Kencan

Makin Banyak Anak Muda Asia, termasuk Indonesia, Jadi Sugar Baby Selama Pandemi

“Saya tak perlu lagi mengkhawatirkan gaji dipotong gara-gara pandemi. Saya justru merasa lebih tenang sekarang,” menurut pengakuan seorang sugar baby.
Shamani Joshi
Mumbai, IN
Ilustrasi dua orang sedang makan
Foto ilustrasi sugar baby oleh Stocksnap via Pixabay

Di saat sejumlah orang mengeluhkan jenuh bekerja dari rumah atau lelah mengikuti rapat Zoom, ada banyak orang di luar sana yang dipotong gajinya karena pandemi menyebabkan kerugian bagi tempat kerja mereka. Jutaan orang di dunia bahkan telah kehilangan pekerjaan mereka sejak awal pandemi.

Para lulusan baru pun ikut merasakan dampaknya. Mereka susah mencari pekerjaan, karena banyak perusahaan gulung tikar dan tak berani ambil risiko merekrut karyawan baru. Pada akhirnya, mereka mencoba memenuhi kebutuhan dengan usaha sendiri. Ada yang berjualan makanan, ada juga yang menjadi cam girl. Sedangkan di Asia, banyak anak muda tergiur dengan prospek mengencani lelaki atau perempuan lebih tua yang tajir, atau biasa dikenal sebagai sugar dating.

Iklan

Dalam sugar dating, kedua belah pihak saling diuntungkan. Sugar baby akan menerima uang, hadiah atau bonus lainnya atas waktu yang mereka sisihkan untuk sugar daddy atau sugar mommy. Walaupun dalam banyak kasus melibatkan seks, jenis hubungan ini tak selalu terpaku pada aktivitas seksual.

Meski sudah booming sejak beberapa tahun terakhir, konsep sugar dating semakin diterima oleh banyak orang Asia selama pandemi. Di Tanah Air, situs sugar dating SeekingArrangement melaporkan jumlah sugar baby di Jakarta mencapai 10.000 orang lebih pada Agustus. Peningkatan minat juga terjadi Filipina, yang melihat lonjakan 65 persen dalam jumlah orang yang memulai hubungan ini selama pandemi. Malaysia, Singapura dan India mencatat tren peningkatan setelah berlakunya kebijakan lockdown.

“Tak pernah terpikir olehku bakalan jadi sugar baby,” tutur penulis 23 tahun bernama Akash Durani*. “Selama ini saya memandang konsepnya sebelah mata, sampai akhirnya saya berkenalan dengan lelaki lebih tua di Grindr.” Akash awalnya tidak ada niatan sama sekali untuk mencari sugar daddy. Dia baru menyadari keuntungan menjadi sugar baby setelah di-PHK dari tempat kerja. Dia curhat karena butuh saran harus melakukan apa, tapi sang pasangan justru mentransfer sejumlah uang untuknya.

“Saya tak menyangka ada orang yang mementingkan kesejahteraanku, bukan hanya sebatas penampilan dan seberapa jago diriku di atas ranjang,” lanjutnya.

Iklan

Pengguna situs SeekingArrangement di kota-kota India seperti Mumbai terus bertambah seiring dengan melonjaknya angka pengangguran dan pinjaman biaya pendidikan. 

“Sugar daddy dan sugar mommy tak hanya memberikan bantuan finansial. Mereka bisa berperan sebagai mentor atau penasihat keuangan, serta membantu dalam memperluas koneksi dan peningkatan karier,” CEO Brandon Wade menjelaskan.

Tak hanya itu saja, banyak juga yang beralih ke sugar dating untuk mengusir kejenuhan dan kegelisahan selama lockdown.

Dampak pandemi amat dirasakan oleh Zahra Irani* yang bekerja sebagai pramugari. “Saya tidak digaji penuh sampai bulan lalu. Sulit sekali rasanya,” ungkapnya. Zahra sudah terbiasa dengan gaya hidup jetset, sehingga dia bosan setengah mati ketika India kena lockdown pada Maret.

“Saya tidak tertarik berhubungan serius, tapi ingin melakukan sesuatu yang menarik. Setelah browsing Google, saya mendaftar jadi sugar baby di SeekingArrangement,” ujarnya. Sejak itu, Zahra berhubungan dengan tiga sugar daddy. Dia bahkan sudah mengatur rencana ketemuan sama salah satunya. “Bagian yang paling kusukai adalah saya bisa mengisi daftar hadiah yang diinginkan. Saya dibelikan parfum dan tas mahal. Senang rasanya bisa tetap hidup mewah di masa-masa sulit,” katanya.



Bagi perempuan 25 tahun itu, dia menjadikan sugar dating sebagai pelarian dari dunia nyata. Dia bisa berkenalan dengan lelaki dewasa yang pemikirannya sejalan. Selain untuk uang, banyak sugar baby mengencani lelaki lebih tua supaya bisa memperoleh bimbingan dan saran dari mereka.

Iklan

Meera Roy*, perempuan 24 tahun dari Delhi, sudah lima tahun menjadi sugar baby. Desainer furnitur ini dipotong gajinya gara-gara pandemi. Akan tetapi, Meera tak perlu mengkhawatirkan hidupnya karena sudah dibantu oleh sugar daddy. “Pekerjaan ini mengharuskan saya mendatangi rumah pembeli. Mereka tidak mau menerimaku [selama pandemi],” terangnya. “Situasinya buruk, tapi saya enggak perlu mengkhawatirkan pekerjaan. Saya justru merasa lebih tenang.”

Akan tetapi, hubungan ini tak selamanya semanis gula. Banyak anak muda yang mencoba sugar dating karena kesulitan ekonomi, tapi mereka malah menjadi korban penipuan. Meningkatnya tren kencan selama pandemi dimanfaatkan oleh para penipu untuk berpura-pura menjadi sugar daddy dan menguras uang korban mereka dengan dalih ingin mengirimi uang.

Meera berpendapat jenis hubungan ini “bagaikan pedang bermata dua” ketika ditanyakan tentang seberapa banyak sugar daddy yang tahu batasan. “Kalian harus hati-hati saat mencari orang yang ingin memanjakanmu. Saya pribadi bisa menolak tidur bareng sugar daddy kalau merasa tidak nyaman, tapi saya dengar banyak perempuan di luar sana yang tidak seberuntung diriku,” terangnya.

Terlepas dari bahayanya, kebanyakan sugar baby tertarik pada kemampuan melakukan percakapan dengan individu yang lebih dewasa dan gaya hidup mewah yang tak mampu dipenuhi sendiri. Di tengah krisis kesehatan dan ekonomi, sugar dating menjadi alternatif untuk bertahan hidup.

“Saya bersyukur bisa membuka diri dengan konsep ini,” tutur Akash. “Kalaupun hubungannya tidak bertahan lama, setidaknya sugar daddy telah menyelamatkanku dari keterpurukan.”

*Nama-nama narasumber telah diubah untuk melindungi privasi mereka.

Follow Shamani di Instagram.