Selamat datang di Can’t Handle the Truth, kolom VICE Indonesia merangkum hoax dan berita palsu paling ramai dibicarakan pengguna Internet.
Sesuai prediksi, hoax bertema fobia komunisme pelan-pelan memudar setelah September berlalu. Untunglah, pencandu berita palsu tidak perlu berlama-lama menantikan momen pilkada untuk menyaksikan lagi tukang ngibul memperdaya pengguna Internet di Indonesia. Topik yang belakangan dominan buka perkara suku, agama, atau ras, melainkan hoax memanfaatkan sentimen nasionalisme.
Videos by VICE
Yap, kalian tidak salah baca. Nasionalisme rupanya sangat efektif menarik simpati banyak orang Indonesia. Barangkali karena kita baru berjarak dua dekade dari krisis moneter yang memilukan. Kabar baik yang dapat melipur hati, membangkitkan marwah dan kebanggaan pada bangsa ini, terus dihadirkan oleh media massa maupun media sosial. Orang Indonesia tampaknya terus saja butuh kabar baik, tentang bangsa kita sendiri, dari dalam maupun luar negeri. Seandainya cerita inspiratif tersebut memang betul sih tidak apa-apa. Masalahnya, kalau ternyata kabar itu hanyalah omong kosong yang terlanjur dikipasi media kan berabe.
Contoh paling fatal tentu saja Dwi Hartanto, mahasiswa pascasarjana di Unitersitas Delft Belanda, yang sempat dua tahun lenggang kangkung diklaim sebagai Habibie Baru. Segala klaim-klaim Dwi, yang tak diuji maupun diverifikasi media, beredar begitu saja. Sikap media pun kayak mantan tersakiti. Padahal awalnya media massa yang pedekate. Eh giliran si gebetan terbukti bohong, dikulik aja dosanya sampai tujuh turunan. Padahal kan “pacar” media massa yang sebenarnya bukan si Dwi, melainkan para pembaca. Belum ada tuh sampai sekarang media yang minta maaf karena nekat ‘selingkuh’ lalu nekat meroketkan nama Dwi tanpa verifikasi. Yah, namanya juga emosi sang mantan…
Produsen hoax jelas memahami rentannya sentimen nasionalisme masyarakat kita diombang-ambing. VICE sebelumnya menulis panjang lebar mengenai mudahnya klaim-klaim tak bertanggung jawab di bidang temuan ilmiah lolos ke media massa. Tapi kebohongan dipicu oleh sentimen nasionalisme bukan cuma dari bidang ilmiah, melainkan juga industri hiburan, bahkan agama. Kalau fakta dan fiksi agak sulit dipilah dari cerita-cerita inspiratif, yang diniatkan sebagai kabar baik buat Indonesia, artinya itu pertanda buruk. “Bad News From Indonesia” dong.
Tak percaya? Lihat saja dua dari tiga ringkasan hoax paling menghebohkan Indonesia sejak awal bulan ini yang telah dirangkum redaksi VICE:
Hoax Bencana Masih Laku Aja, Korban Terbarunya Pangandaran
Hoax pertama tidak langsung menyoal perkara nasionalisme, namun jenis ini sama berbahanya dan nampaknya akan terus ngetren. Redaksi VICE yang bertugas memantau hoax dan berita palsu benar-benar tidak paham deh. Apa sih kenikmatan dari menyebar informasi bohong di tengah bencana? Setelah sebelumnya marak beredar isu Gunung Agung meletus (padahal baru naik statusnya jadi awas), pekan ini giliran longsor Pangandaran yang ditunggangi hoax.
Pada 7 Oktober lalu, bukit di Dusun Sangkan Bawang, Desa Kalijati, Kabupaten Pangandaran longsor saat hujan deras. Dampaknya, rumah satu keluarga terkubur, beberapa rumah lain terkubur. Empat warga tewas dalam rumah yang terkubur longosoran tanah paling parah. Situasi wilayah Pangandaran lainnya tak kalah buruk. Akibat hujan deras, Sungai Citanduy meluap, memicu banjir setinggi 50 cm di 15 titik kabupaten.
Di otak orang waras, adanya longsor yang menewaskan korban jiwa serta banjir tentu saja akan menghasilkan rasa duka, doa terbaik bagi korban, serta syukur-syukur dorongan untuk membantu lokasi yang mengalami bencana. Sayangnya cara otak tukang hoax, manusia jaman now yang punya modal koneksi internet dan otak dengan bobot satu ons saja, berbeda. Mereka justru berpikir, “kenapa enggak kita sebar cerita bohong ditambah foto-foto palsu hasil nyolong saja supaya orang lain tambah panik?”
SIANJING.
Begitulah yang terjadi. Kurang dari 24 jam, media sosial dibanjiri foto-foto desa-desa terendam air. Ada pula foto longsor mengubur puluhan rumah. Caption yang beredar via medsos dan grup WA itu mengesankan Kabupaten Pangandaran lumpuh total. Beberapa media massa ikut terpancing, memuat berita yang melebih-lebihkan, serta foto palsu. Sampai muncul kesan obyek-obyek wisata di Pangandaran ikut lumpuh akibat terjangan air bah. Padahal jarak lokasi bencana sama pantai dan gua puluhan kilometer.
