The Brandals Membuka Lagi Garasinya yang Ingar Bingar

Semua foto dari arsip The Brandals

Beberapa tahun terakhir merupakan masa yang sulit bagi The Brandals. Mayoritas anggota The Brandals yang berumur 30-an hingga 40-an awal harus meninggalkan gaya hidup “rock ‘n’ roll” mereka demi kepentingan rumah tangga masing-masing. Mereka sempat mencoba menghidupkan kembali band ini. Namun, usaha ini kandas setelah drummer mereka, Rully Annash, meninggal dunia tahun lalu. Kini, hanya tersisa dua orang anggota pendiri The Brandals : vokalis dan penulis lirik Eka Annash (kakak Rully Annash) dan gitaris Tony Dwi Setiaji.

Untungnya, para garage punkers asal Jakarta ini bukanlah anak kemarin sore dalam hal menghadapi cobaan. Sejak muncul di ranah musik Indonesia awal 2000-an sebagai salah satu band indie “besar” pertama, musik The Brandals selalu menyerukan perjuangan melawan tantangan kehidupan yang sulit. Di awal karir mereka, daya tarik The Brandals merupakan campuran rusuh dari imej urban-chic/pemadat dan aksi panggung mereka yang rusuh. Aksi rusuh ini kerap diwarnai aksi keributan antara The Brandals dengan penonton, perusakan instrumen musik, dan aksi ngoceh sambil mabuk di atas panggung. Cara Eka menggambarkan jiwa kota Jakarta secara detil ditambah dengan lagak The Brandals yang nyolot khas classic punk/garage revival merupakan bentuk penjiwaan karya seni mereka. Hal-hal inilah yang membuat mereka terasa “otentik.”

Videos by VICE

The Brandals tidak pernah hanya sekedar omong kosong belaka. Tidak peduli betapa kerennya mereka, kita selalu bisa merasakan bahwa anggota The Brandals melalui penderitaan hidup yang sama seperti kita. Terkadang, ada kegetiran dalam The Brandals, terkadang mereka penuh gairah, terkadang mereka romantis. Namun yang pasti mereka selalu tulus.

Mungkin ini juga yang membuat The Brandals gagal mencapai kesuksesan yang mereka pantas dapatkan. Di atas kertas, apa yang mereka suarakan dalam karya merekaa seharusnya bisa ditangkap publik arus utama — kepada kumpulan kaum terpinggirkan yang menjadi penggemar band “rakyat” seperti Slank dan Ahmad Dhani. Bedanya, lirik torehan Eka penuh dengan timbunan puisi dan kejujuran tentang keadaan kita. Ini jauh melampaui slogan standar “kami rakyat menderita/pemerintah bangsat,” yang diserukan artis-artis arus utama.

Kini, anggota The Brandals mencoba untuk menghidupkan kembali band mereka — untuk kedua kalinya — dan mulai meramaikan panggung-panggung musik tanah air. Selain Eka dan Tony, line-up The Brandals kini digenapi oleh gitaris PM dan basis Radit Syahramzam — keduanya sudah berteman dekat dengan The Brandals selama hampir 10 tahun — serta drummer sementara Firman dari band garage rock Teenage Death Star.

Alasan kembalinya The Brandals sangat sederhana.

“Kami kangen bermain musik,” kata Eka. “Lagian, masalah-masalah rumah tangga yang menahan kami dulu sekarang sudah terselesaikan. Sekarang kami bisa kembali menjadi The Brandals. Sangat disayangkan kami kehilangan drummer kami sebelum The Brandals kembali aktif.”

Pada saat yang sama, Eka sangat yakin dengan keinginannya untuk kembali ke panggung tanpa adiknya. Eka yakin almarhum Rully akan mendukung keputusannya ini.

“Jujur, saya tidak pernah merasa ragu-ragu untuk melanjutkan The Brandals pasca kematian Rully,” katanya. “Tentu saja sebagai sebuah keluarga, kami sedih, tapi inilah keinginan Rully. Ia lah yang memprakarsai kembalinya The Brandals. Kami sempat membicarakan langkah-langkah The Brandals ke depannya beberapa bulan sebelum dia berpulang. Kecintaan Rully akan musik yang sangat besar membuatnya bergabung dengan proyek musik baru (band hardcore Petaka) selama The Brandals rehat.”

Eka merasa bahwa energi dan gairah bermusik yang ditunjukkan oleh Rully “memecut” anggota The Brandals lainnya.

“The Brandals tidak akan sama tanpa dia,” kata Eka, “tapi semangat Rully akan selalu menjadi bagian dari proses kreatif kami.”

Kembali menjadi band yang aktif bukanlah hal yang sulit bagi Eka dan anggota The Brandals lainnya. Mereka beruntung mempunyai banyak penggemar-penggemar yang sangat berdedikasi. Konser comeback pertama The Brandals yang diadakan di panggung terbuka diwarnai hujan, tapi para penggemar tidak bergeming (akhirnya The Brandals harus menghentikan set mereka karena takut kerusakan terjadi pada instrumen dan perlengkapan mereka).

“The Brandals umurnya baru 15 tahun. Di era digital yang serba instan ini, rasanya baru tahun lalu kami memulai karir band ini di panggung klub-klub kecil penuh keringat,” jelas Eka.

“Kami tidak merasa tua. Kami bertambah dewasa, jelas, tapi sejak hari pertama, semangat muda musik The Brandals tidak pernah berubah.”

“Ada generasi band-band baru yang mengaku dipengaruhi musik The Brandals. Inilah tujuan kami : menginspirasi anak-anak muda untuk menciptakan musik, memulai band mereka sendiri, dan membuat perbedaan.”

Kini, The Brandals tengah mengerjakan sebuah album baru berisikan materi-materi demo yang mereka kerjakan ketika almarhum Rully masih bersama mereka.

“Kami memilah materi-materi demo tersebut, memilih yang terbaik, dan menggabungkan mereka dengan materi-materi baru,” kata Eka. “Baru ada sekitar 6 lagu yang sudah matang, jadi kami akan merekam sekitar 4-5 lagu lagi untuk album baru. Berhubung kami tidak terburu-buru, album ini mungkin baru akan keluar satu atau dua tahun lagi. Siapa yang tahu? Sekarang kami hanya ingin mengerjakan segala sesuatunya perlahan-lahan dan menikmati proses membuat musik bersama.”

Follow Marcel Thee lewat Twitter-nya.