Terorisme

Wacana BNPT Mempekerjakan Mantan Teroris di BUMN Memicu Penolakan

BNPT bersama lembaga terkait bikin program demi menyejahterakan mantan napi teroris tobat karena mereka sering susah dapat kerja. Kabar ini bikin netizen tidak begitu senang.
Wacana BNPT Mempekerjakan Mantan Teroris di BUMN Memicu Penolakan
Kondisi lapas di Jakarta yang menampung tersangka maupun terpidana kasus terorisme pada 2009 lalu. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Bekerja sama dengan Yayasan Pelita Harapan Bangsa (YPHB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuka wacana untuk mempekerjakan mantan teroris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Niat ini didasari oleh sulitnya eks-napi terorisme mendapatkan pekerjaan selepas menjalani hukuman karena stigma yang dihadapi. Menurut BNPT, teroris yang udah tobat berhak mendapatkan tempatnya kembali di masyarakat.

Iklan

BNPT menyebutkan ada dua syarat mantan teroris agar diterima kerja di BUMN. Pertama, udah selesai masa tahanan di penjara (ya iya lah!). Kedua, menjalani seleksi “ketat” untuk memastikan kadar radikal dalam diri sang mantan teroris sudah musnah.

Seleksi ini nantinya akan dilakukan BNPT bersama Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri, psikolog, Kejaksaan Agung, dan lembaga pemasyarakatan tempat napi itu ditahan. BNPT juga menggandeng Kingdom Business Community (KBC) yang punya 15 ribu anggota dari kalangan pengusaha untuk memuluskan ide ini.

Selain mencarikan pekerjaan, program BNPT ini juga memikirkan nasib para mantan teroris yang pengin berbisnis atau melanjutkan pendidikan.

"Kalau sudah baik kenapa tidak [ke BUMN]? Jadi kami kan yang ikut dampingi mereka. Ini contoh sekarang banyak napi terorisme diundang di dalam dan luar negeri untuk berbicara soal pengalamannya. Mereka itu lebih efektif menyampaikan pesan kepada kelompok yang rentan," kata Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius dikutip CNN Indonesia.

Koordinator KBC Julian Foe menyatakan belum semua anggota KBC setuju, tapi sudah banyak yang menyambut baik. Oh ya, dalam wacana kebijakan ini, pihak terdampak kebijakan bukan hanya para teroris saja ya, tapi juga penyintas aksi terorisme.

"[Meski belum semuanya sepakat] tapi anggota banyak juga yang mau. Sebetulnya, mereka juga sudah biasa, karena kan mereka juga sudah sering nampung mantan narapidana sebagai karyawan mereka," ujar Julian.

Iklan

Kebijakan ini disambut netizen dengan geram. Bukan apa-apa, netizen kesal karena mereka yang udah capek-capek kuliah dan berkelakuan baik saja susah diterima BUMN, lah ini mengapa para mantan teroris malah dikasih karpet merah?

Di balik perdebatan adil tidaknya kebijakan ini. Stigma negatif yang dimiliki para mantan teroris emang terbukti bikin mereka susah dapet kerja. Muhammad Sofyan Sauri salah satunya. Pada 2007, ia mengurungkan niat bekerja ojek online setelah perusahaan meminta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai syarat pendaftaran.

"Waktu mendaftar, kami diwajibkan membawa SKCK. Sementara, dari Polri, enggak bisa menghilangkan saya pernah terlibat terorisme. Saya enggak mungkin daftar ojek online pakai SKCK itu. Mereka pasti ngeri kan, wah ini teroris ini," ujar Sofyan kepada Kompas. Meski mengaku sulit melawan stigma, namun ia akhirnya mengabdikan diri sebagai penceramah, salah satunya untuk melawan pandangan yang merendahkan dan membuktikan bahwa ia tidak lagi berbahaya.

Hal sama terjadi pada Yusuf Adirima. Setelah keluar dari penjara pada 2009 pasca mendekam selama 6 tahun akibat keterlibatannya di Bom Semarang (2003), Yusuf cerita bahwa masa-masa awal bebas dari penjara adalah salah satu yang terberat.

"Kalau secara normatif, sebenarnya saya bekerja sulit, karena pegawai negeri enggak mungkin. Kemudian, coba pegawai wiraswasta. Pertama tentu belajar ke orang lain, ikut di rumah makan orang. Cuci piring, melayani, order, kasir, itu tahapan-tahapan yang saya lalui sampai 2 tahun setelah bebas," ujar Yusuf dilansir Kumparan.