Lingkungan

Perusahaan Indonesia Mulai Tertarik Ikut Tren Carbon Offsetting demi Kurangi Emisi

Produsen cat Mowilex jadi pemain manufaktur pertama di negara ini memperoleh sertifikasi netral karbon. Pegiat lingkungan merasa perlu ada upaya ekstra supaya pemanasan global dapat diredam.
Perusahaan Indonesia Mulai Tertarik Ikut Tren Carbon Offsetting untuk Kurangi Emisi
Foto ilustrasi oleh Pascal Pavani/AFP

Suhu Bumi meningkat 1 derajat celcius sejak terjadinya revolusi industri di paruh kedua Abad 18. Manusia jelas bertanggung jawab dalam pemanasan global. Di Indonesia jejak karbon atau emisi karbondioksida per kapita mencapai 2,6 metrik ton pada 2018. Maka butuh usaha ekstra buat mengurangi itu.

Merujuk Kesepakatan Paris yang dicanangkan United Nations Framework Convention on Climate Change, salah satu poin yang dihasilkan adalah membatasi kenaikan suhu rata-rata global 1,5 derajat celcius dibandingkan masa pra revolusi industri sebelum 2030. Ini tugas berat, sebab belum ada usaha signifikan dalam mengurangi emisi CO2.

Iklan

Kegiatan korporasi bahan bakar fosil terus berlanjut. Berbagai perusahaan besar itu sebenarnya sadar akan efek produk-produk mereka terhadap lingkungan Bumi yang semakin rapuh. Namun tetap saja produksi terus digenjot.

Setidaknya ada 100 perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas sumbangan 71 persen emisi gas rumah kaca (GRK) di tingkat global sejak 1988, menurut sebuah laporan 2017 oleh Carbon Disclosure Project (CDP). Sebanyak 25 di antaranya adalah korporasi milik negara maupun swasta yang menyumbang lebih dari 50 persen emisi GRK industri global. CDP mengatakan skala emisi perusahaan ini berkontribusi secara signifikan pada perubahan iklim.

Dalam situasi suram itu, perlahan mulai banyak perusahaan melakoni opsi carbon offsetting. Carbon offsetting adalah upaya mengkompensasi emisi karbon yang sudah dihasilkan oleh suatu perusahaan, dengan membeli emisi karbon yang dihasilkan oleh sumber lain.

Contohnya begini: perusahaan A membuang emisi karbon tinggi ke atmosfer, tapi untuk mengkompensasi hal itu, perusahaan A lantas menyuruh pihak ketiga untuk menanam pohon. Contoh lainnya, perusahaan A membeli gas metana (yang juga turut menyumbang pemanasan global) dari pihak ketiga untuk dipakai sebagai sumber daya. Nah, kalau sudah melakukan itu, suatu perusahaan kemudian bisa mendapat sertifikasi ‘karbon netral’ (carbon neutral), sebab emisi yang sudah dibuang telah dikompensasi, sehingga menjadi netral.

Iklan

Di Indonesia, baru ada satu perusahaan yang menerapkan sistem ini: perusahaan cat tembok PT Mowilex Indonesia. Mowilex belum lama ini mendapat sertifikasi netral karbon dari SCS Global— sebuah perusahaan sertifikasi lingkungan dan makanan berbasis di California, Amerika Serikat. Carbon offsetting yang dilakukan oleh PT Mowilex adalah dengan mengganti diesel dengan propana untuk armada forkliftnya. Mereka juga membeli gas metana dari sebuah sumber di Vietnam. Sebab di Indonesia belum ada sumber pengolahan gas metana yang baik.

"Menjadi pemimpin industri, bukan berarti hanya sekadar memproduksi cat dan pelapis berkualitas tinggi kepada konsumen kami, tetapi juga bertanggung jawab atas emisi karbon yang dihasilkan dari operasi kami," ujar Niko Safavi, CEO PT Mowilex Indonesia. "Kami berharap dapat menginspirasi perusahaan-perusahaan lainnya yang belum komitmen untuk menggunakan sumber daya mereka untuk menanggapi target iklim yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia."

Meski begitu aksi nyata yang lebih penting buat mereduksi jejak emisi karbon tetap dibutuhkan. Beban itu sebetulnya lebih banyak di pundak negara maju, yang produksi karbonnya jauh melebihi Indonesia. Pendapat ini disampaikan Manajer Kampanye Keadilan Iklim dan Isu Global Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia Yuyun Harmono.

"Seharusnya negara-negara maju itu yang berubah. Bukan negara berkembang, sebab merekalah yang seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pemanasan global," kata Yuyun.

Firdaus Cahyadi, dari LSM SatuDunia yang fokus ke keadilan iklim, sempat menulis bahwa Indonesia menjadi salah satu destinasi negara maju untuk menebus efek pemanasan global. Pada 2009, Indonesia menyiapkan 26,6 juta hektare lahan yang rencananya akan diperdagangkan dalam proyek carbon offset. Uang yang beredar dalam proyek ini diperkirakan mencapai Rp 63 triliun. Tak pelak, tulis Firdaus, presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu ikut mematok target menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020.

"Padahal, sejatinya, sebagai negara berkembang, Indonesia belum memiliki kewajiban untuk mengurangi gas rumah kaca," tulis Firdaus. "Negara-negara maju sebagai penyebab perubahan iklimlah yang seharusnya lebih bertanggung jawab menurunkan emisi GRK di dalam negerinya masing-masing."