Menteri Sosial Khoffifah Indar Parawansa menyesalkan terus ramainya kabar bohong soal Pangandaran di medsos. “Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula dengan hal yang tidak benar. Jelas saya sangat menyayangkan soal [hoax],” ujarnya saat mendatangi lokasi bencana awal pekan ini.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Pangandaran, Nana Ruhena, saat jumpa pers dua hari setelah insiden, ikut memberi klarifikasi. Tak sampai sehari, banjir di berbagai tempat sebetulnya telah surut. Pembukaan akses jalan ke desa yang terkena longsor nyaris selesai. Warga yang jadi korban pun segera mendapatkan konseling. “Maka kami sampaikan agar lebih bijak, lebih hati-hati, lebih teliti, lakukan check and recheck kebenarannya,” ujarnya.
Turut berduka buat korban bencana di Pangandaran. Kami sampaikan rasa duka pula bagi matinya rasa kemanusiaan tukang hoax di tengah bencana. Jenis manusia begini ini nih yang bahkan lebih ngeselin dibanding Jonru (eh).
Tawaran Bagi WNI Jadi Imam Masjid di Luar Negeri Dengan Gaji Rp30 juta
Indonesia adalah negara mayoritas muslim terbesar sedunia. Wajar sajalah kalau di negara kita banyak pakar agama Islam. Tak heran pula jika para kiai dan ustaz dari negara kita secara keilmuan dianggap otoritatif sama bangsa lain. Maka, ketika ada pesan berantai via Whatsapp, mengabarkan betapa besar kepercayaan negara macam Amerika Serikat, Jepang, ataupun Qatar mengimpor imam masjid asal Indonesia, bahkan siap menggaji tinggi para imam tadi hingga Rp30 juta per bulan, sebaiknya kita percaya saja lah ya? Eits, salah besar!
Masih ingat apa saja prinsip dasar kabar bohong yang kerap kami ulang lewat kolom ini? Kalau tawarannya terlalu menggiurkan, hampir pasti yang kau baca kibul-kibul semata.
Hoax soal imam masjid ini, yang formatnya oldschool karena menyaru jadi lowongan kerja via Whatsapp, adalah contoh trik mengoplos sentimen nasionalisme dan agama. Pembacanya dibikin kembang kempis sekaligus terpikat oleh keuntungan ekonomi yang dijanjikan. Jahat betul.
Berdasarkan pesan yang mencatut Kementerian Agama tersebut, dibuka kesempatan bagi 150 anak muda di bawah 30 tahun dengan ijazah pendidikan agama mendaftar jadi imam masjid. Syaratnya hafal Quran 30 juz dan bisa Berbahasa Inggris ataupun Arab. Pelamar yang lolos dijanjikan berangkat ke AS, Prancis, Jerman, Jepang, Uni Emirat Arab, hingga Qatar. Gaji minimal Rp30 juta, bisa lebih tinggi lagi tergantung kebijakan negara yang menampung.
Untunglah, pejabat Kemenag segera mendapati broadcast abal-abal tersebut, sehingga banyak imam muda yang terhindar dari janji palsu. Direktur Penerangan Agama Islam (Penais) Khoiruddin Ilyas menyatakan pesan berantai itu sebaiknya diabaikan saja. Dalam keterangan di website Kemenag.go.id, pihaknya mengakui pernah mengirim imam atas permintaan negara lain, namun saat ini program serupa belum digelar kembali.
“Direktorat Penerangan Agama Islam belum pernah memberikan informasi resmi pendaftaraan calon imam masjid di luar negeri secara tertulis maupun melalui situs resmi Ditjen Bimas Islam,” ujarnya.
Matthew Soeharsono Sukses Jadi orang Indonesia pertama gabung SM Entertainment
Nama Matthew Soeharsono sejak akhir September diperbicankangkan penggemar k-pop Tanah Air. Dia disebut-sebut sukses lolos audisi sebagai talent mengikuti pelatihan SM Entertainment, label besar Korea Selatan, dan hendak bergabung dalam salah satu boyband.
Matthew disebut-sebut remaja kelahiran Jakarta, yang akan bergabung dengan NCT, boyband dengan anggota lintas negara, termasuk dari Asia Tenggara. Ayahnya salah satu orang terkaya Indonesia serta pernah mengenyam pendidikan di sekolah internasional mahal Ibu Kota. Beberapa fans Indonesia berharap banyak, lalu ramai mengomentari beberapa postingan yang menyinggung nama Soeharsono tersebut.
Lagi-lagi, masalah utama dari kabar yang ramai diperbincangkan lewat Instagram itu cuma satu: semuanya sumir. Bahkan, siapa sosok Matthew tak pernah jelas.
Foto pemuda yang disebut sebagai Matthew rupanya hasil colongan dari akun instagram fotomodel dari Cina bernama Martin Tai. Martin mengklarifikasi bahwa foto-foto yang beredar adalah sosoknya, tapi dia bukan orang Indonesia.
Nama depannya sama sih. Hadehh….
Eh, ternyata setelah muncul klarifikasi, beredar lagi foto lain. Dibilangnya kalau foto asli Matthew sebelumnya keliru. Jadi gimana? Zonk lagi. Sebab, potret yang beredar belakangan juga hasil colongan dari akun instagram dari aktor Tiongkok bernama Huang Junjie. SM sampai sekarang tak pernah mengonfirmasi adanya talent mereka yang berasal dari Indonesia.
Please deh, jadi si Matthew ini teh siapa?
Karena tak ada jawaban memuaskan, anggap saja semua ini sekadar fan fiction. Beginilah realitas industri hiburan. Kalau ketanggor cerita fiktif, bawa selow aja, tak perlu marah. Apalagi buru-buru naik sentimen nasionalismenya.
Ingat, enggak sakit apa dibohongi media lewat sosok Dwi Hartanto?