Wewangian Bau ‘Laki’ Tuh Kayak Gimana Sih Kriterianya?

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly Austria.

Dalam waktu singkat, kita bisa membedakan perlengkapan mandi mana yang khusus dijual untuk konsumen perempuan atau laki-laki. Perbedaannya kentara banget: produk-produk untuk konsumen perempuan didominasi tampilan beraneka warna cerah, tulisan halus, dan botol kemasan bundar; sedangkan barang ditujukan buat konsumen laki-laki, warna kemasannya cenderung gelap, dan botol kemasannya dirancang sebisa mungkin punya banyak sudut. Ambil contoh sabun cair, konsumen perempuan memiliki pilihan wangi-wangian lebih beragam. Ada blackberry, vanila, buah naga, kayu cendana, karamel, sampai percampuran bunga-bunga eksotis kegemaran tujuh bidadari.

Sementara itu, pilihan wewangian yang dimiliki konsumen laki-laki, yang ditampilkan sebagai makhluk tuhan paling macho dan pecandu adrenalin dalam iklan-iklan? Cuma “MEN” doang pakai huruf kapital.

Sebagian besar orang barangkali punya bayangan wangi blackberry atau vanila tanpa perlu membuka tutup botol dan menghirup si sabun mandi. Nah, kalau MEN? Wanginya kayak apaan tuh?

“Wangi [lelaki] tidak bisa terlalu kebunga-bungaan, atau manis, atau menonjol,” kata juru bicara POWER, sebuah merek perlengkapan mandi rancangan majalah Men’s Health, kepada Broadly melalui keterangan tertulis. Dia menambahkan wangi “segar” adalah kunci untuk menarik perhatian konsumen lelaki. “Itulah sebabnya sabun cair Men’s Health POWER mengandung zat-zat seperti menthol dan tiger grass, sehingga menimbulkan wangi lebih ‘maskulin.’”

NIVEA memasarkan produk-produk mereka pakai embel-embel “maskulin” dan “khas,” tapi mereka tidak benar-benar menjelaskan maksudnya saat dihubungi oleh Broadly. “Kami tidak bisa memberikan pernyaaan global, karena ada tren berbeda pada tiap-tiap negara. Wewangian mint lebih diminati di Britania Raya; aroma buah-buahan lebih diminati di Prancis; bau tumbuh-tumbuhan di Spanyol; dan chypre [campuran oak moss, rocky labdanum, patchouli, dan bergamot] lebih diminati di pasar Jerman dan Austria.”

Videos by VICE

“Saya pernah juga kok mendapati aroma yang tajam dari perempuan, dan sebaliknya wangi-wangian lembut pada laki-laki.”

Elisabeth Oberzaucher, ilmuwan bidang analisis perilaku dari University of Vienna, sekaligus anggota Science Busters (grup Youtube informatif dan humoris berisi ilmuwan Austria), saat ini meneliti daya tarik dan proses pemilihan pasangan yang dipengaruhi bau badan. Dia berargumen wewangian yang kita pilih berkaitan dengan bau badan alami kita—dalam arti, kita memilih wewangian yang cocok dengan bau badan. Sehingga, zat yang terkandung dalam produk-produk laki, menimbulkan bebauan serupa dengan bau badan mereka. Dengan kata lain, laki milih wangi-wangian MEN karena bau mereka sudah kayak begitu dari sananya.

Rupanya Yogesh Kumar, satu-satunya pakar parfum di Austria, tidak sepakat. Tokonya di Kota Wina, Yogesh Parcum, menjual wangi limun yang menyenangkan. Kumar, yang berasal dari India dan telah menetap di Austria selama 20 tahun, mengembangkan konsep-konsep wewangian untuk perusahaan, sambil sesekali merancang wewangian khas sesuai kepribadian pelanggannya (tokonya buka tergantung janji temu klien). Kumar mengaku telah menghirup bau leher lebih dari 4.000 perempuan dan laki. Dia memandang bau badan sebagai ciri mendalam seseorang. Dia berargumen bau badan tak selalu berhubungan dengan jenis kelamin. “Saya pernah juga kok mendapati aroma yang tajam dari perempuan, dan sebaliknya wangi-wangian lembut pada laki-laki.”

