Dalang utama serangan teror bom bunuh diri menewaskan 257 orang pada perayaan Minggu Paskah bulan lalu, adalah seorang laki-laki kejam dan keras kepala, yang pernah bergabung dengan Jamaah Tauhid Nasional (NTJ). Namanya Mohammed Zahran Hashim. Dia sudah dikeluarkan dari NTJ sebelum rententan bom bunuh diri terjadi. Setidaknya itu pengakuan bekas temannya yang kini jadi ketua kelompok Islam konservatif yang sudah dilarang oleh pemerintah Sri Lanka
“[Mohammed Zahran Hashim] memiliki dua kepribadian,” kata Mohamed Yusef Thaufeek yang kini didaulat menjadi Ketua NTJ, dalam wawancara khusus bersama VICE. “Dia punya sifat keras kepala, sekaligus suka berbohong. Dia mempunyai kedua perilaku tersebut. Tidak peduli apa yang kamu katakan kepadanya, dia tak pernah mau mendengar, tak pernah menerima saran orang lain. Itulah perilakunya.”
Videos by VICE
Sebelum tragedi Paskah 2019, NTJ hanyalah satu dari berbagai kelompok keagamaan kecil di negara mayoritas Buddha ini. NTJ merupakan kelompok pengajian yang merujuk tafsir ulama Wahabi.
Dulu, sebelum dinyatakan sebagai organisasi terlarang, anggota NTJ sering dipantau polisi karena berulang kali bentrok fisik melawan kelompok-kelompok religius lainnya. NTJ juga beberapa kali terlibat upaya vandalisme pada patung-patung suci bagi umat Buddha. Walau sering berulah, NTJ beberapa tahun lalu dianggap bukan ancaman bagi para pejabat pemerintah. Organisasi ini bahkan tidak dikenal sebagian besar penduduk Sri Lanka.
Akibat insiden berdarah di hari Paskah, organisasi ini segera jadi sorotan nasional. NTJ yang tadinya tak penting, tiba-tiba nyaris sejajar Al Qaeda karena terlibat salah satu serangan teroris paling mematikan sejak peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat. Mohammed Zahran Hashim adalah pendiri NTJ pada 2012 lalu. Dia diduga mendalangi serangan pada gereja dan hotel pada hari Paskah dengan bantuan jaringan teror Negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
Saat mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri Paskah di Internet, ISIS merilis video menampilkan Zarhan bersama delapan orang lain bersumpah untuk setia (baiat) kepada khilafah Islamiyah. Aparat Sri Lanka membenarkan Zahran termasuk salah seorang pelaku bom bunuh diri, yang jasadnya ditemukan dari satu hotel mewah di ibu kota Colombo.
Thaufeek dalam posisi serba salah karena tidak terlibat serangan tempo hari, tapi kini menjabat sebagai ketua NTJ. Dia tidak menyangkal bila mantan rekannya itu pelaku utama pemboman gereja dan hotel. Thaufeek juga mengakui bom bunuh diri yang menewaskan 15 orang dilaksanakan saudara-saudara Zahran, yang sebagian juga dia kenal.
Namun, dia menyangkal bila serangan tersebut dianggap rencana resmi ormas yang kini dia pimpin.
“NTJ bukan gerakan teroris. Kami adalah organisasi resmi di bawah naungan hukum Sri Lanka. NTJ menyediakan layanan religius dan sosial,” ujar Thaufeek. Dia mengacu pada dokumen yang ditulis dalam bahasa Tamil, terbit pada 24 Desember 2017. Surat itu menurutnya membuktikan bahwa Zahran sudah dikeluarkan dari semua struktur organisasi NTJ.
Thaufeek menilai pengusiran Zahran dari NTJ menandai awal mantan sobatnya itu jadi ekstremis. Sejak awal 2017, usai NTJ terlibat kerusuhan dengan penganut Sufisme di Kota Kattankudy, Sri Lanka, Zahran menjadi target polisi. Tak lama setelahnya, dia melarikan diri dari Kattankudy, tetapi terus memposting video di Facebook.
