Saat drag queen San Fransisco Gilbert Baker mewarnai dan menjahit sendiri bendera pelangi pada 1978, orang berusia 27 tahun itu mempunyai filosofi yang jelas di balik rancangannya. “Pelangi adalah simbol yang sempurna karena sesuai dengan keragaman kami dari segi ras, jenis kelamin, usia, dan semuanya,” ujarnya kepada Museum of Modern Art (MoMA) empat dekade lalu, saat museum tersebut memperoleh izin untuk menyimpan karya seni yang ikonis itu. “Lagi pula, ini kan bendera alami—pelangi datang dari langit!”
Bendera pelangi ini telah berevolusi menjadi banyak permutasi yang berbeda—kini, ada bendera kebanggaan untuk konstelasi identitas gender dan orientasi seksual, termasuk bendera pelangi yang baru-baru ini dirancang ulang yang mengakui utang gerakan LGBTQ kepada orang-orang trans kulit berwarna seperti Marsha P. Johnson dan Sylvia Riviera.
Videos by VICE
Baker meninggal pada April 2017, tetapi kita bisa membayangkan dia tersenyum pada interpretasi bendera pride milik antropolog queer dan non-biner Laurie Raye: bendera pride luar angkasa, di mana warna-warni khas bendera pelangi diganti dengan garis-garis berwarna serupa berisi galaksi, nebula, dan objek langit lainnya.
“Saya mengumpulkan banyak foto luar angkasa, saya sangat senang memandangi foto-foto ini,” ungkap Raye kepada Broadly. “Saya merasa sangat rileks ketika bisa tersesat di antara bintang-bintang untuk sesaat. Saya punya beberapa foto nebula putih, ungu, dan hitam yang saya gunakan untuk bendera non-biner yang berbaris di folder gambar saya, dan berpikir ‘Kalau ada yang kuning, itu bisa jadi bendera non-biner.’
“Saya mengunggah bendera tadi ke Facebook, kemudian seorang teman meminta desain bendera trans, kemudian beberapa teman lain meminta beberapa bendera lainnya… jadi, saya awalnya hanya membuat segelintir bendera dan tidak menyangka akan menjadi sangat populer.”
Di Twitter, lebih dari 1,200 orang telah me-retweet bendera-bendera trans dan non-biner buatan Raye, dan post mereka di Facebook yang menyusun semua bendera pride telah disebarkan sebanyak hampir 15,000 kali. Ada versi galaktik dari bendera pelangi Baker, serta bendera untuk banyak identitas yang berbeda, termasuk pride biseksual, pride panseksual, pride queer, pride lesbian, dan pride genderfluid.
“Tanggapannya sangat positif. Tanggapan yang paling menyentuh, saya rasa berasal dari orang-orang yang diperkenalkan ke berbagai identitas atau orientasi gender melalui bendera saya,” kata Raye. “Melihat seseorang berkata ‘Wow, saya tidak tahu ada nama untuk perasaan ini! Saya rasa ini adalah saya!’ benar-benar mengharukan.”
Sebagai asisten kuratorial MoMA, Michelle Millar mengatakan dalam obituari Baker tahun 2017, perancangnya itu tidak pernah menjadikan desainnya merek dagang— “sangat mirip dengan perancang yang memberi kita simbol universal lainnya, seperti simbol daur ulang buatan Gary Anderson, atau tanda perdamaian buatan Gerald Holtom.”
Demikian pula, Raye ingin bendera pride luar angkasa dapat diakses oleh semua orang, dan memuji Mount Lemmon Skycenter sebagai sumber foto galaksi mereka. “Saya ingin orang-orang mencurinya,” katanya. “Saya ingin orang-orang menggunakannya di mana pun mereka suka, ini adalah hadiah gratis untuk komunitas saya. Itu saja harapan saya.”
Dalam wawancara dengan MoMA, Baker mengatakan dia melihat bendera pelanginya sebagai simbol persatuan yang kuat bagi sesama manusia. “Pelangi menjadi hal yang menghubungkan kita semua,” ungkapnya. “Saya bisa pergi ke negara lain, dan jika saya melihat bendera pelangi, saya merasa seperti menemukan seseorang yang memiliki semangat yang sama atau [bahwa itu] adalah tempat yang aman untuk dituju. Itu semacam bahasa, dan itu juga memproklamirkan kekuasaan.”
Oleh sebab itu, mudah untuk memahami alasan bendera pride luar angkasa buatan Raye menyentuh orang-orang LGBTQ. Tidak peduli bagian pelangi mana yang menjadi identitasmu, kita semua terhubung di bawah langit terbuka yang sama.
Seperti yang dikatakan Raye: “Saya juga melihat orang-orang berkomentar hal-hal seperti ‘ kita semua terbuat dari debu kosmik’ yang merupakan sebuah gagasan yang indah. Kita adalah anak-anak dari bintang yang sudah lama mati, dan jika kita queer, pasti beberapa bintang juga queer.”
“Jadi begitulah keadannya sekarang,” ungkapnya. “Bintang-bintang ini juga gay. Semesta itu gay.”
Artikel ini pertama kali tayang di Broadly