Di balik masifnya perkembangan game ponsel di Indonesia beberapa tahun belakangan sampai dibikin kompetisi nasional e-sport-nya, terselip dampak buruk kepada mereka-mereka yang kurang siap menghadapi gempuran hiburan praktis ini.
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua, Jawa Barat mengaku selalu menerima belasan pasien rerata usia 7-15 tahun setiap bulannya dengan vonis kecanduan ponsel. Berdasarkan data RSJ sejak 2016, total sudah 209 pasien remaja ditangani karena gangguan kejiwaan serupa.
Videos by VICE
Direktur RSJ Cisarua dr. Elly Marliyani, Sp.KJ., MKM. mengonfirmasi data ini. Ia mengaku memang ada peningkatan jumlah pasien kecanduan ponsel di RSJ-nya. “Sejak tahun 2016, pemakaian tempat tidur untuk pasien anak yang kecanduan ponsel sudah lebih dari 60 persen,” ujar Elly kepada Detik. “Jadi, trennya memang ada kenaikan. Di sinilah pentingnya pengawasan dan pendampingan orang tua. Pasien anak yang datang ke sini (RSJ Cisarua) jumlahnya memang ratusan, tapi kita juga tidak tahu jumlah anak yang dibawa ke tempat lain. Ini jadi perhatian kita semua.”
Peran sentral orang tua sebagai pengawas juga ditekankan oleh Sub-Spesialis Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja dr. Lina Budiyanti. Menurutnya, ada beberapa gejala kecanduan ponsel yang bisa dicermati orang tua untuk mencegah gangguan mental pada anak ini semakin parah.
“Anak main game untuk melarikan diri dari ketidaknyamanan. Kemudian, yang kedua jam pemakaian game sudah tidak proporsional. Kemudian dia harus sampai berbohong untuk bisa pakai game itu. Kalau tidak main game membuat dia cemas. Cemas itu [datang] karena tidak bermain game, atau (karena) game yang membuatnya cemas, seperti lingkaran setan,” ujar Lina dikutip Detik.
Menurut Lina, dua jam adalah waktu terlama untuk anak main gadget dalam sehari. Tidak hanya game, kecanduan ponsel juga termasuk menonton YouTube. Anak sudah masuk kategori kecanduan ketika menghabiskan lebih dari enam jam sehari. Sekali kecanduan, butuh waktu minimal tiga bulan untuknya bisa dilepaskan dari ketergantungan tersebut.
Sudah pernah VICE beritakan sebelumnya, pada akhir Mei 2019 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menetapkan kecanduan game sebagai gangguan kesehatan mental. Ketetapan ini dibuat setelah melewati kajian selama setahun.
Pada manualnya, gangguan mental dengan nama gaming disorder ini ditandai oleh terganggunya kontrol pemain terhadap permainan. Ciri-cirinya bisa dilihat dari perilakunya sehari-hari. Jadi, kalau seorang remaja lebih memilih bermain ponsel daripada berpacaran, bisa jadi itu gejala gangguan mental, meskipun ada kemungkinan kalau dia memang jomblo.
Atalia Praratya, Ketua Tim Penggerak PKK Jabar sekaligus istri Gubernur Ridwan Kamil, mengungkapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sedang menyiapkan program Setangkai, kependekan dari Sekolah Tanpa Gangguan Gawai, demi penanggulangan masalah ini. Tidak usah diributkan huruf K yang mubazir di singkatan itu, pada titik ini seharusnya kita maklum dengan kualitas singkatan milik program pemerintah kita.