Opini

Blunder Surat Stafsus 'Milenial' Membuktikan Risiko Rangkap Jabatan Itu Nyata

Surat Andi Taufan, stafsus Jokowi & CEO Amartha, kata Ombudsman maladministrasi. Netizen ikut menyorot Ruangguru di proyek kartu prakerja. Empat stafsus adalah CEO dan belum mundur dari posisinya.
Surat Stafsus Milenial Andi Taufan CEO Amartha Viral, Minta Dukungan Camat Dicabut dan Minta Maaf
Foto pengenalan staf khusus presiden dari kalangan milenial dari arsip humas istana negara/setkab.go.id

Andi Taufan Garuda Putra adalah pendiri sekaligus CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha). Perusahaan rintisan (startup) yang dia masih pimpin itu menjalankan proyek pendanaan mikro bersama Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Selain itu Andi Taufan adalah staf khusus presiden bidang UMKM.

Tidak butuh bagi seseorang kuliah di Harvard dulu untuk menghubungkan premis-premis tersebut ketika menyimak surat resmi yang ditantangani Andi, lalu menangkap kesan risiko pelanggaran etika dan penyalahgunaan kekuasaan, yang sering disebut sebagai konflik kepentingan.

Iklan

Surat dengan kop Sekretaris Kabinet Republik Indonesia dari Andi, meminta para camat seluruh Indonesia bekerja sama dengan tim lapangan Amartha. Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat seputar Pandemi Corona. Foto tangkapan layar surat itu, yang mulai beredar di medsos sejak Senin (13/4) malam, memicu polemik dan sempat menjadi pemuncak trending topic di Twitter.

Andi dianggap netizen bertindak serampangan karena ada tumpang tindih status di sana, mengingat Amartha yang dia sebut dalam surat adalah perusahaannya sendiri. Selain itu, dia menerabas tahapan wajar dalam birokrasi, yang mana idealnya surat semacam ini dikirim Kementerian Desa Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ke kepala daerah, bukan langsung dari stafsus.

Dari surat itu, tujuan program yang hendak dilakukan Andi ada dua. Pertama, mengedukasi masyarakat desa tentang apa itu virus corona. Kedua, mendata kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) Puskesmas desa dan memenuhi kekurangannya lewat jalur donasi. Dua tujuan ini lah yang kemudian dibebankan kepada Amartha, perusahaan pinjaman online dengan target pasar orang-orang desa.

Netizen makin berprasangka buruk tentang ini semua. Sebab, Kementerian desa sempat mengklaim kalau punya relawan di 20.708 desa di 34 provinsi Indonesia. Kenapa enggak pakai itu aja?

Diteken 1 April, surat tersebut baru tersebar ke media dua hari belakangan. Selain perkara aji mumpung, surat tersebut juga dinilai melanggar kaidah birokrasi. Surat semacam ini tidak seharusnya langsung ditujukan ke camat. Ombudsman secara tegas menyebutnya maladministrasi dan harus dikenai sanksi oleh Presiden Joko Widodo.

Iklan

"Setkab adalah lembaga negara dan stafsus [presiden] bukan pejabat berwenang menggunakan kop surat [setkab]," kata Alvin Lie, anggota Ombudsman, saat dikonfirmasi Kumparan. "Harus ada tindakan tegas terhadap stafsus yang menyalahgunakan kewenangannya, melampaui kewenangannya, melakukan tindakan maladministrasi."

Tekanan berbagai pihak membuat Andi memutuskan mencabut kembali surat tersebut dan memberikan klarifikasi, lewat keterangan tertulis yang diterima VICE, Selasa (14/4) pagi waktu setempat.

"Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," tulisnya. Andi mengatakan kritikan publik akan jadi pelajaran penting bagi dirinya sebagai anak muda yang ingin berkontribusi untuk negeri sembari tetap mengikuti kaidah aturan birokrasi.

Mengenai perusahaannya sendiri yang ditunjuk jadi pelaksana sosialisasi publik, Andi menjelaskan bahwa program edukasi dan pendataan APD ini adalah inisiasi Kementerian Desa-PDT dalam menanggulangi corona di desa.

Dia berpikir karena punya sumber tenaga yang cukup dalam wadah Amartha, ia bisa mendukung program pemerintah bergerak lebih cepat mengatasi Covid-19. Andi pun mengira karena tidak dilatari niat mencari untung, maka surat resminya yang menyebut-nyebut Amartha tidak menyalahi aturan. "Dukungan [Amartha] itu diberikan tanpa menggunakan APBN," imbuhnya.

Andi bukan stafsus pertama yang disorot karena menyelipkan perusahaan yang masih dia pimpin dalam program pemerintah. Pada 20 Maret lalu, Ruangguru diumumkan pemerintah sebagai mitra resmi program Kartu Prakerja.

Iklan

Skill Academy, platform pelatihan daring dan luring milik Ruangguru, digunakan sebagai wadah pengembangan kompetensi kerja di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. Program ini akan menjangkau 5,6 juta orang, dengan anggaran diperkirakan Rp5,6 triliun.

Pendiri Ruangguru? Adamas Belva Syah Devara, stafsus milenial Presiden Jokowi lainnya yang sempat bikin heboh karena kalimat motivasi "menyalakan lilin" dalam poster resmi BNPB soal edukasi Corona.

Netizen lagi-lagi menganggap hal ini tidak etis, sekalipun ide itu hasil dari penunjukkan langsung inisiatif pemerintah, mengingat Belva masih berstatus CEO di Ruangguru.

Selain Andi dan Belva, dua CEO lain dari tim stafsus milenial adalah Putri Tanjung yang menjabat CEO dan Founder Creativepreneur, sementara Angkie Yudistia merupakan pendiri Thisable Enterprise. Para stafsus Presiden Jokowi itu diberi kelonggaran tetap mempertahankan posisi di perusahaan masing-masing, dengan asumsi mereka tidak setiap hari mendampingi presiden. "Tidak mesti full time [mendampingi]. Beliau-beliau ini sudah memiliki kegiatan, memiliki pekerjaan," kata Jokowi saat memperkenalkan tujuh stafsusnya, tahun lalu, di Istana Negara.

Namun pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, saat diwawancarai Katadata sudah memperingatkan pemerintah bahwa secara etika politik di negara demokrasi, semua stafsus yang punya perusahaan harus mundur dari posisi CEO, sekalipun bisa tetap menjadi founder. Sebab risiko konflik kepentingan senantiasa membayangi rangkap jabatan.

"Mereka harus siap mengundurkan diri apabila terbukti ada satu perbuatan yang dianggap masuk dalam wilayah conflict of interest," kata Yunarto.

Kasus Andi dan suratnya yang memicu polemik, membuktikan kekhawatiran itu beralasan. Persoalan ini menyangkut kaidah tata negara dan akuntabilitas status pengusaha yang masuk dalam birokrasi. Jelas tidak bisa selesai hanya dengan minta maaf. Apalagi, jika mereka masih menjabat sebagai CEO perusahaan yang bisa mendapatkan keuntungan dari kedekatan dengan pemerintah.