BPOM Serius Godok Aturan Melarang Vape Dijual di Indonesia

Vape Bakal Dilarang Pemerintah BPOM Serius Godok Aturan Melarang Penjualan Vape di Indonesia Vape Bakal Dilarang

Bagi kalian yang kecanduan vape, ada baiknya siap-siap balik ke rokok tembakau lagi atau malah mending berhenti merokok sekalian. Sebab pemerintah berniat melarang penggunaan rokok elektrik dan vape yang beberapa tahun belakangan marak dikonsumsi. Larangan tersebut saat ini masih digodok Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan rencananya masuk ke revisi Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif.

Kepala BPOM Penny Lukito, dikutip Detik.com mengatakan rencana larangan itu buntut dari ditemukannya fakta ilmiah bahwa cairan vape mengandung senyawa kimia yang berbahaya. Menurut Penny, BPOM menemukan nikotin, propilen glikol, perisa, logal, karbonil, dietilen glikol, serta nitrosamin.

Videos by VICE

Baik propilen glikol maupun dietilen glikol sebenarnya jamak ditemui dalam makanan. Namun dalam taraf tertentu keduanya bisa memicu keracunan. Dietilen glikol, menurut penelitian, dalam dosis tinggi bisa merusak ginjal. Sementara nitrosamin, yang juga ditemukan pada tembakau, punya sifat karsinogenik dan penyebab kanker.

Penny melanjutkan, klaim bahwa vape lebih aman dari merokok dan menjadi metode terapi berhenti merokok merupakan studi yang subyektif. “WHO menyatakan tidak ada cukup bukti untuk menunjukkan rokok elektronik dapat digunakan sebagai terapi berhenti merokok,” ujarnya.

Sebelum BPOM, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah lebih dulu mengeluarkan larangan mengisap vape. Padahal belum ada laporan kasus kesehatan akibat penggunaan vape di Indonesia.

Jika larangan tersebut disahkan Indonesia akan menyusul lebih dari 20 negara yang sudah lebih dulu melarang rokok elektrik, termasuk Singapura, Korea Selatan, Thailand, dan India. Di Amerika administrasi Trump berencana melarang vape berperisa dalam beberapa waktu ke depan, lantaran produk tersebut populer di kalangan remaja. Sudah ada tujuh negara bagian yang melarang penjualan dan konsumsi vape saat ini.

Sejak awal November, pemerintah AS mencatat 2,051 kasus kesehatan yang berkaitan dengan vape di 49 negara bagian. Dari total kasus tersebut 39 orang meninggal akibat penyakit paru-paru. Berdasarkan uji laboratorium badan pengendalian penyakit AS, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ditemukan vitamin E asetat dalam cairan vape yang dikonsumsi pasien. Vitamin E asetat jamak ditemui dalam produk kosmetik.

Padahal, baru pada Juli 2018 vape dilegalkan di Indonesia, setelah Direktorat Jenderal Bea Cukai mengenakan tarif cukai sebesar 57 persen. Setelah satu tahun legal, setidaknya pengguna vape terus tumbuh hingga mencapai sekira 2 juta pengguna, menurut hitungan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI). Pada Oktober 2018, pemerintah berhasil meraup Rp106 miliar cukai vape dari target Rp200 miliar.

Terkait soal larangan dan kasus kematian remaja di Negeri Paman Sam, Dimasz Jeremiah dari Asosiasi Vaper Indonesia menolak jika vape dituding sebagai penyebab. Dimasz mengatakan, penyebab utama kasus kesehatan dan kematian itu terletak pada campuran tetrahydrocannabinol (THC) yang berbentuk minyak dan merupakan zat psikoaktif yang ditemukan pada mariyuana.

“Jadi [penyebab kematian] bukan di vapenya,” kata Dimasz kepada Antara. “Ini kayak epidemi gitu. Terjadi pada beberapa ratus orang di kelompok umur yang kira-kira sama yaitu anak muda dan selain itu terbukti menghisap ganja.” Anggapan Dimasz sesuai dengan laporan CDC, yang menemukan setidaknya 82 persen THC dalam sampel produk yang menyebabkan kematian.

Dimasz justru berharap, alih-alih melarang pemerintah seharusnya mengeluarkan regulasi yang mendukung standarisasi industri vape dan mencegah penyalahgunaan anak di bawah umur. Sebab Dimasz mencatat, industri vape punya potensi pasar yang cukup kuat.

Di Amerika Serikat, pengguna vape di kalangan anak SMA meningkat dua kali lipat menurut data pemerintah. Rencana larangan peredaran vape berperisa di AS pada akhirnya membuat raksasa rokok elektrik Juul, kelimpungan. Sekira 80 persen penjualan Juul, padahal, bergantung pada vape berperisa. Juul juga dipastikan kehilangan investasi dari produsen dan distributor tembakau terbesar di dunia Artria Group yang punya 35 persen saham Juul. Rencana merger senilai US$187 miliar antara Juul dan Philip Morris harus kandas.

Di Indonesia sendiri, lantaran belum ada regulasi soal penggunaan vape, memicu kekhawatiran atas penyalahgunaan. Sebab berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, proporsi rokok elektrik yang dihisap penduduk umur kurang dari 10 tahun di Indonesia pada 2018 sebanyak 2,8 persen. Tercatat pengguna rokok elektrik terbanyak terdapat pada kelompok usia 10-14 tahun sebesar 10,6 persen.