Kami yakin, hidungnya yang terlatih itu dapat mengungkap misteri wewangian MEN.

Jadi, menurut Kumar, seperti apa sih karakteristik wangi yang dilabeli ‘For MEN’?

Yogesh Kumar. Foto oleh Edie Calie.

“Wanginya seperti bahan kimia,” ujarnya, bahkan sebelum membuka tiga botol sabun cair jel yang kami sediakan. “Ini mah produk-produk kimia yang ditambahin parfum. Tujuan parfum tambahan ini untuk menutupi bau bahan kimia, sementara wangi-wangiannya memberikan sebuah klasifikasi: wangi ringan, buah-buahan, lembut, dan wangi bedak sebagai wewangian feminin; wangi jeruk, flaky, rempah-rempah, tart, dan herbaceous adalah wewangian maskulin.”

Kumar merasa perbedaan ini adalah jurus pemasaran perusahaan ritel demi meraup keuntungan, sekaligus menyediakan klasifikasi yang lebih jelas bagi konsumen. “Tapi kan laki engga selalu maskulin, dan perempuan engga selamanya harus feminin!” ujarnya.

Dugaan bahwa pemasaran gender sekadar upaya memisahkan konsumen ke dalam segmentasi-segmentasi yang lebih kaku, tidak sepenuhnya berlandasan. Dalam buku Sell to Adam and Eve, Diana Jaffè dan Vivien Manazon menulis bahwa tipikalnya laki berbelanja dengan tujuan khusus: Mereka punya satu hingga tiga kriteria yang mesti dipenuhi sebuah produk, dan mereka akan membeli produk pertama yang menurut mereka memenuhi ketiga kriteria tersebut.

Ada pula riset yang menganggap hal itu sebagai penyederhanaan. Eva Kreienkamp menulis dalam Gender-Marketing sekarang banyak lelaki yang mencabut bulu, membuktikan peran gender modern bisa jadi rusak. Sementara itu, Jaffè berargumen dalam What Women and Men Buy bahwa, meski sebagian besar pemisahan gender merupakan konstruksi sosial, mengenali dan menggarisbawahi sifat-sifat biologis seperti prekondisi hormon menjelaskan inti dari segala inti perspektif komersil: “Pemasaran bukan soal kesetaraan gender, melainkan soal faktor-faktor berkelanjutan seperti penjualan, pemasukan, dan balik modal.”

Dari sudut pandang pemasaran, satu hal yang pasti: tujuan adanya produk khusus pria adalah membuat mereka merasa “laki banget”. Cara itu gampang karena—kalau suatu merek tidak sedari awal menyasar konsumen laki-laki, seperti AXE, atau Men’s Health—tinggal tulis “MEN” atau “FOR MEN” pada kemasan produk dan… tadaaaa! Langsung kentara bahwa sabun cair itu akan melanggengkan (atau minimal, tidak merampas) konsep maskulinitas yang disepakati masyarakat kita.

Intinya istilah MEN atau for Men ini hampir tidak ada hubungannya dengan wewangian tajam, aroma segar, rempah-rempah, atau herbaceous. Istilah ini lebih berhubungan erat dengan konsep maskulinitas yang dikonstruksi secara sosial. Entah seseorang membutuhkan afirmasi soal kemachoan mereka atau, seperti disiratkan Oberzaucher, kita tidak mau mengenakan wewangian yang berlawanan dengan bau badan alami; intinya, menemukan wewangian yang sesuai dengan kedirian kita harusnnya menjadi urusan kita dan kita seorang. Semoga masa yang lebih baik sudah dekat, di mana siapapun, tak peduli posisi mereka dalam spektrum gender, boleh berbau bunga tujuh rupa, kalau mereka memang pengennya begitu.

Diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Rainer Henkel.