FYI.

This story is over 5 years old.

tren

Ponsel Lipat Kembali Ngetren di Kalangan Pesohor dan Sosialita

Ponsel-ponsel 'clam shell' yang dulu populer banget dianggap tidak lebih bodoh daripada ponsel pintar.
Photo by Dimitrios Kambouris via Getty Images

Artikel ini pertama kali tayang di i-D.

Peristiwa yang banyak dibahas pekan lalu adalah peluncuran salah satu produk paling ditunggu tahun ini: iPhone 8-nya Apple. Begitu perilisan iPhone baru ini diumumkan Rabu lalu, berbagai artikel langsung muncul, mulai dari harganya yang luar biasa mahal, hingga hilangnya home button dan fungsi kunci menggunakan fitur pengenalan wajah yang agak bikin ngeri.

Duh, emangnya udah gak ada lagi ya ponsel yang simpel dan mudah digunakan?

Iklan

Ponsel lipat adalah jawabannya. Anna Wintour, editor majalah fashion ternama Vogue adalah pengguna setia ponsel lipat seharga $15 (setara Rp198 ribu) dan kerap terlihat membawanya ke acara bergengsi macam Wimbledon dan New York Fashion Week. Bahkan penyanyi dan ratu meme Rihanna pernah terlihat berbicara menggunakan ponsel lipat T-Mobile berwarna hitam. Bulan lalu, Amandla Stenberg mengumumkan bahwa dia mengganti smartphonenya dengan sebuah 'dumbphone'.

"Saya menyingkirkan iPhone saya, dan itu langkah yang penting dalam menjaga kesehatan mental," kata Amandla. "Sekarang saya memiliki sebuah ponsel lipat yang hanya saya gunakan untuk berbicara dengan orang dan mendengar suara asli mereka… Saya melihat banyak orang seumuran yang tidak bahagia atau merasa terpisah dari realita karena mereka sangat mengandalkan eksistensi mereka di Internet dan interaksi dengan orang-orang yang mereka tidak kenal. Ini menciptakan ekspektasi yang tidak nyata tentang seperti apa hidup kita seharusnya."

Apa mungkin ini semua semacam nostalgia semata? Tidak juga. Amandla baru berumur enam tahun ketika ponsel lipat Motorola Razr masih merajai pasaran. Banyak orang merasa lelah dengan smartphone. Tren tersebut mengajak kita memikirkan ulang pola konsumsi selama ini dengan media sosial. Tahun lalu Lena Dunham dan Jade Smith mengajak masyarakat mempertanyakan ulang hal ini: mungkinkah kita semua sudah 'terlalu terhubung pada koneksi internet dan kecanduan ponsel pintar'?

Iklan

Narasi bahwa adiksi terhadap smartphone bisa mempengaruhi kesehatan mental secara negatif juga bukan sekedar teori semata. Adalah sebuah laporan terbaru berjudul #StatusOfMind, dari Royal Society for Public Health di Inggris, yang menyimpulkan Instagram sebagai medsos paling membahayakan kesehatan mental. Setengah dari 1.500 peserta berumur 14 hingga 24 tahun yang diwawancarai, mengatakan Instagram dan Facebook memperparah gangguan kecemasan mereka. Sebanyak 70 persen responden mengatakan Instagram membuat mereka merasa minder tentang imej tubuh masing-masing. Tragisnya, 91 persen responden terus menggunakan smartphone untuk mengakses beragam aplikasi tersebut.

"Melihat teman yang pergi liburan terus atau bersenang-senang di malam hari bisa membuat generasi muda merasa mereka 'ketinggalan' dalam hidup," demikian kesimpulan para peneliti dalam penelitian #StatusofMind. "Perasaan-perasaan macam ini dapat menimbulkan sikap 'membanding-bandingkan' dalam generasi muda. Individu bisa melihat foto dan video yang sudah diatur, diedit atau diphotoshop gila-gilaan dan membandingkannya dengan kehidupan mereka yang membosankan."

Selena Gomez, salah satu orang dengan jumlah follower terbanyak di Instagram, aktif menyuarakan efek negatif media sosial terhadap kesehatan mental banyak orang. Tentu saja ponsel lipat tidak semata-mata menghentikanmu dari kebiasaan mengakses Facebook. Paling enggak bunyi-bunyi notifikasi yang menganggu tidak ada. Dan tentunya membuatmu tidak tidur bareng hape.

Iklan

Kebiasaan tidur bareng hape, menurut Millenial Generation Research Review, dilakukan 80 persen pengguna. Bagi novelis asal New York, Georgia Clark—yang menulis menggunakan laptop dan masih aktif di Twitter—menggunakan ponsel lipat merupakan cara untuk menciptakan batasan tanpa benar-benar menghilang dari dunia.

"Tentunya ada kekurangan," kata Georgia. "Saya tidak bisa mendapatkan group text, mengambil foto, dan kalau kamu mengirimkan saya picture message, saya akan mendapatkan simbol yang tidak akan hilang selama berhari-hari. Kalau ada yang telat ketika janjian, saya dipaksa duduk sendiri menghadapi pikiran di kepala. Inilah yang saya sukai."

Selai itu, imbuhnya, "semua orang otomatis langsung tertarik dengan ponselmu." Mudah sekali untuk memulai percakapan di situasi sosial karena banyak yang ingin bertanya-tanya.

Tentunya nostalgia memainkan sedikit peran juga di tren kebangkitan ponsel lipat. Tahun lalu, ketika Apple mengumumkan bahwa iPhone berikutnya tidak akan dilengkapi dengan jack headphone, netizen justru tertarik dengan kabar Motorola merilis kembali produk ikoniknya Razr V3. Tiba-tiba semua orang ingin menggunakan fitur sms seperti era 2005an lagi. Masih inget enaknya menekan tombol ponsel lipat? Tap-tap-tap. Ah enak banget rasanya di jari.

Lebih dari 3,5 juta orang menonton video viral yang menyebarkan rumor produksi ulang Motorola Razr. Sayangnya, ternyata itu hanya sebuah iklan yang mengingatkan kita bagaimana Motorola dulu mengubah lanskap dunia ponsel. Jangan terlalu sedih. Samsung baru saja mengumumkan perilisan Galaxy Folder 2 musim panas lalu. "Elo pasti bakal diledek terus kalau menggunakan ponsel lipat ini," tulis salah seorang netizen.

Beberapa politisi macam Chuck Schumer dan Bill de Blasio yang sengaja menggunakan ponsel lipat yang kuno untuk mempromosikan gagasan menolak kecanduan smartphone. Tapi di era dimana produk bootleg, analog, dan DIY merajalela, apa iya orang-orang muda masih mau peduli? Sekarang 2017 coy, simbol status udah bukan lagi ponsel Android atau iPhone yang kamu punya, tapi teman-teman yang mengucapkan selamat ulang tahun di dunia nyata, atau sesekali menanyakan kabar biarpun tidak berteman denganmu di Facebook. Teman yang sejati tidak akan pernah hilang.

"Di tengah kacaunya dunia saat ini, penting untuk mengingat betapa semua orang secara aktif berusaha menjaga kesehatan mental masing-masing agar kita dapat menciptakan perubahan," kata Amandla seputar alasannya menggunakan ponsel yang 'turun kelas'.