Ketika VICE ngobrol bareng aktor Jesse Eisenberg lewat ponsel, dia mengaku tengah bersiap-siap menyewa sebuah mobil van, lalu menyetir bersama istri dan anaknya yang berumur tiga tahun ke kampung halamannya di Indiana. Mereka meninggalkan Los Angeles seiring krisis virus corona mulai parah menghantam Amerika Serikat. Namun Jesse juga tidak memiliki rencana juga mau ngapain setibanya di kampung.
“Paling selama jalan kami akan berhenti di supermarket dan POM Bensin. Saya belum pernah menyetir van untuk jarah jauh, jadi paling nanti kami istirahat dan tidur di Walmarts. Saya sih dikasih tahunya begitu,” begitu pengakuan aktor berumur 36 tahun tersebut. Mudah-mudahan nasibnya enggak sama dengan tokoh yang dia perankan di Vivarium, sebuah film horor sains fiksi karya sutradara asal Irlandia, Lorcan Finnegan, yang debutnya ditayangkan di Festival Film Cannes dan kini bisa ditonton di internet.
Videos by VICE
Dalam film tersebut, Tom (Eisenberg) dan istrinya Gemma (Imogen Poots) adalah sebuah pasangan muda yang tengah mencari rumah. Ketika menyambangi kantor real estate, seorang agen menginformasikan sebuah komplek perumahan baru bernama Yonder, yang diceritakan sebagai oasis suburban sempurna. Tom dan Gemma mengikuti sang agen menuju Yonder, dan menemukan bahwa semua rumahnya identikal dan tampak tidak dihuni.
Tom dan Gemma berusaha kabur, tapi gagal, karena mereka entah bagaimana selalu berakhir di rumah yang sama. Tidak punya pilihan, mereka mau tidak mau tinggal di rumah tersebut. Mereka juga menemukan seorang bayi lelaki dalam sebuah kotak di tengah jalan. Dari situ, berbagai insiden aneh ala Twilight Zone terus terjadi. Mereka terjebak, dan tidak bisa keluar dari mimpi buruk suburban tersebut.
“Vivarium sekilas terlihat sempurna: rumahnya bagus, udaranya enak. Tapi tidak ada unsur komunitas dan alam,” kata Finnegan saat diwawancarai terpisah awal Maret lalu. Film ini awalnya merupakan sebuah metafora dari krisis perumahan yang menimpa Irlandia, dan juga kecemasan millenial dalam menghadapi langkah hidup yang umum di umur 30’an: beli rumah, memulai keluarga, menetap di pinggir kota.
“Kami berusaha menciptakan monster versi generasi kami sendiri dan menggali kecemasan yang dimiliki generasi muda. Mereka tuh sebetulnya takut apa? Mereka tidak takut dengan monster dan sebagainya, mereka lebih takut hidup mereka jadi membosankan. Mereka takut harapan dan mimpi mereka musnah seiring mereka terjebak dalam kehidupan yang tidak mereka inginkan,” imbuh Finnegan.
Kemudian, semuanya berubah. Hanya dalam waktu seminggu sejak saya mengobrol dengan Finnegan, kondisi dunia berubah drastis akibat pandemi corona. Tiba-tiba, jutaan orang diperintahkan untuk tinggal di rumah entah untuk berapa lama dan menerapkan social distancing. Eisenberg tengah bersiap untuk meninggalkan kota Los Angeles yang ramai, dan Imogen Poots terjebak di rumahnya di London. Tiba-tiba tema film Vivarium seakan memiliki makna yang baru.
“Saya membayangkan film ini sebagai mimpi buruk yang kamu dapat sebelum menikah atau membeli rumah atau memiliki anak. Ini semacam mimpi bawah sadar tentang ketakutan kita semua akan kehidupan normal,” ujar Eisenberg, yang juga membintangi Resistance, sebuah film biopik tentang seniman pantomim Perancis, Marcel Marceau. “Fakta bahwa film ini akan ditayangkan sekarang, dalam konteks dunia seperti saat ini, akan menimbulkan pengalaman baru seiring kita masuk ke dalam kehidupan yang klaustrofobik, penuh dengan rasa takut.”
“Tema jutamanya adalah perasaan terjebak, tapi selain itu ada juga pertanyaan apa sebetulnya peranmu ketika semua hal yang membentukmu sebagai individu dirampas?” ujar Poots. “Saya dan pacar menonton A Quiet Place pertama kali dan suka banget. Rasanya aneh menonton film itu sekarang karena situasi dunia saat ini terasa sinematik.”
Sulit untuk tidak mengakui bila dunia nyata sekarang terasa seperti film horor. Vivarium menyorot berbagai kondisi serupa dengan yang kita alami sekarang. Karakter Tom dan Gemma terjebak di rumahnya sendiri, mulai jadi gila, dan menghitung sudah berapa lama mereka terjebak. Mereka bangun, sarapan, mencari cara untuk kabur, makan lagi, tidur, dan mengulang lagi rutinitas ini besoknya. Mereka menderita secara fisik dan mental dalam pencarian mereka jalan keluar dari mimpi buruk ini, dan bahkan untuk memahami apa yang tengah menimpa mereka. Semua rasanya gelap dan mengancam. Enggak beda jauh sama kondisi kkita sekarang toh?
Pasangan ini juga dipaksa mengurus seorang anak aneh yang ditinggalkan begitu saja untuk mereka. Anak ini meniru suara mereka ketika sedang berargumen, menangis tanpa henti, dan intinya mengerikan. Biarpun orang tua di dunia nyata tidak akan menganggap anak mereka sebagai monster parasit berbentuk anak kecil, Vivarium juga menyentuh tema betapa melelahkan dan membuat frustrasinya terjebak seharian dengan anak kecil.
“Lagi-lagi, rasanya aneh memikirkan ini sekarang, karena saya berada di dalam mobil dengan anak saya sendiri yang untungnya tidak saya anggap sebagai monster. Tapi ini jelas membuat semua orang khawatir,” ujar Eisenberg.
Mungkin menonton Vivarium dan menyaksikan refleksi dramatis kehidupan kita saat ini, terjebak di rumah, mungkin ditemani teriakan anak-anak kecil, bisa jadi bentuk terapi yang berharga. Dan apabila sutradara Finnegan sukses, kita semua akan “trauma selamanya” setelah menonton, dan menjadi individu yang lebih baik karenanya.
“Semoga ceritanya terus teringan dan membuat orang berpikir tentang bagaimana kita menjalani hidup,” ujarnya. “Selalu ada kesan bahwa kalau kamu optimis, keadaan bisa berubah. Saya tipe yang optimis. Menurut saya keadaan akan bertambah baik. Kita bisa menonton film yang membuat kita memikirkan hal-hal macam ini dan berubah menjadi orang yang lebih baik.”
Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.