The VICE Guide to Right Now

DWP Masih Jadi Konser Paling Konsisten Ditolak Ormas Pembenci Maksiat

Demo ormas yang tak ingin DWP 2019 digelar di Jakarta tidak direspons Gubernur Anies Baswedan. DPRD DKI Jakarta ikut membela konser musik EDM itu, karena provinsi dapat pajak dari acara ini.
Djakarta Warehouse Project 2019 Ditolak Ormas Pembenci Maksiat Jakarta Anies Baswedan
Arsip suasana Djakarta Warehouse Project 2017 dari Ismaya Live/Wikimedia Commons/ lisensi CC 4.0

Pada Rabu (11/12) dan Kamis (12/12), dua ormas berbeda berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta dengan tuntutan sama. Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) berorasi sembari membakar ban menuntut pencabutan izin pelaksanaan acara Djakarta Warehouse Project (DWP) kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Kami datang langsung ke kantor Gubernur DKI tercinta untuk menagih janji yang ia kampanyekan untuk menghapuskan kegiatan maksiat. Jangan cuma Alexis saja yang ditutup, tapi DWP juga dilarang," ujar Aimar, salah satu orator Geprindo, dikutip Media Indonesia.

Iklan

"DWP proyek maksiat terbesar se-Asia. Gubernur pilihan umat, tapi pro-maksiat," ujar koordinator lapangan GPI Hakim Himran kepada Tempo. Mantap, kalau doi beneran udah riset acara-acara serupa se-Asia, saya penasaran banget sama indikator penentu kadar maksiatnya. Sayang, demi keselamatan saya, saya memutuskan enggak nanya langsung.

DWP 2019 akan diselenggarakan selama tiga hari, 13-15 Desember, di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Tahun lalu, DWP merayakan 10 tahun penyelenggaraan acaranya di Bali sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke Jakarta pada tahun ini.

Sebagai ormas setempat yang menyambut kepulangan acara ini ke kampung asalnya, demonstran memasang spanduk “Konser Maksiat DWP = Free Sex, Narcotic, Alcohol. Tolak Konser Maksiat DWP 2019”. Terlepas dari isi tudingannya, kayaknya tim ormas harus segera mencari penulis konten yang andal deh biar spanduknya enggak ditulis ancur begini.

Iya, GPI dan Geprindo menganggap DWP membawa dampak buruk bagi Jakarta karena memberi ruang ekspresi untuk seks bebas, peredaran narkoba, dan konsumsi minuman keras, “Gubernur kebanggaan kita pro-maksiat. Membiarkan seribu orang yang datang ke DWP untuk berbuat maksiat,” ucap Komandan GPI Irwan AHN di atas mobil komando. Ya ampun, selain tim konten, tim riset ormas ternyata juga harus segera membenahi diri. Pasalnya, pada 2017, terakhir kali DWP dilaksanakan di Jakarta, yang datang saja mencapai 90 ribu orang.

Selain tuntutan membatalkan izin acara, para ormas juga ingin bertemu dan berdialog langsung dengan Anies Baswedan soal acara ini. Nah, di sini tim strategi politik ormas juga keliatan banget kurang matang konsepnya. Berdialog dengan Anies bukanlah solusi terbaik atas semua masalah di Jakarta ini. Soalnya kalaupun pada akhirnya mereka bisa berdialog, saya sih yakin Anies bakal nyalahin tangannya sendiri mengapa kok dengan sendirinya menandatangani surat izin acara itu. Hhhh.

Nih ada contoh kasus sebagai pelajaran buat teman-teman ormas: Saat dikonfirmasi wartawan soal unjuk rasa ini, Anies menjawab dengan cara yang… Anies banget. "[Tanya] ke Kepala Dinas Pariwisata saja," ujar gubernur tanpa wakil tersebut kepada wartawan di Balai Kota, Kamis (12/12).

Adapun Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membela festival musik elektronik tersebut. "Wahh ini kota, Bos! [DWP] bukan setahun ini saja. Sudah bertahun-tahun kan ada di situ. DWP itu adalah pendapatan DKI yang terakhir. Hajatan akhir tahun, termasuk profit untuk DKI,” ujar Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi kepada Media Indonesia tanpa menutup-nutupi kegirangannya soal potensi sumbangan DWP buat APBD.