Pejabat Transportasi Malaysia Sebut Jakarta 'Terbelakang' Karena Izinkan Ojek Online

FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Pejabat Transportasi Malaysia Sebut Jakarta 'Terbelakang' Karena Izinkan Ojek Online

Ucapan Wakil Menteri Malaysia yang kontroversial dipicu munculnya aplikasi ojek Dego Ride. Bangkok juga kena sindiran.

Jika ada dua negara rutin berselisih karena hal-hal kecil, apa yang dibutuhkan agar situasi kembali memanas? Tentu saja ucapan kontroversial dari seorang pejabat. Contohnya komentar Wakil Menteri Transportasi Malaysia, Ab Aziz Kaprawi yang menyebut Jakarta dan Bangkok sebagai kota "terbelakang" karena mengizinkan beroperasinya layanan ojek online.

Pemerintah Malaysia kini sedang dipusingkan oleh munculnya aplikasi transportasi berbasis sepeda motor bernama Dego Ride. Pemesanan Dego Ride menggunakan layanan pesan Whatsapp. Kaprawi mengatakan aplikasi yang bisa digunakan di Kuala Lumpur itu akan segera dilarang beroperasi di seluruh wilayah Negeri Jiran. KL, sebutan lain Kuala Lumpur, diharapkan bisa meniru London atau Singapura yang mengutamakan bus dan kereta cepat bawah tanah. "Kami tidak ingin [KL] menjadi kota substandar seperti Jakarta dan Bangkok, yang mana sepeda motor malah diandalkan sebagai moda transportasi umum," ujarnya seperti dikutip the Malay Mail Online. "Kami tidak ingin Kuala Lumpur mundur jadi terbelakang."

Iklan

Komentar sang wakil menteri sejauh ini belum banyak direspon oleh netizen Indonesia. Biasanya ucapan seperti itu akan segera memancing pro dan kontra, mengingat Indonesia-Malaysia punya hubungan buruk dalam beberapa isu terkait kebudayaan.

Sejauh ini, reaksi netizen dari Tanah Air masih beragam. Sebagian menganggap Indonesia tidak perlu meniru respon Malaysia. "Indonesia bukan Malaysia. Biarkan saja negaranya mengatur seperti itu. Kita indonesia, mengatur negara dengan cara indonesia, budaya indonesia, kebiasaan indonesia," tulis akun Yulius Bhele di Facebook.

Sebagian lagi memahami alasan Malaysia ingin menyejajarkan diri dengan kota-kota besar dunia yang jalanannya tidak dipenuhi sepeda motor. "Motor dipakai untuk menjadi alat transportasi sangat tidak wajar. Saya setuju dengan Malaysia," tulis akun Hardy Kelana. "Negara lain di dunia sibuk mengubah wajak kotanya yang cantik dan modern…itu memang wajar di lakukan semua negara di dunia. Apakah itu juga dipikirkan pemerintah Indonesia?

Walau berstatus negara satu rumpun, Indonesia dan Malaysia beberapa kali bersengketa untuk hal-hal kecil. Mulai dari perang klaim kepemilikan batikrendangtari tor-tor, hingga lagu 'Rasa Sayange'. Isu remeh ini sampai memancing ketegangan diplomatik dan unjuk rasa di Indonesia. Dalam hal lain, hubungan Malaysia-Indonesia akan kembali renggang jika sudah menyangkut  penyiksaan dan perlakuan buruk dialami asisten rumah tangga atau tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Negeri Jiran.

Di mata penduduk Indonesia, Malaysia berulang kali mengklaim sepihak budaya asli dari Tanah Air. Semua sentimen ini tentu saja juga diwarnai kenangan era konfrontasi kedua negara yang terjadi di masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Di Jakarta dan Bangkok, layanan ojek online sedang digemari warga. Tahun lalu, di Indonesia pengguna GO-JEK tumbuh 12 persen dan Grab juga memperoleh lonjakan order hingga mencapai 300 persen. Sepeda motor lebih efektif menembus macet, dibandingkan naik bus kota ataupun taksi. Dalam pandangan Kaprawi, sepeda motor tidak aman bagi pengendara maupun penumpang. "Kami tidak pernah mengizinkan sepeda motor untuk menjalankan fungsi taksi online," ujarnya.

Dego Ride terinspirasi pada model bisnis GO-JEK dan Grab. Bisnis ojek online negeri jiran itu telah memiliki 6.000 mitra pengendara sejauh ini. "Kalau taksi online ini menggunakan mobil tidak apa-apa, tapi jika menggunakan sepeda motor maka risiko bahayanya tinggi," kata Kaprawi.

Pengendara Dego Ride mengabaikan larangan pemerintah Malaysia. Hingga awal pekan ini, layanan ojek online Malaysia itu masih beroperasi. Pemerintah Malaysia mengancam akan mempidanakan pengendara ojek yang ngotot menarik penumpang. Dendanya mencapai 10.000 Ringgit (setara Rp29,9 juta) atau penjara dua tahun.