Musik

Lirik ‘Asmalibrasi’ Dicap Jelek karena Nonsens, Emangnya Lagu Harus Logis?

Lirik lagu “Asmalibrasi” ‘dibenci’ karena dianggap tak masuk akal. VICE bertanya pada pengamat musik dan penyair tentang cara objektif menilai syair.
Dua laki-laki dan seorang perempuan berpose bersama
Soegi Bornean. Foto dari arsip Soegi Bornean.

Selama beredar di TikTok, “Asmalibrasi” adalah lagu easy listening yang bikin ketawa-ketiwi. Akhir tahun lalu, lagu ini terdengar hangat di telinga karena versi remix-nya iseng ditempelkan pengguna internet pada video dance sejumlah cowok gondrong. Video tersebut viral, melambung tembang milik band Semarang, Soegi Bornean.

Semula “Asmalibrasi” direspons dengan santai selayaknya lagu-lagu viral TikTok lain. Tampaknya banyak warganet tak menyimak liriknya karena teralihkan versi remix tersebut. Hingga kemudian ada yang mengunggah versi live lagu ini di Twitter, dibawakan band aslinya.

Iklan

Di Twitter lah dalam sekejap lagu yang tadinya harmless, kini jadi problematik. Tiba-tiba saja muncul gelombang pengguna Twitter yang menilai lirik lagu ini jelek. Alasannya, lirik modelan “Asmara telah terkalibrasi frekuensi yang sama” itu tidak masuk akal dan tak bisa ditangkap maknanya.

Kesimpulan kalau lirik “Asmalibrasi” jelek kontan mendapat perlawanan. Bagi kubu sebaliknya, mempertanyakan logika lirik sebuah lagu justru yang tak masuk akal. Sebab lirik lagu seperti puisi: fungsinya untuk dirasakan, bukan dicari logis tidaknya.

Waktu kami mintai tanggapannya, Soegi Bornean mengaku diksi di lagu mereka memang kurang familier bagi semua orang. “Tapi diksi seperti itu sengaja kami pakai sebagai ciri atau kekuatan dari karya kami,” kata Soegi Bornean lewat manajernya, Erick, kepada VICE. “Sengaja pendengar kami buat penasaran hingga nantinya mencari tahu arti kata tersebut.”

Lirik “Asmalibrasi” dicetuskan Dimec Tirta, kemudian dikembangkan dan diselesaikan oleh Erick, Fanny Soegi, Aditya Ilyas, dan Damar pada Mei 2019. Fanny, Aditya, dan Damar adalah personil Soegi. Dua bulan setelah diciptakan, di Juli 2019 “Asmalibrasi” mengudara di platform streaming.

“Latar belakang kami suka baca buku, penyuka sastra, dan pegiat teater,” tambah Erick. 

“Asmalibrasi” memang mirip puisi anak SMA yang lagi keranjingan cinta. Kata-kata yang dipakai asing, juga kentara kesan mengabaikan arti demi tampil puitis. Pendengar usia 30-an bakal capek duluan jika diminta menafsir makna “Bias kita jadi taksu gairah kalbu mendayu”.

Iklan

Tapi jika menyebut lirik “Asmalibrasi” nonsens alias omong kosong a.k.a. tanpa makna, sejujurnya lagu ini punya banyak pendahulu. Tak usah jauh-jauh, “Kirana” dari Dewa 19 punya lirik obskur kayak “Lusuh lalu tercipta mendekap diriku”. Lalu selama bertahun-tahun khalayak menebak-nebak apa yang sebenarnya Mulan Jameela ucapkan di part misterius “Makhluk Tuhan Paling Sexy”.

Puncaknya, aku perlu mengingatkan bahwa pada 2019, seorang musisi Bandung bernama Mawang bikin kita melongo dengan lagunya yang sempat dikira berjudul “Nuhina Hinu Hina Hinu Hiyyahh”. 

Nih, flashback sebentar. 

Diwarnai erangan, diisi dengan bunyi-bunyi tak bisa disebut sebagai kata. Apakah lagu itu lantas dinilai jelek pendengarnya? Tidak, Kawan. Seorang penonton di YouTube dengan takzim menyebutnya “mewakilkan perasaan saya ke orang tua”.

Faktanya, lagu dengan lirik nonsens bertebaran di sejarah musik. Sebagian pendengar tak mempermasalahkannya, bahkan mengaku bisa menikmati.

Namun jika hendak membuat penilaian, apakah logika bahasa valid dipakai untuk menilai bagus-jeleknya sebuah lirik? Apakah lirik lagu yang bagus wajib logis?

“Lirik juga kan bisa berupa fantasi. Band prog rock banyak yang ngomongin monster-monster medieval, misalnya. Jadi enggak perlu logis juga,” jawab jurnalis musik Nuran Wibisono saat kutanyai.

