Tiga bulan lalu, para pemain aset kripto dengan bangganya memamerkan dompet digital mereka yang tebal berkat Dogecoin, Safemoon dan sebagainya. Mereka terus berinvestasi, yakin harga akan terus naik mencapai rekor tertingginya.
Tapi sebulan terakhir ini, banyak dari mereka yang kalang kabut melihat harganya merosot tajam. Pada 22 Juni, Bitcoin memangkas keuntungannya tahun ini ketika harga jatuh di bawah level $29.000 (Rp419 juta), kurang dari setengah harga tertinggi pada pertengahan April yang mencapai $64.000 (Rp924 juta). Ethereum, Dogecoin dan sejumlah uang kripto lain menyusul di belakangnya, menjatuhkan pasar ke level terendah tahunan.
Videos by VICE
Penurunan harga baru-baru ini mungkin terlihat brutal bagi para pemain baru. Seorang lelaki mengaku kepada CNN, dia mengalami kerugian sebesar $167.000 (Rp2,4 miliar) dalam satu hari.
Bagaimana kalau kripto semakin ambruk? Sebaiknya kita melakukan apa untuk mengatasinya? Haruskah kita bertahan di tengah badai atau mengambil risiko kehilangan semuanya? VICE meminta saran pakar, bagaimana cara terbaik mengakali ini. Tapi, balik lagi, semua keputusan ada di tangan kalian masing-masing. Kalian sendirilah yang menanggung risiko dari pilihan tersebut.
Kenapa pasar kripto bisa lesu?
Menentukan alasan harga kripto anjlok bagaikan menarik balok UNO. Sulit untuk mengetahuinya dengan pasti. Analis sepakat pasar akan sedikit diatur ulang, tapi kabar yang tersiar sama sekali tidak menjelaskan masalah.
Namun, berdasarkan apa yang sudah diketahui, Elon Musk adalah penyebab pertamanya. Harga Bitcoin turun 15 persen pada Mei, setelah CEO Tesla mengumumkan takkan lagi menerima mata uang kripto tersebut sebagai alat pembayaran. Alasannya proses penambangan Bitcoin menguras banyak energi.
Harganya sempat stabil setelah anjlok, tapi kemudian Tiongkok melarang penambangan Bitcoin — proses yang dilakukan untuk menghasilkan lebih banyak uang digital itu. Berhubung Tiongkok menampung sekitar 75 persen dari kapasitas tambang Bitcoin, larangan ini menimbulkan kekhawatiran harganya akan terjun bebas lagi.
Selain Bitcoin, uang kripto seperti Ethereum dan ADA juga kehilangan sebagian besar nilainya. Samantha Yap selaku founder dan CEO YAP Global berujar, salah satu alasannya karena “pasar dipatok pada harga Bitcoin. Jadi token lain akan baik-baik saja jika Bitcoin baik-baik saja” dan begitu juga sebaliknya.
Setelah itu, kenaikan harga yang cepat tahun lalu berarti perubahan menjadi tak terelakkan.
Pengamat kripto Michaël van de Poppe mengatakan, “Bitcoin telah melihat perubahan dari $3.750 (Rp54 juta) ke $64.000 (Rp924 juta) dalam waktu yang relatif singkat, sehingga langkah korektif kemungkinan akan terjadi.”
Akan tetapi, langkah korektif jauh lebih berat dari yang diperkirakan — dan itu, dikombinasikan dengan berita-berita tersebut, telah memicu “keadaan depresi pasar”, menurut van de Poppe.
Haruskah saya mengkhawatirkan ini, dan menarik uang kripto secepatnya?
“Semua tergantung dari mana kalian mengukurnya,” kata Mati Greenspan, analis kripto dan CEO perusahaan analis keuangan Quantum Economics. “Jika kalian mengukurnya dari harga tinggi, maka ini cukup brutal. Tapi, bagi orang yang sudah beberapa bulan berkecimpung di pasar, mereka untung saat ini.”
“Tak ada alasan untuk panik, selama kalian berinvestasi sewajarnya. Kita semua sudah tahu untuk menginves sesuai kemampuan.”
Lain ceritanya jika kalian main sembarangan atau mulai bermain tepat sebelum harga anjlok.
“Sudah lewat waktu untuk menjual bagi investor atau swing trader,” ujar van de Poppe. “Sekarang waktunya menahan, memperkecil atau mungkin berinvestasi lebih banyak jika kalian mampu, dan fokus pada data.”
Gimana kalau beli saat harga rendah? Apakah ini ide bagus?
Tak sedikit orang menggembar-gemborkan pentingnya membeli aset saat harganya rendah.
Saran ini terkadang bisa dibenarkan. “Tujuan utama investasi yaitu membeli serendah mungkin, lalu menjualnya dengan harga tinggi. Jadi ketika harganya turun seperti ini, bagi saya itu adalah tanda bagus untuk meningkatkan aktivitas dan investasi.”
Masalahnya, kita tidak bisa menilai akan seberapa jauh harganya jatuh. Jadi kalian harus berhati-hati. Jangan asal membeli tanpa mempelajarinya baik-baik.
Saya sudah capek memikirkan ini. Haruskah saya menyimpan koin atau menjualnya saja?
Menurut van de Poppe, “pemain lama telah menjual Bitcoin mereka di kisaran $48.000-60.000 (Rp692-865 juta)” — alias ketika harga tinggi — “sementara mereka mulai terakumulasi lagi dalam penurunan baru-baru ini”, dengan harga pembelian jauh lebih rendah daripada harga beberapa bulan terakhir.
Itu berarti pemain lama tetap bertahan ketika pasar anjlok, sementara orang baru langsung menjual koin mereka begitu harganya turun. Mereka tetap sabar sambil membeli lebih banyak aset.
Greenspan menganjurkan untuk tidak membiarkan emosi memengaruhi keputusan. “Secara umum, investasi bersifat jangka panjang. Jangan sampai ketakutan dan keserakahan menuntun kalian. Wajar kalau kalian merasa seperti itu, tapi jangan sampai kalian membuat keputusan gegabah berdasarkan perasaan itu.”
Seperti yang sudah kami bilang tadi, semuanya balik lagi ke kalian. Penggemar setia kripto berpendapat Bitcoin jauh lebih aman daripada mata uang fiat yang bergantung pada inflasi. Akan tetapi, inves kripto bagaikan melempar dadu. Kalian takkan pernah bisa menebak apakah harganya makin jatuh atau justru naik drastis.
Seberapa besar risiko yang berani kalian ambil? Kalian bisa saja menyimpan Rp10 juta di rekening tabungan, yang akan mendapatkan bunga hingga 4,25 persen per tahun. Kalian juga bisa menukarkan uang menjadi Bitcoin atau uang kripto lain, dan memperoleh dua kali lipatnya atau justru tak sampai setengahnya dalam beberapa bulan.