WTF

Batu Ponari Jilid 2: Warga Lampung Kompak Minum Rendaman Meteorit 'Bertuah'

Muncul isu meteorit yang baru jatuh di Lampung merupakan obat mujarab obati sakit. Peneliti khawatir ada kandungan radioaktif yang bisa sebabkan kanker.
Warga Astomulyo Lampung Tengah berebut Minum Rendaman Meteorit 'Bertuah'
Momen saat meteorit jatuh [kiri] difoto oleh tengyart/via Unsplash; Ilustrasi batu meteor via libreshot

Kerumunan tidak bisa dihindarkan saat masyarakat Dusun 5, Astomulyo, Lampung Tengah, mengetahui ada meteorit jatuh menimpa dapur rumah salah satu warga bernama Munjilah, Kamis malam (28/1). Kepala dusun Edi Kurniawan menyebut warga ramai-ramai datang karena menganggap benda langit tersebut bertuah.

Fenomena Batu Ajaib Ponari lahir kembali: banyak tetangga mendatangi rumah Munjilah dengan membawa air untuk minta direndam meteorit. Mereka percaya air rendaman meteorit ampuh menyembuhkan penyakit. hih, siapa sih yang pertama bikin teori ini?

Iklan

“Ada warga yang bilang, batu itu direndam di akuarium, lalu air rendaman batu itu diambil. Katanya, berkhasiat obat,” kata Edi dilansir Kompas. Selain diminum, Edi menyebut ada juga warga membalurkan air rendaman batu ke tubuh. Ia mengatakan polisi sudah datang buat minta Munjilah menyimpan batu dari khalayak umum. “Polisi bilang supaya tidak ada keramaian karena masih Covid-19 supaya [batu] ditutup,” tambah Edi.

Kebenaran batu itu emang meteorit udah dikonfirmasi dikonfirmasi ahli. Dosen Program Sains Atmosfer dan Keplanetan Institut Teknologi Sumatera (Itera) sekaligus peneliti di Observatorium Astronomi Itera Lampung (OAIL) Robiatul Muztaba mengunjungi lokasi dan membawa sampel batu untuk diteliti di laboratorium. Saat ini, ia menunggu hasil penelitian apakah batu itu juga mengandung radioaktif, mengingat masyarakat berbondong-bondong meminum rendamannya.

“Kandungan radioaktif akan kami teliti agar jangan sampai ada penyalahgunaan, salah satunya dikonsumsi masyarakat. Desa Astomulyo ini sangat beruntung karena mengalami fenomena jatuhnya meteor,” kata Robiatul kepada Tempo. Untuk mengetahui kandungan radioaktif, pihaknya membutuhkan waktu satu minggu.

Iklan

Ia mengimbau warga tidak sembrono memperlakukan meteorit sebagai batu bertuah. “Jika mengandung radioaktif, bisa menyebabkan kanker. Warga percaya ada khasiat, padahal enggak ada. Kami mengedukasi warga tidak mengonsumsi air [rendaman meteorit] itu,” ujarnya disadur Kompas.

Kayaknya Bumi emang sedang memasuki musim jatuh meteor. Meski katanya giveaway dari Tuhan macam ini adalah kejadian langka (1 banding 1,6 juta), namun dalam kurun waktu setengah tahun Indonesia sudah kejatuhan meteorit dua kali. Pada Agustus 2020, perajin peti mati dari Sumatera Utara Josua Hutagalung mendadak disorot dunia internasional gara-gara rumahnya kejatuhan batu meteor. Batu langit seberat 2,2 kilogram menembus atap rumahnya dan menancap ke tanah dengan kedalaman 15 sentimeter. Mendengar kabar ini, warga Amerika Serikat bernama Jared Collins menghubungi Josua, sampai akhirnya mengunci transaksi jual-beli meteor seharga Rp200 juta.

Karena fenomena masyarakat berobat di Lampung mirip banget sama yang dialami Ponari satu dekade silam, pendapat Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jombang Pudji Umbaran kala itu semestinya masih relevan. Sembari menampik khasiat air rendaman, Pudji menjelaskan kepercayaan masyarakat ini hanyalah efek plasebo alias jadi sembuh karena psikologisnya percaya dia habis minum obat mujarab, padahal tidak.

“Efek plasebo ini juga bisa didapatkan oleh pasien dari dokter. Makanya mengapa ada dokter yang banyak didatangi pasien dan mengapa pula ada dokter yang sepi pasien. Ilmu kedokteran itu mencakup scientific dan art. Dokter yang bisa menggabungkan scientific dan art inilah yang bakal dikunjungi banyak pasien. Ada orang yang merasa sembuh sebelum meminum obat dari dokter karena sudah telanjur cocok pada dokter itu,” kata Pudji kepada Kompas, 2009 lalu.

Dari sudut pandang gejala sosial, sosiolog Universitas Darul Ulum Jombang Tadjoer Ridjal menjelaskan fenomena Ponari adalah gambaran masyarakat yang masih memegang teguh pemikiran tradisional. “Golongan masyarakat ini ingin menghidupkan kembali mitos lama yang telah punah.

Golongan ini penganut romantisme mistis. Yang datang ke tempat Ponari tidak hanya orang miskin, tetapi banyak kalangan masyarakat kaya dan berpendidikan, terutama mereka yang berasal dari luar Jawa. Biasanya fenomena itu akan berakhir kalau sudah ada unsur komersial,” kata Tadjoer.