“Tapi menurutku gini. Lirik bagus itu, ini lagi-lagi menurutku, punya sesuatu yang disampaikan. Tahu apa yang mau diceritakan, dikisahkan. Dalam konteks itu, liriknya Soegi Bornean ya sudah bisa menceritakan apa yang ingin mereka sampaikan, tentang orang kasmaran. Emang bukan lirik yang bagus gimana-gimana, tapi aku juga enggak nemu alasan buat bilang itu lirik jelek banget kayak kata netizen.”

Iklan

Aku mencoba menanyakan pesan lagu “Asmalibrasi” menurut Soegi Bornean sendiri. Kesan banyak orang emang tak salah, ini lagu tentang kekasih sedang kasmaran.

“‘Asmalibrasi’ bercerita tentang rasa cinta berlebih tentang sepasang kekasih, yang memuat perihal komitmen dan kompromi. Dan seperti layaknya lagu cinta lainnya, ‘Asmalibrasi’ sengaja dijejali dengan beberapa majas yang mengandung rayuan dan compliment untuk si pasangan,” kata Soegi Bornean.

Aku coba meminta second opinion dari penyair Ni Made Purnama Sari, mengingat lirik lagu dan puisi punya bentuk serupa. Aku berharap penulis kumpulan puisi Kawitan (2016) ini bisa memberi pencerahan soal cara menilai puisi/lirik.

“Dalam puisi, logika bahasa sering dikesampingkan, karena yang mempertemukan maksud penulis dan pembaca acapkali bukan lagi logika, tetapi asosiasi,” kata Purnama, panggilannya.

“Bentuk puisi yang ringkas membuat penyair melakukan itu [mengesampingkan logika bahasa]. Mereka membuat beragam metafor dengan pilihan diksinya sendiri, dan sering 'menghilangkan' unsur-unsur struktur kalimat lengkap bahasa Indonesia, untuk mengejar diksi, rima, dan bentuk.”

“Yang membuat metafor menjadi bagus biasanya sejauh mana kita bisa mempermainkan asosiasi makna atas pilihan diksi serba-terbatas itu.”

Untuk menjelaskan apa itu “asosiasi”, Purnama mencontohkan satu baris puisi Chairil Anwar, “Derai-derai Cemara”.

Iklan

Cemara menderai sampai jauh. Secara logika bahasa ansih, ini tidak dimungkinkan. Masa ada pohon cemara runtuh berderai? Tapi, puisi itu jadi utuh karena kita membaca larik selanjutnya, yang bernada kesenduan:

terasa hari akan jadi malam
ada dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

“Dengan begini, kita menemukan asosiasi atas suasana yang dimaksud, dan yang berderai itu bukanlah cemara secara fisik. Bisa jadi dia hujan [karena berderai dekat asosiasi sifatnya dengan gerimis] atau bahkan perasaan si penyair itu sendiri.

Menurut Purnama, definisi puisi bisa sangat personal. Ia, misalnya, meyakini puisi itu selalu memberikan tafsir berlapis.

“Tafsir berlapis itu kurang lebih seperti: puisi itu tampak selalu berbeda setiap kali kita membacanya, seiring dengan pertumbuhan kita,” paparnya.

Penjelasan Purnama cukup jadi modal untuk menilai lirik “Asmalibrasi”, jika aku atau kamu bersikeras ingin bikin penilaian. Tapi kurasa aku akan berhenti sampai di sini. Ada hal lain yang lebih menarik perhatianku, yakni kultur meme video yang berkembang cepat di TikTok.

Tadinya aku sempat tertipu mengira ada sekelompok cowok Indonesia seniat itu bikin video joget Asmalibrasi. Ternyata si cowok gondrong bercelana garis-garis beserta lima orang temannya itu adalah anggota grup dance Iconx Family asal Filipina.

Videonya dibikin pada 2019 dengan koreografi oleh si cowok gondrong, nama doi Maezon Abella. Tariannya juga punya nama, yaitu Mathematics Dance. Sesuai namanya, gerakan tarian ini emang mewakili simbol-simbol matematika. Kisah tarian ini cocok banget jadi contoh globalisasi di internet. Setelah rame di Filipina, tarian Iconx Family viral di Jepang, tapi ditempeli lagu Jepang seperti bisa dilihat di video ini.

Pada akhir 2022 video tarian itu viral banget di Indonesia untuk mengiringi lagu “Asmalibrasi”. Saking viralnya, Iconx Family sampai bikin ulang video tariannya, kali ini bener-bener diiringi lagu “Asmalibrasi”.

Mari kita tonton lagi video tersebut untuk ke-54754388 kalinya.