Kamu ceritanya lagi nginep di rumah teman. Setelah makan malam, kamu ingin membantunya cuci piring. Tangan temanmu mengubek kotak sabun cuci piring di samping wastafel, lalu mengangkat seonggok spons tipis. Setipis kertas. Kayaknya spons bekas deh, batinmu. Temanmu menggosokkan spons kuning kecokelatan ke piring. Dari sela-sela tangannya, kamu melihat bagian penggosok di belakangnya sudah belel dan mencuat ke mana-mana.
Sekarang giliran kamu yang cuci piring. Dugaanmu ternyata benar. Sponsnya agak berminyak dan mengeluarkan bau tak sedap. Kamu berusaha sekeras mungkin menahan perasaan ingin meninggalkan piring yang sedang dicuci. Setelah piringnya bersih, kamu buru-buru mengembalikan spons jorok ke dalam kotak dan membasuh tangan dengan air sebanyak mungkin. Eh, temanmu malah mengambil sponsnya lagi dan membersihkan wastafel dengan itu. Kamu bergidik jijik dalam hati. Sebenarnya boleh enggak sih kalau sponsnya enggak pernah diganti?
Videos by VICE
Faktanya: “Spons cuci piring adalah sarang bakteri,” kata Charles Gerba, guru besar mikrobiologi dan ilmu lingkungan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Mel & Enid Zuckerman Universitas Arizona. “Segala jenis bakteri dapat hinggap di sana, khususnya salmonella yang menularkan penyakit melalui makanan.” Waduh, itu berarti spons temanmu lebih kotor dari toilet.
Charles sudah lama mendalami bakteri dalam spons. Pada 2000, dia menguji 100 spons cuci piring lebih di seluruh Amerika. Temuannya menunjukkan 15 persen darinya mengandung salmonella, kandungan tinja, dan bakteri lain. Studi Charles terbitan Mei 2017 menemukan spons dapur juga mengandung bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi silang, termasuk patogen potensial, saat mempersiapkan makanan. Pakar kesehatan menyarankan kita sebaiknya mengganti spons seminggu sekali, atau lebih sering kalau ada orang rumah yang sakit.
Kemungkinan terburuk kalau spons lama enggak kunjung diganti: Penelitian yang diterbitkan dalam Scientific Reports menjelaskan spons bekas dapat menyebarkan penyakit berpotensi patogen yang ditularkan melalui makanan. Spons “mengumpulkan, mengerami, dan menyebarkan bakteri” yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat tangan dan/atau makanan terkontaminasi. Dengan memegang spons, bakteri yang hinggap di sana dapat pindah ke tubuh dan menyebabkan infeksi patogen seperti salmonella. Orang yang terinfeksi berisiko mengalami gejala-gejala seperti diare, menggigil, dehidrasi, kelelahan, dan demam. Memang bisa disembuhkan pakai cairan infus dan antibiotik dalam seminggu, tapi kemungkinan terburuknya mereka bisa meninggal—meski hampir enggak mungkin. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) melaporkan 380 orang Amerika meninggal setiap tahunnya karena keracunan bakteri salmonella.
Bagaimana dengan kontaminasi silang? Talenan yang habis dicuci setelah memotong daging mentah dapat menyebarkan bakteri ke makanan lain. “Ketika kamu membersihkan talenan setelah memotong daging mentah, salmonella akan pindah dan tumbuh di sana. Jadi kalau kamu mengiris sayuran di talenan, bakteri itu menyebar ke sayuran dan tangan,” terang Charles. “Kamu mencemari makanan selagi mempersiapkan makanan lain.” Siap-siap kena diare.
Saran dari pakar buat temanmu: Ganti spons cuci piringnya satu atau dua minggu sekali. “Miliaran bakteri akan hinggap dalam spons setelah 4-5 hari pemakaian,” tutur Charles. Spons lama memang bisa dipanaskan di microwave atau direbus pakai air mendidih, tapi menurut studi Scientific Reports enggak ada gunanya. Bakterinya dapat bertahan di spons bahkan saat disterilkan.
Lebih parahnya lagi, “rutin membersihkan spons” justru bisa meningkatkan jumlah bakteri terkait Moraxella dan Chryseobacterium seperti yang diukur dalam Unit Taksonomi Operasional atau OTU (ukuran keanekaragaman mikroba dalam dataset).
Satu-satunya cara terbaik yaitu rajin mengganti spons atau menggunakan tisu sekalian. “Beberapa bilang enggak ramah lingkungan, tapi lebih baik begitu daripada diare kan?”
Bertanya Buat Teman adalah rubrik khusus VICE untuk menjawab semua pertanyaan teman-teman kalian seputar kesehatan, termasuk yang paling tolol sekalipun.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US