“Setelah beberapa bulan kabur itulah, cara berbicaranya mulai berubah,” kata Thaufeek. “Dia mulai sering membahas perlunya menggulingkan pemerintah Sri Lanka. Dia mengatakan sistem parlemen Sri Lanka tak berguna, dan sistem pengadilan adalah thagut. Kami sendiri bingung melihat orang macam ini pernah menjadi bagian dari gerakan kami. Ada perubahan drastis dari ideologi yang dia anut. Makanya, kami bersatu dan mengeluarkannya dari organisasi NTJ.”
Komentar-komentar Zahran di Facebook, selama beberapa bulan kabur itu, sempat membuat warga muslim di Colombo cemas. Hilmy Ahmed, Wakil Ketua Majelis Umat Islam Sri Lanka, sejak awal sudah memberitahu pihak berwajib mengenai retorika Zahran di medsos yang berbau kekerasan.
Mengacu salah satu video pelaku, Hilmy menilai pandangan Zahran semasa hidup tak bisa didukung umat Islam lainnya. “Secara sederhana dia mendukung pembunuhan semua orang yang bukan penganut agama Islam. Dia pasti masuk penjara, seandainya ditemukan sebelum aksi teror kemarin. Sayang aparat gagal menemukannya.”
Gara-gara ini pula, pemerintah Sri Lanka dikecam publik, karena meremehkan jaringan yang dibangun Zahran selama kabur. Peringatan sebagian umat muslim yang diabaikan pemerintah Sri Lanka jadi topik perdebatan sampai hari ini. Semua tanda akan terjadi serangan teror terpampang di hadapan aparat, tapi nyatanya tak ada tindakan apapun untuk menghindarkan pemboman sekian gereja dan hotel tersebut.
Pada Januari 2019, sudah muncul peringatan intelijen bahwa sel Islamis radikal sedang menimbun senjata dan bahan peledak di beberapa lokasi di Sri Lanka. Lalu terdapat tiga peringatan lebih lanjut dari intelijen India sejak awal April.
Peringatan pertama diterima pada 4 April, peringatan kedua datang 11 April, lalu disusul dengan peringatan terakhir hanya beberapa jam sebelum terjadi ledakan bom pada 20 April. Setiap peringatan disertai keterangan detail sasaran, nama terduga, bahkan keberadaan terduga. Polisi Sri Lanka ternyata tak serius merespons info intelijen tersebut.
Thaufeek akhirnya hanya bisa pasrah ketika polisi mendatangi masjid yang dikelola NTJ selagi saya mewawancarainya. Dia ditahan untuk diinterogasi.
“Kami tegaskan tidak pernah terlibat dengan jaringan Zahran,” ujarnya. “Tapi kami pun tidak bisa menghentikan pemerintah Sri Lanka jika ingin menyatakan NTJ sebagai organisasi terlarang.”
Kini, penyelidikan aparat Sri Lanka beralih ke kawasan India selatan. Zahran dan timnya diduga dilatih jaringan teror di sana.
Akibat leletnya kerja aparat, warga muslim moderat Sri Lanka yang selama bertahun-tahun sudah aktif menyuarakan opini mereka menolak ekstremisme jadi korban. Mereka khawatir pemerintah akan mempersekusi semua komunitas Islam akibat ulah segelintir teroris.
“Sebagai orang yang selama ini mewakili komunitas Islam bekerja sama dengan pemerintah Sri Lanka, kami takut membayangkan konsekuensi kebijakan pemerintah terhadap minoritas muslim di masa akan datang,” kata Hilmy Ahmed. “Sekarang, yang bisa kami lakukan hanyalah memulihkan kepercayaan antara warga Islam dan non-Islam, yang pasti akan butuh waktu bertahun-tahun.”
Video wawancara eksklusif kami bersama Ketua NTJ bisa ditonton di awal artikel ini
Artikel dan video ini pertama kali tayang di VICE News