Di Aplikasi Kencan, Sedang Tren Ajakan Membahas Teori Konspirasi Demi Cari Pacar

teori konspirasi

Ajang pencarian jodoh di aplikasi kencan tak semudah kelihatannya. Kita semua ingin menjadi yang paling beda dan unik di antara jutaan pengguna lainnya, tapi platform semacam Tinder dan Bumble menyediakan pilihan yang amat terbatas bagi kita untuk mendeskripsikan diri semaksimal mungkin. Ditambah lagi, apa yang kamu anggap sebagai kelebihan atau hal terkeren dari dirimu, kenyataannya banyak orang di luar sana punya selera yang sama denganmu. Kamu mengaku anak gunung sejati? Sori, sob, entah sudah berapa kali aku nge-swipe kiri profil cowok yang pamer foto di atas gunung.

Itulah sebabnya tak sedikit pengguna menuliskan kata-kata nyeleneh di biodata mereka, dengan harapan ada yang tertarik mengajak kenalan dan ngobrol lebih lanjut. Yang paling mengejutkan, belakangan ini, semakin banyak orang mencantumkan teori konspirasi untuk menggaet calon pasangan.

Videos by VICE

Dr. Siân Brooke, peneliti ilmu sosial komputasional di Sekolah Ekonomi dan Ilmu Politik London, melihat pengguna menjadikan teori konspirasi dan konten nyeleneh lainnya sebagai “alat pancing” untuk memilih orang-orang yang sepemikiran, atau dalam bahasa gaulnya, satu frekuensi dengan mereka. “Ini termasuk pensinyalan kelompok untuk melihat siapa saja yang punya selera humor mirip,” terangnya. Dengan kata lain, kamu ingin menemukan orang yang bisa diajak bercanda dan tidak gampang baperan.

Tim, 24 tahun, mengaku pernah menggunakan teori konspirasi saat mencari kenalan di aplikasi kencan. Menurutnya, saat melakukan ini, kamu ingin menunjukkan betapa kerennya dirimu. “Saya pikir tak ada orang yang benar-benar ingin dianggap serius saat menggunakan aplikasi. Saya menghargai profil yang menyadari hal itu, dan berusaha bisa seperti itu juga,” ungkap Tim. Dia mengatakan, ada nilai positif lain dari teori konspirasi. Kamu dapat melihat sifat asli seseorang dari tanggapannya, bisa saja mereka “mengatakan hal yang gila atau rasis”.

Laura, perempuan 28 tahun yang menulis “Greg Wallace dalang di balik 9/11” pada profilnya, menganggap pertanyaan-pertanyaan konyol yang tersedia di aplikasi kencan merupakan “kesempatan emas” untuk menampilkan diri semenarik mungkin. Dia mengatakan, ini juga bisa menjadi “cara cepat menemukan orang yang selera humor atau pola pikirnya mirip denganmu”.

Lalu ada Ellie, 24 tahun, yang menggunakan “bayi [Perdana Menteri Inggris] Boris Johnson palsu” dan [pedofil Jeffrey] Epstein tidak bunuh diri” sebagai pembuka obrolan. “Teori konspirasi bisa menjadi bahan obrolan yang seru dan tidak klise,” tuturnya. “Pengguna aplikasi kencan biasanya ingin terlihat menarik dan berwawasan luas, sehingga teori konspirasi bisa dijadikan alat untuk memperlihatkan kualitas tersebut tanpa terkesan sok.”

Ketika memikirkan alasan teori konspirasi bisa populer di aplikasi kencan, ada baiknya kita mempertimbangkan betapa berbedanya cara perempuan dan laki-laki dalam menyaring orang untuk diajak kenalan. Eleanor Sharman, pendiri startup aplikasi kencan Swan, mengutip penelitian yang menunjukkan 85 persen pengguna aplikasi kencan di Inggris berjenis kelamin laki-laki. Dengan demikian, perempuan sering kali lebih ketat saat menyeleksi pasangan.

“Mengaku percaya pada teori konspirasi bisa jadi cara yang bagus untuk itu, karena akan menyingkirkan sebagian besar calon pasangan — serta memberi informasi tentang selera humormu dan kemampuan kamu memahami ironi,” jelasnya. “Sementara itu, laki-laki memanfaatkan teori konspirasi supaya menjadi yang paling menonjol […] Lagi pula, profil online hanya mengungkap sedikit informasi tentang dirimu karena kamu harus membuat biodata sepadat mungkin. Kalau kamu bisa menunjukkan dirimu ‘menarik, berbeda dan humoris’ lewat teori ‘Freemason dalang di balik 9/11’, maka kamu telah melakukannya dengan cukup baik.”

Meskipun semakin banyak orang di dunia ini yang percaya teori konspirasi, tak ada alasan untuk percaya bahwa trennya ikut berkembang di dunia kencan. Seiring meningkatnya aktivitas kita di dunia maya, semakin fasih pula kita menggunakan gaya bahasa online yang “bersifat konspiratif”. Oleh karenanya, bukan hal yang aneh jika kebiasaan ini terbawa sampai ke urusan percintaan. Kita juga sudah bosan dengan pertanyaan basa-basi saat berkenalan, sehingga teori konspirasi bisa membawa suasana baru yang terasa lebih menyegarkan.