Pelecehan Driver Ojol

Pelecehan Seksual Kerap Menimpa Driver Ojol Lelaki, Tapi Mereka Malu Melaporkannya

Sejumlah kasus menunjukkan sopir ojol sangat rentan dilecehkan, termasuk pengakuan Ahmad di Tangerang yang viral karena menolak rayuan pelanggan. Aplikasi perlu lebih melindungi mitra mereka.
Pelecehan Seksual Kerap Menimpa Driver Ojol Lelaki, Tapi Mereka Malu Melaporkannya
Pengemudi ojek online menanti penumpang di depan stasiun Jakarta Timur. Foto oleh GOH CHAI HIN/AFP

Tren media sosial belakangan menunjukkan ojol rentan jadi sasaran kekerasan, seperti prank hingga pelecehan seksual. Data memperkuat fenomena itu.

Deputi Kepala Bagian Public Affairs Grab Indonesia Tirza Reinata Munusamy mengatakan kepada VICE, 50 persen pengaduan pelecehan seksual yang diterima Grab Indonesia pada semester kedua 2019 berasal dari mitra pengemudi.

Ahmad adalah salah satu sopir ojek online yang pernah mengalami pelecehan seksual. Dua pekan lalu kisahnya vira setelah ia diwawancarai akun YouTube Cerita Ojol. Pria asal Brebes yang tinggal di Ciledug, Tangerang, ini mendaku pernah diajak berhubungan badan oleh seorang pelanggan perempuan pemesan jasa GO-Send.

Iklan

Bagi yang belum mengikuti, ringkasan isi video di atas seperti ini: Suatu hari pengemudi ojol Ahmad menerima pesanan pengiriman barang dari Kemanggisan, Jakarta Barat. Sesampainya di lokasi, pemesan meminta Ahmad untuk datang ke depan kamarnya di lantai tiga.

Di depan kamar, perempuan yang hendak mengirimkan barang via Go-Send itu meminta Ahmad masuk. Bingung, Ahmad menolak sopan meski sang perempuan menggoda dengan bilang, "Enggak apa-apa, sepi kok."

Ahmad yang kukuh menolak akhirnya diserahi paket kiriman berupa tas untuk dikirim. Setelah memastikan isi dan alamat tujuan, ia berbalik badan dan bergegas menuruni tangga. Belum menyerah, perempuan tersebut memanggilnya kembali dan lagi-lagi memintanya masuk kamar. Ahmad yang semakin merasa tidak nyaman akhirnya berhasil membuat perempuan tersebut menerima keputusan bahwa rayuannya enggak laku.

Puncaknya, kejadian itu harus diakhiri dengan kiriman pesan singkat paling porno dalam sejarah chat aplikasi Gojek dari sang perempuan kepada Ahmad: "Yah ditolak, padahal udah sange."

Kisah Ahmad ini mau tidak mau membawa ingatan saya pada akun Twitter paling bikin kita berkeringat kalau membukanya di tempat umum, Siskaeee e-nya tiga.

Ekshibisionis yang menjual konten vulgarnya di platform konten berbayar Patreon itu mempunyai kebiasaan menyambut sopir-sopir ojol mengantar barang ke kosannya pakai handuk saja, atau pakaian yang sangat terbuka. Pada beberapa unggahan, ia dengan sengaja menempelkan dadanya kepada sopir ojol yang sedang mengemudikan motor.

Iklan

Tanpa adanya mutual consent, apa yang rutin dilakukan Siskaeee bisa termasuk dalam ranah pelecehan seksual. Lebih berbahayanya, konten yang ditampilkan akun ini memperlihatkan seolah-olah semua laki-laki yang “dikerjain” sudah pasti merasa beruntung, memberikan kesan bahwa perempuan bebas berlaku seksual apa saja karena menganggap semua laki-laki senang digituin.

