Kolab Ilmuwan Indonesia-Australia Sukses, Bikin Nyamuk Sulit Tularkan Demam Berdarah

Uji coba metode bakteri wolbachia sukses turunkan penularan demam berdarah di Yogyakarta

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang bertahun-tahun jadi momok bagi penduduk Indonesia. Namun keberhasilan kolaborasi ilmuwan Indonesia dan Australia baru-baru ini, membuka kemungkinan berakhirnya teror penyakit disebar oleh nyamuk betina jenis aedes aegypti itu.

Kolaborasi ilmiah dua negara ini diinisiasi oleh World Mosquito Programme (WMP), memakai metode injeksi bakteri wolbachia ke tubuh nyamuk betina. Dengan adanya bakteri tersebut, nyamuk sulit menularkan virus dengue, pemicu demam berdarah, ke tubuh manusia. Uji coba dari WMP berlangsung di Provinsi D.I Yogyakarta sejak 2017.

Videos by VICE

Uji coba ini digalang oleh WMP, dibantu tim dari Monash University, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Yayasan Tahija. Merujuk laporan Harian Jogja, area uji coba injeksi wolbachia ini mencakup 24 lokasi yang dipilih secara acak di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Nyamuk yang sudah diinjeksi bakteri dilepas di 12 wilayah, separuh lainnya hanya memakai metode penanggulangan DBD seperti biasa. Dari 12 negara endemik demam berdarah yang sudah diteliti WMP, baru di Provinsi Yogyakarta ini berlangsung uji coba injeksi wolbachia dalam skala kota.

“Terdapat penurunan sebesar 77 persen kasus dengue di wilayah intervensi dengan nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia. Arti dari angka 77 persen ini kalau kita berpikir dalam konteks penyakit menular, maka penurunan ini sangatlah berarti. Ini penurunan yang luar biasa,” kata Adi Utarini, peneliti utama WMP dalam jumpa pers di Yogyakarta, Rabu (26/8).

Merujuk laporan dari ABC, bakteri wolbachia efektif menurunkan risiko penyebaran dengue, karena membuat virus dalam tubuh nyamuk kekurangan asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk terus hidup. Metode ini juga diklaim peneliti efektif mengakhiri replikasi virus dengue, lantaran anak-anak nyamuk yang sudah diinjeksi wolbachia mewarisi bakteri tersebut dalam tubuhnya.

Cameron Simmons, peneliti WMP mewakili Monash University, mengaku sangat gembira karena angka penurunan kasus dari daerah yang jadi lokasi uji coba lebih dari 70 persen. “Dengan injeksi sekali ke populasi nyamuk, efek pewarisan bakterinya akan terus berlanjut tanpa harus melakukan upaya tambahan,” kata Simmons dikutip ABC. “Dalam ilmu kesehatan masyarakat, penurunan penularan hingga 77 persen adalah capaian yang amat signifikan. Andaikata ini vaksin Covid-19, bahkan bisa dibilang uji cobanya berhasil.”

Teknik wolbachia pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Australia di Queensland. Pengembangannya untuk direplikasi di negara lain butuh 10 tahun. Partisipasi masyarakat menjadi kunci, lantaran warga di wilayah uji coba diminta peneliti agar rutin mengawasi ember berisi nyamuk yang sudah diinjeksi bakteri wolbachia. Uji coba di Yogyakarta ini lantas memantau lebih dari 8.000 pasien puskesmas yang mengalami demam, rentang usianya dari tiga tahun hingga 45 tahun lewat teknik randomised controlled trial (RCT).

“Hasil penelitian RCT tersebut menunjukkan dampak signifikan dari metode wolbachia dalam menurunkan demam berdarah di wilayah perkotaan,” imbuh Utarini.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan saban tahun lebih dari 8 juta penduduk Indonesia tertular demam berdarah, tak sedikit pasien yang meninggal akibat penyakit ini. Bahkan hingga Maret 2020 saja, sudah tercatat 16 ribu kasus penularan DBD di seluruh Indonesia, dengan 100 orang meninggal. Demam berdarah memicu gejala nyeri kepala, nyeri belakang mata, mual dan muntah, demam tinggi, ruam, flu, hingga nyeri sendi. Seringkali pasien meninggal karena keterlambatan penanganan, lantaran gejalanya mirip demam biasa.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu wilayah di Tanah Air yang secara endemik sering mencatatkan angka DBD yang tinggi. Pada 2016, merujuk keterangan Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi seperti dikutip VOA Indonesia, kasus positif DBD di wilayahnya lebih dari 1.700. Setelah injeksi bakteri wolbachia dilakukan tim WMP, efek positifnya mulai terasa. Sejak Januari hingga Agustus 2020, angka positif DBD di Kota Yogyakarta “baru” mencapai 264 kasus.

“Kami mengiklaskan diri menjadi bagian dari percobaan ini untuk bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh dunia,” kata Heroe.

Simmons optimis keberhasilan di Yogyakarta dapat direplikasi ke wilayah endemik DBD lainnya. Program serupa saat ini berlangsung di Rio de Janeiro, Brasil. Demam berdarah seringkali mewabah di kota-kota area khatulistiwa, khususnya di Asia Tenggara dan Amerika Latin.

“Kami percaya, akan tiba waktunya di masa depan kota-kota besar dan kawasan endemik bisa mengumumkan daerahnya bebas dari risiko demam berdarah,” kata Simmons.