FYI.

This story is over 5 years old.

Musik Baru

Lewat 'Kosua', Musisi Black Merlin Mengajak Kita Meresapi Keajaiban Papua

Karya terbaru musisi elektronik asal Inggris, George Thompson, ini membawa kita pada keajaiban alam Papua Nugini dan kompleksitas hidup Suku Kosua melalui bebunyian menghipnotis.
Sampul album 'Kosua' dari Black Merlin
Foto sampul album 'Kosua' dari arsip label Island of the Gods

Kosua adalah suku yang dapat ditemukan di Dataran Tinggi kawasan selatan Papua Nugini. Seperti kebanyakan suku lainnya di muka bumi, penduduknya memiliki tarian, lagu-lagu, dan kisah mereka sendiri.

Pada 2016, musisi asal Inggris, George Thompson, menggunakan moniker Black Merlin, menyambangi Desa Seane Falls, tempat Suku Kosua bermukim. Jalan menuju ke desa penuh bahaya. Pesawat yang dia tumpangi harus mendarat di sebuah landasan terpencil dan dia harus menghabiskan empat hari trekking melewati hutan belantara.

Iklan
1543980301195-P1100558

Anak-anak Kosua turun dari rumah panggung. Semua foto dari arsip Black Merlin.

Setahun kemudian, dia kembali ke desa tersebut, tepatnya di Gunung Bosavi—sebuah gunung vulkanik yang dikelilingi hutan—dan menghabiskan lebih dari dua minggu untuk merekam dan mendokumentasikan penduduk Kosua dan lingkungan mereka.

1543980378382-P1180335

Bentang alam Papua Nugini, tempat Suku Kosua tinggal.

Hasil dari perjalanan tersebut adalah Kosua, album keduanya yang penuh dengan soundscape ambient gelap, field recording yang mengerikan dan suara-suara percakapan penduduk setempat. Hal pertama yang kamu dengar di album ini adalah kicauan burung (“Self Heat”). Ada juga kumpulan musik ambient yang hipnotik (“Standing at the Summit of Bosavi”) dan lengkingan yang berulang-ulang (“Big Haus”). Kosua dirilis akhir November 2018 lewat label rekaman Island of the Gods.

Kosua adalah album yang menarik—di satu titik, Thompson meminjam narasi suara penjelajahan alam Papua dari Dr Lawrence Blair yang memandu film dokumenter Ring of Fire. Dalam narasi tersebut, Blair menyebut Papua sebagai "heaven of birds" (surga para burung). Tafsiran menarik itu dikemas Thompson lewat track penuh spoken-word “New Guinea”. Elemen elektronika tampaknya tidak bisa lepas dari karya Black Merlin sejak perilisan album pertamanya, Hipnotik Tradisi, album yang sangat terpengaruh musik gamelan Bali. Dengan menggabungkan groove dan metode field recording, Kosua tentu secara artistik berbeda dari Hipnotik Tradisi karena menggunakan pendekatan musik elektronik yang lebih santai dan tidak rumit.

Iklan

Bukan berarti Kosua tidak memukau. “Kundu”, salah satu track di album baru Black Merlin ini, menawarkan rekaman nyanyian dan bunyi perkusi tribal—bagaikan suara sendu malam hari yang semakin gelap. Sedangkan “Chief Sigalo Balo Dance” terdengar persis seperti judulnya: sebuah tarian yang dipimpin oleh nyanyi bersahut-sahutan. Kosua menyediakan dua sisi: eksplorasi ambient dan field recordings—kadang keduanya saling berkelindan, seperti di nomor “Fogomay’iu Village.” Track favorit saya dari album ini adalah "Cloud", sebuah tembang elektronik seru berdurasi 8 menit atau “Sibi” yang santai dan kalem.

1543980493840-P1120080
1543980643185-P1150330

Kosua mengingatkan saya akan karya Steve Roach, komposer Amerika Serikat yang juga pernah melakukan perjalanan-perjalanan ke daerah yang jarang dijamah macam ini—mulai dari lawatan ke desa suku asli Amerika (di album Kiva, rilisan 1995, hasil kolaborasi dengan Michaek Stearns dan Ron Sunsinger), atau ke wilayah suku Aborigin Australia (di album Dreamtime Return, rilisan 1998). Mirip dengan Hipnotik Tradisi, musisi Amerika, Alan Bishop, salah satu pendiri label Sublime Frequencies, juga pernah merilis album field recording dari Bali berjudul Night Recordings from Bali.

Album seperti Kosua memang berisiko dipandang nyinyir sebagai upaya tak sadar eksploitasi budaya. Akan tetapi, menurut saya, Kosua tidak punya pretensi lebih dari sekedar album musik. Thompson, untungnya, juga tidak berniat menyajikan risalah antropologi setengah matang di sini. Saya ingin menambahkan betapa Kosua justru merupakan dokumentasi jujur tentang Suku Kosua, biarpun sifatnya tidak akademis.

Iklan
1543980725739-P1150344
1543980847213-P1100601

Sebagai sebuah album, Kosua amat efektif—selain menarik. Album dari genre ambient ini juga bersifat menenangkan pendengar. Tapi, jika kalian mau meluangkan waktu, album tersebut di beberapa momen dapat mengaktifkan pusat kenikmatan yang lain di otak dengan cara memberi saya pengetahuan tentang sebuah suku di Papua Nugini, mengingat informasi akademis seputar suku Kosua sangatlah langka—sekalipun tentunya album ini tentu tidak bisa dianggap sebagai sebuah jurnal penelitian.

Itulah agaknya sumbangan paling berharga dan terbesar dari Black Merlin untuk kita semua, para penikmat musik, agar ikut mencintai Papua.


Kalian bisa mendapatkan album Kosua dari label Island of the Gods di tautan berikut