News

Tiongkok Sensor Trailer ‘COD Black Ops: Cold War’ Karena Singgung Tragedi Tiananmen

Tiongkok sensor trailer Call of Duty Black Ops: Cold War karena singgung tragedi Tiananmen

Trailer sepanjang dua menit dari game baru Activision yang dinanti para penggemar sedunia memicu kontroversi di Tiongkok. Video promosi seri first-person shooter kondang Call of Duty Black Ops: Cold War dilarang tayang di semua platform digital oleh otoritas Beijing. Konten yang nekat memuat trailer itu juga akan langsung dihapus oleh tim khusus pemerintah.

Kontroversi ini dipicu cuplikan satu detik video sebelum Tragedi Pembantaian mahasiswa di Lapangan Tiananmen yang terjadi pada 1989 dalam trailer tersebut. Hanya satu detik, tapi bagi Tiongkok itu tabu yang harus dihapus dari ingatan warganya.

Videos by VICE

Pembantaian Tiananmen terjadi ketika ribuan mahasiswa menggelar unjuk rasa menuntut Tiongkok diubah jadi negara demokrasi. Partai Komunis Cina mengirim tentara untuk menembaki demonstran yang bermalam di Lapangan Tiananmen pada 4 Juni 1989. Diperkirakan lebih dari seribu orang terbunuh dalam tragedi tersebut, sekalipun Tiongkok tak pernah merilis angka korban resmi.

Semua kata-kata terkait “Tiananmen” atau “pembantaian” tidak akan bisa muncul di internet yang diakses orang di daratan Tiongkok. Sensor ini begitu kuat, sampai-sampai ada generasi muda berusia di bawah 20 tahun yang tak pernah tahu pernah terjadi pembantaian mahasiswa di Beijing. Bisa dibilang, Tiananmen adalah tonggak bersejarah yang membuat Tiongkok membangun teknologi sensor Internet paling agresif di dunia, yang kerap dijuluki pakar IT sebagai “Tembok Besar Firewall”.

Activision, perusahaan pengembang game di California, menyatakan cuplikan video Tragedi Tiananmen masuk trailer karena menggambarkan kondisi akhir Perang Dingin. Tema utama Call of Duty Black Ops: Cold War adalah gejolak dunia menjelang kejatuhan Uni Soviet yang menjadi rival utama Amerika Serikat.

Game ini baru akan dirilis demo gameplay-nya pada 26 Agustus mendatang. Call of Duty Black Ops: Cold War turut memuat kata-kata “pelajari sejarah atau kita akan terkutuk mengulangi kesalahan di masa lalu” dalam promosi trailernya.

Bukan kali ini saja Tiongkok begitu aktif menyensor konten terkait video game. Sebelumnya, Animal Crossing: New Horizons bikinan Nintendo sudah dilarang beredar di Tiongkok, karena dipakai aktivis Hong Kong untuk menggelar demonstrasi virtual terhadap kebijakan Beijing.

Sementara, bagi Activision, ini masalah kesekian yang mereka hadapi gara-gara konten menyinggung Tiongkok. Blizzard Entertainment, anak usaha Activision, pernah memaksa gamer Chung Ng Wai untuk mengembalikan hadiah utama dari kompetisi Hearthstone yang dia menangkan pada 2019.

Gara-garanya, dalam turnamen game kartu itu, Chung meneriakkan slogan mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong. Blizzard, yang membutuhkan pasar Tiongkok untuk pemasaran game-nya, memilih patuh pada tekanan, sampai melarang Chung tampil di semua kontes Heartstone selama setahun.

Atas tekanan anyar kali ini, Activision juga melunak. Sudah muncul trailer baru Call of Duty Black Ops: Cold War yang mengedit cuplikan Tragedi Tiananmen.

Gamer asal Tiongkok, Luo Gan, yang kini tinggal di Singapura, mengaku sensor pemerintah itu sebenarnya tidak terlalu efektif. Sebab, bagi para gamer di negaranya yang termasuk demografi melek teknologi, mudah saja bagi mereka untuk melihat versi yang dilarang tayang dengan berbagai cara.

“Justru kalau dilarang seperti ini, gamer Tiongkok akan tertarik untuk menyaksikan trailer yang kena sensor,” kata Luo kepada VICE News. “Mudah menghapus semua jejak Tiananmen di Internet, namun memaksa semua orang Cina melupakannya jelas jauh lebih mustahil.”

Tiongkok adalah salah satu pasar game terbesar dunia, yang dibutuhkan pengembang sekelas Activision untuk mendulang profit. Oleh karenanya, tekanan Beijing masih efektif. Sejauh ini yang tersebar di Sina Weibo, situs mikroblogging mirip Twitter khusus Tiongkok, hanyalah video trailer Call of Duty Black Ops: Cold War yang sudah diedit.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News