Rupanya kisah Ahmad sampai di timeline Siskaeee dan resposnya… ya gitu deh.

Rupanya perkara risiko pelecehan ini, banyak ojol mengalaminya. Sindu, sopir Gojek asal Purbalingga yang biasa narik di Purwokerto, Jawa Tengah, salah satu yang pernah mengalaminya langsung. Sindu beralih menjadi pengojek sejak Maret 2018 dan menjadikannya pekerjaan utama. Kepada VICE, dia mengaku beberapa kali mendapatkan pelecehan seksual berupa ajakan berhubungan badan, baik dari pelanggan perempuan maupun laki-laki.

"Kadang ada yang sampai ngajak mampir di kafe kalau enggak hotel. Mungkin karena kelewat asyik ngobrol. Untuk pastinya saya lupa [berapa kali], tapi yang jelas lebih dari dua kali," ujarnya.

Sindu tidak pernah melaporkan kejadian tersebut ke perusahaan aplikasi ojol mitranya, karena segan dan malu. "Paling saya share di grup WA sesama driver. Biar jadi perhatian driver yang lain." Sindu ingat, bahwa sejumlah sopir ojol di grup yang sama pernah mengalami pelecehan serupa.

Berbeda dengan Sindu yang kerap mendapatkan pelecehan verbal, pengemudi lain bernama Bowi justru lebih sering mendapatkan pelecehan fisik. Dia juga enggan melaporkannya ke jalur resmi ke perusahaan aplikasi ojol. "Kalau digodain [verbal] belum pernah. Tapi, ada yang suka megang-megang. Pernah tuh saya bonceng terus tangannya megang paha saya. Langsung saya marahin, 'Jangan macem-macem lu, gue suruh turun di sini lu, kalau mau laporin gue [ke perusahaan] laporin aja!’" tutur Bowi kepada VICE dengan emosional.

Iklan

VICE menghubungi Deputi Kepala Bagian Public Affairs Grab Indonesia Tirza Reinata Munusamy, untuk mengetahui sejauh mana kepedulian perusahaan aplikasi ojol soal nasib pengemudinya yang rentan pelecehan. Apakah mereka sudah punya mekanisme yang jelas terkait pelaporan kasus?

"Grab menindak tegas segala bentuk pelanggaran, termasuk kekerasan seksual dan pelecehan seksual yang merupakan masalah kita bersama sebagai masyarakat," kata Tirza. "Sejak 2018, kami meningkatkan komitmen di bidang keamanan dan keselamatan dengan Kebijakan & Kode Etik Perusahaan yang tegas serta SOP penanganan pengaduan yang disusun berdasarkan masukan tim ahli yang direkomendasikan Komite Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)."

Untuk menangani kasus pelecehan yang dialami pengemudi, menurut Tirza, Grab membentuk tim Customer Experience yang dilatih Yayasan Pulih agar bisa memberi respons tepat pada laporan kekerasan seksual. Grab juga mengadakan pelatihan di berbagai kota bersama Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan (FPL).

"Kami juga selalu bekerja sama erat dengan pihak berwajib untuk dugaan kekerasan seksual yang diproses ke jalur hukum. Grab pun mendukung pemulihan korban dengan merujuk korban ke lembaga pengada layanan di bawah jejaring FPL di 32 provinsi guna mendapatkan konseling psikososial, maupun memberikan dukungan pendampingan hukum kepada korban jika diperlukan. Semua dukungan resolusi ini diberikan Grab tanpa biaya," tutup Tirza.

Di Amerika Serikat, Uber merilis laporan bahwa sepanjang 2018, tiga ribu pengemudinya melapor telah menerima serangan seksual dari penumpang walau metodologi penghitungannya dipertanyakan.

Data dan kisah yang beredar memperjelas bahwa bukan cuma penumpang, pengemudi pun berisiko menjadi korban tindakan kriminal mulai dari penipuan, perampokan, hingga pembunuhan.