FYI.

This story is over 5 years old.

Masa Depan

Sekelompok Miliarder Ingin Mewujudkan Ide Kota Mengambang di Laut

Orang-orang kaya ini berideologi libertarian, mereka percaya dunia seperti di film 'Waterworld' bakal terjadi dalam waktu dekat. Jadi, manusia mending hidup di laut daripada ke Mars.
Syarafina  Vidyadhana
Diterjemahkan oleh Syarafina Vidyadhana
Foto ilustrasi proyek kapal utopia oleh Associated Press

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Membangun sebuah surga tekno-utopis libertarian dalam kota yang mengambang di atas permukaan laut terdengar seperti cerita fiksi ilmiah atau lelucon dari serial “Silicon Valley” di HBO. Rupanya cerita kali ini serius. Sangat mungkin menjadi kenyataan dalam waktu dekat. Ide kapal yang bisa berfungsi sebagai kota industri mengambang digagas sekelompok idealis libertarian. Kelompok berisikan miliarder ini percaya dapat memperbaiki kebobrokan masyarakat modern. Caranya? Manusia perlu hidup sebagai komunitas-komunitas di laut terbuka. Di samudra lepas, menurut mereka, manusia dapat terisolasi dari bencana ekologi, misalnya meningkatnya permukaan laut dan kurangnya inovasi pemerintah. Kedua hal tersebut, menurut Joe Quirk selaku ketua Seasteading Institute, adalah permasalahan terbesar yang dihadapi umat manusia memasuki Abad ke-21. “Seasteading dapat memecahkan kedua masalah tersebut,” ujar Quirk saat dihubungi VICE News. “Menurut pendapat saya, membangun kapal ini lebih penting daripada pergi ke Mars.” Tahun ini, Seasteading Institute menyepakati kerjasama dengan French Polynesia untuk membangun prototipe “seastead” di sebuah laguna terlindungi. Prototipe kapal mewah itu diperkirakan bisa beroperasi paling cepat 2020. Proyek ini bukan sekadar kapal mewah berisi restoran yang mengambang. Lebih jauh lagi, proyek tujuan akhirnya adalah membangun sebuah utopia. Kapal Seasteading terinspirasi acara Burning Man. Di sana Quirk bertemu Parti Friedman, perintis dan cucu dari ekonom penganut ideologi pasar-bebas Milton Friedman. Keduanya kemudian menulis sebuah manifesto dalam situsweb mereka, di mana para “aquapreneurs” menjelaskan betapa gagasan seasteads akan memecahkan delapan masalah sosial terbesar masa kini. (Buku yang ditulis Friedman dan Quirk, berjudul “Seasteading,” menurut situsweb mereka, menjadi buku laris di toko buku online Amazon untuk kategori teknik kelautan.) Proyek kota mengambang di laut didasari asumsi bahwa permukaan laut akan meningkat akibat perubahan iklim. Di masa mendatang, tak ada tempat lain bagi manusia untuk hidup selain lautan. Ornag-orang kaya ini berpikir bahwa, dengan hidup di kota-kota mengambang, manusia dapat melakukan beberapa agenda berikut:

  • “Memperkaya orang miskin,” karena negara-negara terdiri dari pulau kecil, menurut mereka, cenderung lebih makmur dan mampu merestrukturisasi pemerintah saat mereka merdeka.
  • “Menyembuhkan yang sakit,” karena meski birokrasi pemerintah menghambat progres dalam penelitian medis, hal ini tidak akan terhadi di surga-surga libertarian mereka.
  • “Memberi makanan pada yang kelaparan,” dengan memanen ganggang yang akan berkembang seiring dengan suhu bumi yang memanas dan karbon yang diserap laut.
  • “Membersihkan atmosfer,” dengan menanam ganggang penyerap karbon baru, yang akan menjadi sumber energi berdaya solar di “ekonomi biru” yang baru.”
  • “Mendorong orang-orang untuk hidup berdampingan dengan alam,” lewat kota-kota yang dibangun dengan teknologi, yang terinspirasi dari tumbuh-tumbuhan yang menggunakan air sebagai sumber energi.
  • “Menyediakan energi bagi dunia,” lewat “konversi energi termal laut,” sebuah mekanisme yang relatif tidak dikenal untuk memproduksi energi menggunakan perbedaan temperatur antara air di dasar laut dan di permukaan.
  • “Menghentikan pertikaian dan konflik sosial,” dengan membebaskan manusia dari “monopoli pemerintahan” dan mengizinkan orang-orang memilih sendiri tipe pemerintahan yang sesuai, di antara sekumpulan sistem seasteads yang berbeda.

Dorongan moral nomor delapan dalam manifesto Seasteads adalah “Proyek Riset Velella Mariculture”. Itu semacam keramba yang digunakan untuk mengembangbiakkan ikan-ikan secara berkelanjutan. Mereka berharap keramba ini dapat “memberi makan 9 miliar orang dengan sashimi luar biasa enak,” tanpa meninggalkan jejak karbon merusak lingkungan. Ide ini menarik perhatian kalangan super tajir. Peter Thiel adalah investor utama proyek, yang mengalirkan dana sebesar US$1,7 juta untuk membiayai Friedman membangun Seasteading Institute. (Thiel mengundurkan diri dari dewan yayasan pada 2011, menurut Business Insider, dan Quirk berkata Thiel tak lagi terlibat dalam proyek pengembangan kapal di French Polynesia, meski dua pegawai Thiel Foundation masih menduduki posisi dewan di Seasteading Institute.) Mereka berharap dapat mendanai proyek ini melalui “coin offering,” sebuah cara baru urunan dana publik yang melibatkan penciptaan mata uang baru dengan angka terbatas dan segala urusan beroperasi di luar sistem finansial dan regulasi tradisional. Para seasteaders, kata Quirk, “berkomitmen untuk mendesentralisasi tak hanya pemerintahan tapi juga sistem keuangan.” “Jika masyarakat hidup di pulau mengambang dan mereka bisa disusun ulang dan berpindah, jadinya kita memiliki variasi dan pilihan pemerintahan,” ujar Quirk. “Jadi, pemerintahan sebagai teknologi dapat maju dengan kecepatan ponsel yang kita perbincangkan saat ini.” “Saya memandang seasteads sebagai iPhone yang mengambang. Dan kamu bisa membawa aplikasi pemerintahanmu sendiri, sekaligus memilih sendiri sistem untuk mengelola masyarakat.”