Seorang laki-laki 50 tahun bernama La Udu ditemukan warga dalam sebuah gua di pesisir pantai Kelurahan Kadolomoko, kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Lantaran hidup seorang diri, serta tidak punya rumah, La Udu rupanya terpaksa menghabiskan 10 tahun terakhir tinggal di rekahan batu karang, tepat di bawah tebing bebatuan.
La Udu sempat tinggal bersama orangtuanya. Selepas keduanya meninggal, ia pun tinggal hanya bersama saudara kandung. Namun dikarenakan saudaranya menikah dan enggan menyusahkan, La Udu menjadikan goa sebagai hunian tetapnya dengan beralaskan kayu bekas perahu.
Videos by VICE
Sehari-hari, La Udu mengkonsumsi ubi, kasuami (makanan khas Sulawesi Tenggara berbahan dasar singkong-red), dan ikan hasil tangkapannya. “Hasil [tangkapan]-nya juga dijual, tapi tidak banyak,” ujar La Udu kepada Kompas.com.
Sesekali ketika perahu dan jala yang dipakai untuk menangkap ikan rusak, La Udu menjadikan agar-agar sebagai makanan pokoknya. Ketika ditanyakan perihal kondisi tempat tinggalnya yang hanya dapat dijangkau dengan menggunakan sampan tersebut, La Udu pun menjawab, “Kalau malam dingin sekali. Takut [sendiri], tapi mau bagaimana lagi. Kalau air laut pasang, saya masuk ke dalam lagi.”
Tidak tinggal diam, petugas yang berwenang turun langsung dan mendatangi La Udu. Di antaranya ada Brigpol Rabodding dari petugas Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Polsek Kokaluna dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kadolomoko Serda Aafi. Mereka bakal berkoordinasi dengan pemda serta tokoh masyarakat mencarikan tempat tinggal yang lebih layak bagi La Uda.
Kasus La Uda bukanlah satu-satunya persoalan lansia dengan kondisi mengenaskan karena hidup sendirian. Belum lama ini seorang nenek di Semarang yang berusia sama dengan La Uda ditemukan tinggal sendirian di rumah kayu beralas tanah. Yang memilukan, sepanjang kurun 27 tahun terakhir, tidak ada satu kali pun nenek penyandang difabel ini mandi atau memotong rambutnya. Akibatnya, beberapa kecoak, tikus, hingga tikus yang telah menjadi bangkai tersangkut di rambut sang nenek.
Insiden serupa juga terjadi di Banyuwangi. Seorang lansia berusia 74 tahun harus tinggal di kandang ayam di belakang sebuah rumah milik warga selama sepuluh tahun lantaran sudah tidak punya sanak saudara.
Jumlah populasi lansia di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Data ini menjadi bukti solid berbanding lurusnya angka ini dengan angka harapan hidup Indonesia. Dari rata-rata usia harapan hidup penduduk Indonesia di angka 68 tahun pada 2008 telah naik menjadi 71 tahun sepuluh tahun kemudian. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi pada 2050 Indonesia akan masuk dalam 10 besar negara dengan jumlah lansia terbesar.
Masalahnya, angka harapan hidup yang tinggi tidak banyak artinya tanpa kesejahteraan hidup yang mengimbangi. Berbicara soal kenyamanan dan kualitas hidup yang terjamin bagi penduduk berusia lanjut, Indonesia hanya menduduki posisi 71, jauh dari negara tetangganya seperti Thailand yang menduduki posisi 42 atau Filipina yang menduduki posisi 44, merujuk data dari Global AgeWatch Index yang dilansir pada 2015.
Proporsi lansia yang berada di status sosial ekonomi rendah juga tidak bisa dibilang sedikit. Sekira 45 persen lansia di negara ini, menurut Tim Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K) yang tercatat tiga tahun lalu, berada di strata sosial menengah ke bawah. Sebanyak 67 persen hidup dalam keadaan sangat miskin dan terlantar.
Kasus La Udu sepatutnya mengingatkan semua pihak, bahwa jaminan hidup layak bagi lansia harus diupayakan. Pemerintah pun sebetulnya sadar, sebagaimana pernah disampaikan mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa katakan kepada CNN Indonesia. “Struktur penduduk Indonesia saat ini mengarah ke struktur tua, maka hal-hal yang terkait perlindungan lansia, sarana dan prasarana yang ramah lansia harus disiapkan dari sekarang.”