Perempuan dengan hijab biru, cadar, dan gamis hitam itu berjalan dengan tenang melewati pintu 3 Gedung Utama Markas Besar Kepolisian RI pada sore 31 Maret 2021. Dia menenteng stopmap kuning, yang kepada petugas jaga gerbang, diaku sebagai surat untuk Sekretariat Umum Polri.
Pukul 16.35 WIB, perempuan dengan inisial ZA itu sudah masuk halaman Mabes. Tidak ada pemeriksaan tubuh ataupun mesin detektor metal yang harus dia lalui. Tanpa petugas sadari, di balik pakaian tertutup yang dia kenakan, ZA membawa sepucuk senjata api.
Videos by VICE
ZA sempat berputar di sekitar Masjid Polri dan salah satu pos jaga. Salah satu petugas polisi, menurut laporan Tempo.co, menyapanya. Di momen tersebut, perempuan 25 tahun itu mendadak mengeluarkan pistol, menembakkannya kepada beberapa petugas di pos jaga, mengenai lengan salah satu aparat.
Lanjutan peristiwanya kemudian diabadikan rekaman video amatir dan CCTV kepolisian, menyita perhatian seluruh Indonesia. Mabes Polri diserang oleh terduga teroris tunggal, peristiwa yang tak pernah terjadi sebelumnya. ZA meregang nyawa tertembus timah panas aparat yang balas menembaknya.
Juru bicara Mabes Polri, Brigjen Polisi Rusdi Hartono, mengakui ada kelemahan dalam sistem pengawasan gerbang masuk instansinya, sehingga pistol yang dimiliki ZA sampai tidak terdeteksi sejak awal.
“[Pistol] dia masukkan di bagian tubuhnya, entah di pinggang atau di mananya. Itu kenyataan memang lolos dari penjagaan,” kata Rusdi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (1/4).
Merespons insiden ini, petinggi Polri berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan pengunjung instansi kepolisian. Pengetatan penjagaan diberlakukan tak hanya untuk lingkungan Mabes, tapi juga kantor-kantor kepolisian seluruh Indonesia. Petugas jaga pada momen serangan itu juga kini tengah diperiksa. “Apabila ada kelalaian, ada SOP yang dilanggar, tentunya [petugas yang berjaga] akan diberikan tindakan,” imbuh Rusdi.
Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana, menilai lolosnya terduga teroris itu kemungkinan besar dipengaruhi oleh kerikuhan petugas jaga memeriksa pengunjung lawan jenis. Karenanya, dia berharap di obyek vital sekelas Mabes, perlu ada polwan yang siaga di pos gerbang, terutama buat memeriksa sosok perempuan mencurigakan.
“Kejadian di Mabes Polri, di mana pelakunya adalah perempuan, menjadi pembelajaran berharga untuk segera melakukan optimalisasi Polwan dalam pengamanan,” kata Eva, seperti dikutip merdeka.com.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan jajarannya berhasil menemukan keterkaitan antara ZA dengan ideologi khilafah ekstrem yang lazim diajarkan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pelaku diduga kuat beraksi seorang diri saat menerobos Mabes Polri. “Dari hasil profiling, yang bersangkutan adalah tersangka pelaku lone wolf yang berideologi radikal ISIS,” kata Sigit dalam jumpa pers.
ZA berdomisili di Ciracas, Jakarta Timur, adalah mahasiswa DO dengan latar keluarga kelas menengah. Keluarga menolak wawancara media mengenai keterlibatan anak mereka dalam penerobosan Mabes Polri.
Mendiang pelaku sempat meninggalkan surat wasiat pada keluarga. Surat itu berisi pesan pada ibunda untuk mengikhlaskan pelaku mengikuti “jalan rasul”, serta mengingatkan keluarganya agar tidak berurusan dengan perbankan serta jangan sampai menggunakan hak suara dalam pemilu.
Setelah selesai diotopsi di RS Polri, jenazah ZA langsung dimakamkan pada 1 April dini hari di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.