Ketika Meera Sawhney, 32 tahun, main di Kota New York Oktober tahun lalu, dia menemukan sebuah bar yang mengubah hidupnya. Dia tidak berjalan tertatih sepulang dari bar tersebut dalam keadaan setengah sadar dan membuat keputusan buruk, seperti lazimnya orang mabuk lain. “Aku malah pulang dari bar kenyang dan puas, tapi sepenuhnya sadar dan girang,” ujarnya. Kok bisa?
Bar yang dia temukan bernama Listen Bar di Williamsburg, suasananya seperti bar biasa: santai, ada meja biliar, penuh lampu neon, dan bartender yang bikin minuman. Terus bedanya apa? Tidak ada minuman alkohol dijual di sana.
Videos by VICE
Pengalaman positif seperti yang dialami Sawhney menjadi pemicu meningkatnya popularitas minuman non-alkohol pada 2019.
“Aku masih menyimpan sebotol wine di rumah tapi aku berusaha keras banget buat mengurangi konsumsi alkohol secara drastis,” katanya kepada VICE. “Rasanya seperti enggak ada pilihan buat yang bimbang kayak aku. Ada mocktail sih, tapi rasanya kayak kompromi kalau lagi di bar, dan soda terlalu manis. Di Listen Bar, rasanya akhirnya ada minuman yang khusus buat aku, buat orang kayak aku. Terus aku sadar ada bir dan minuman keras tanpa alkohol. Aku selalu coba membeli beberapa botol kalau ada rencana kemana-mana, jadi aku punya minuman sendiri pas teman-temanku lagi pada minum.”
Tampaknya Sawhney enggak sendirian. Di seluruh dunia, minuman kemasan tanpa alkohol semakin populer. Jangan salah ya, ini bukan jus, soda, atau minuman seperti ginger ale yang terdapat di rak supermarket. Minuman macam ini nyaris persis dengan bir dan minuman keras, tapi dijamin takkan membuatmu mabuk atau memaksamu mengabaikan tugas mengantar teman-temanmu yang pada kobam pulang.
Pemain-pemain besar di industri alkohol global rupanya memperhatikan tren ini ini. Heineken sudah meluncurkan produk bir alternatif tanpa alkohol (sebetulnya, kadar alkoholnya kurang dari 0,03 persen) yang mengguncang Eropa tahun lalu.
Memang terdengar sedikit aneh ya. Buat mengonsumsi minuman yang kelihatannya dan rasanya seperti bir—bahkan berbusa seperti bir—tapi enggak bikin mabuk? Siapapun minum bir bukan cuma karena suka rasanya, tapi biar mabuk juga, kan emang itu tujuannya.
“Betul, tapi ada saat ketika kamu lagi enggak pengin atau enggak boleh minum, tapi masih pengin bergaul dengan orang lain yang lagi minum tanpa harus mengonsumsi alkohol,” kata Pankaj Aswani, yang telah meluncurkan craft bir bebas alkohol pertama di India: Coolberg. “Lagipula, milenial (dan Gen Z) selalu mencari opsi yang lebih sehat, dan minuman ini memenuhi tujuan tersebut.”
Seperti bir biasa, bir malt Coolberg awalnya dibuat seperti bir biasa. “Prosesnya mirip pembuatan bir, tapi kami tidak membiarkan cairannya meragi hingga menghasilkan alkohol,” kata Aswani. Proses pembuatan bir/minuman keras tanpa alkohol lainnya adalah membiarkan alkohol dihasilkan, lalu memisahkan alkohol dari cairan dengan metode pemanasan (dan penguapan) atau reverse osmosis. Coolberg sudah menginjak tahun ketiganya dan telah menerima pendanaan Agustus lalu, yang artinya perusahaan tersebut telah memperluas ketersediaan produknya—yang kini tersedia di 30 kota dan lebih dari 2.000 restoran dan toko.
Buat konsumen di Indonesia, mungkin kalian akrab sama Radler, minuman 0 persen alkohol, yang rasanya bukan meniru bir. Menyusul Coolberg, mulai muncul jenis minuman serupa dari AB InBev—perusahaan bir yang sudah memiliki Carlton Zero, Hoegaarden 0,0 [dan 0,0 Rosée], Budweiser Prohibition Brew, dan Beck’s Non Alcoholic semua tanpa alkohol dan dikemas dengan kaleng dan botol seperti teman imbangannya yang beralkohol.
“Permintaan minuman non-alkoholik atau ABV telah mencapai tingkat pertumbuhan terbesar dalam industri minuman pada 2018,” ujar Karina Aggarwal, pengamat bisnis minuman keras. “Sebagian besar disebabkan tren antara milenial yang ingin mengurangi konsumsi alkohol dan menjadi lebih sehat. Tapi unsur sosial masih penting, maka produk seperti Seedlip, ‘minuman buat pas lagi enggak minum-minum” bertujuan membangun inklusivitas bahkan ketika seseorang nongkrong di bar tanpa harus mengonsumsi alkohol.”
Seedlip, merek minuman jenis spirit tanpa alkohol pertama yang diluncurkan pada 2015, dibuat dengan metode yang hampir sama dengan gin. Seedlip meraih sukses besar, hingga Diageo—perusahaan distiller terbesar di dunia—turut berinvestasi di bisnis miras tanpa kandungan alkohol.
“Banyak bar-bar ternama di dunia mempunyai seksi khusus menjual cocktail tanpa alkohol yang menciptakan minuman unik tanpa persepsi “mocktail” yang lazim.”
Kayaknya tren ini cocok buat para ‘peminum sosial’, yang emang enggak terlalu suka mabuk, tetap nongkrong sama teman-temannya dan pulang dalam keadaan sadar.
Follow Dhvani Solani di Instagram.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE India