FYI.

This story is over 5 years old.

VICE Exclusice

Siapakah Musisi Brilian di Balik Frank Butters?

Musisi anonim ini adalah salah satu pendatang baru terbaik dalam kancah elektronik UK. Dia merilis single khusus untuk VICE Indonesia.
Foto diunggah seizin musisi yang bersangkutan.

Frank Butters adalah sebuah misteri. Dia mengguncang kancah musik elektronik Inggris awal tahun ini dengan sebuah album ( Frank Butters Presents: Cult of Glamour) dan sebuah labelnya sendiri (Too Many Squares). Selain itu, apalagi yang kita ketahui soal dia?
OK, kita tahu bahwa dia kenal Man Power—seniman yang juga misterius yang merilis Cult of Glamour di labelnya Me Me Me dan menyebut Frank Butter sebagai salah satu musisi favoritnya baru-baru ini. Namun apakah yang dilakukan Frank Butters terbilang baru? Atau dia hanyalah moniker pseudonim milik salah satu musisi terkenal Inggris? Renaldo Gabriel dari VICE Indonesia ngobrol-ngobrol bersamanya untuk menelusuri kiprah musisi di balik proyek misterius ini.

Iklan

Di bagian bawah artikel ini, kalian bisa download "Body Burn" single Frank Butters dirilis eksklusif untuk VICE Indonesia.

VICE Indonesia: Nama Frank Butters kesannya muncul entah dari mana. Kamu siapa sih?
Frank Butters: Saya anak haram sopir truk dari Inggris yang takut banget jika suatu hari mesti tumbuh dewasa dan menghadapi realita. Kamu lagi sibuk ngapain, dalam urusan musik?
Sibuk nyari waktu buat bikin musik. Gimana sih proses kreatif kamu saat buat Cult of Glamour ?
Lelet banget. Proyek ini dimulai sejak lama dan sering terbengkalai karena satu dan lain hal. Waktu saya balik lagi ke file ini, diselesaikannya dalam waktu dekat sih. Tapi dari awal sampai akhir prosesnya panjang banget kayak Injil.
Kalau urusan produksi, ya basic banget sih. Linn drum dengan Juno 60 arpeggio dan sisanya pakai Prophet 5. Jelas, ada tambalan program sana sini, tapi enggak ada yang luar biasa. 'Seni' dan 'musik' adalah dua hal berbeda pada dunia komersil saat ini. Musik dance adalah salah satu genre yang paling pertama dikorbankan karena urusan dagang. Bagaimana ini semua mempengaruhimu sebagai seniman?
Seni adalah tentang ekspresi diri dan itu saja. Secara pribadi, menurut saya musik adalah representasi paling murni dari perjalanan kreatif. Perpaduan spoken word atau lagu dan suara buatan bisa memotret semangat kemanusiaan. Sayangnya, ini bukanlah pandangan umum tentang seni, jadi musik sebagai keseluruhan menjadi komoditas yang didevaluasi. Terutama jika dipadukan dengan keserakahan korporasi dan ketidakacuhan publik.

Iklan

Gimana akhirnya kamu bisa kerja bareng Man Power?
Hah, siapa tuh? Bagaimana pandangnmu soal keadaan industri musik independen saat ini? Ada masa depan enggak?
Ya, lumayan surem sih kalau kita nyari duit gede dari musik. Tapi sejujurnya, saya jarang mikirin soal itu. Jadi ya bikin aja karya dan bergembiralah. Kalau orang-orang demen, ya kita akan tahu. Kalau enggak, ya bodo amat. Lebih mudah dapat uang buat bikin musik daripada dari bikin musik.

Media sosial berperan besar dalam memberi eksposur pada musisi elektronik baru. Gimana kamu memandang diri sendiri dalam lingkungan ini?
Kesasar.

Haha. OK deh, sekarang kamu lagi suka apaan?
Saya enggak secara sadar terpengaruh dalam hal membuat musik. Saya enggak pernah punya rencana, misalnya, ketika memulai suatu proyek. Saya pasang alat dan coba-coba aja. Selera saya pas beli album musik adalah persoalan berbeda sama sekali. Saya terkesima sih dengan musik elektronik yang ada di luar sana saat ini. Ada banyak banget materi bagus, dan ini bikin kewalahan. Yang jelas sih, ada terlalu banyak seniman dan label rekaman buat disebut dalam satu paragraf

Rencanamu abis ini apa? Kamu kan musisi baru, itungannya.
Udah dua tahun saya enggak ada di studio. Sekarang saya dalam proses memadukan banyak hal jadi saya punya banyak waktu buat diri sendiri dan musik saya. Semoga tahun depan saya bisa menghasilkan sesuatu… Dengarkan "Make It Right" dari Frank Butters Presents: Cult of Glamour di bawah. Klik tautan ini untuk mengunduh 'Body Burn', single khusus Frank Butters yang dirilis eksklusif di VICE Indonesia.