiran? Sebagian dari pembaca mungkin menganggapnya omong kosong penggemar teori konspirasi.
Realitasnya, kenyataan tak berbeda jauh dengan plot fiksi ilmiah, sekalipun proses ke sana tidak sama. Di banyak negara, segelintir konglomerasi menguasai media massa, membuat upaya penyodoran propaganda lebih mudah dilakukan. Sementara, pemilu di berbagai negara lima tahun terakhir menunjukkan maraknya manipulasi sentimen pemilih lewat berita palsu di medsos.
Videos by VICE
Teknologi pengendalian pikiran awalnya muncul untuk membantu manusia memahami kerja otak. Namun, seiring waktu, berbagai pihak menyalahgunakan teknologi tersebut. Misalnya proyek Dinas Intelijen Amerika (CIA), yang menggelar uji coba proyek MKUltra di masa perang dingin. CIA menyiksa ribuan orang untuk jadi kelinci percobaan manipulasi LSD, sehingga perilaku mereka bisa dikendalikan.
Media sosial, termasuk platform streaming seperti YouTube, juga harus disebut sebagai manipulator emosi manusia paling efektif saat ini di seluruh dunia. Sistem ‘like’ di Facebook, Twitter, atau Instagram adalah contoh nyata aplikasi upaya pengendalian pikiran. Like atau engagement pengguna adalah candu, yang mengubah pola pikir dan kebiasaan banyak orang di medsos.
Kabar baiknya, skenario pengendalian pikiran seperti di film-film fiksi ilmiah memang belum terwujud di masa sekarang. Namun, harus digarisbawahi, ada banyak pemerintah, korporasi, dan ilmuwan tanpa etika terus menguji coba bermacam praktik pengendalian pikiran lewat berbagai cara.
Karena itulah, VICE menyajikan dokumenter anyar dalam seri Complexify, untuk menjelaskan berbagai implikasi konsep abstrak pengendalian pikiran dalam hidup kita sehari-hari. Teknologi pengendalian pikiran tidak seperti yang digambarkan James Bond, tapi dampak dan kecanggihannya mulai melebihi ekspektasi kita selama ini.
Tonton dokumenternya di tautan awal artikel ini.