Perlindungan Satwa

Taplak Meja Bamsoet Diduga Kulit Harimau Asli, Muncul Petisi Agar Ketua MPR Ditindak

Kementerian LHK diminta publik turun tangan. Bambang Soesatyo berdalih kulit tersebut imitasi. Pada 2017, Bamsoet dan pejabat lain sempat kepergok memelihara satwa dilindungi.
Petisi menuntut bambang soesatyo ketua mpr diperiksa klhk karena taplak mejanya diduga kulit harimau
Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menerima tamu dari kampus Unsyiah. Foto dari arsip kunjungan FISIP Unsyiah, via akun ftryshanie

Ratusan orang menandatangani petisi agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menindak Ketua MPR Bambang Soesatyo. Petisi ini muncul usai beredar foto meja dengan taplak kulit harimau di ruang kerja Bamsoet. Taplak itu diduga kulit dan kepala harimau sumatera asli yang diawetkan, mengingat Bamsoet punya reputasi gemar mengoleksi awetan satwa dilindungi.

Iklan

Foto itu diketahui diambil saat Bamsoet dikunjungi Ikatan Alumni FISIP Universitas Syiah Kuala Aceh, pada 6 Februari 2023. Pembuat petisi, Fendra Tryshanie, menyoroti ironi kunjungan tersebut. Aceh merupakan wilayah yang termasuk habitat alami harimau sumatera. Namun, satwa ini hampir punah, di alam tersisa sekitar 600 ekor, karena gencar diburu pedagang pasar gelap untuk diambil bagian tubuhnya. 

Menanggapi tudingan ini, Bamsoet berdalih kulit dan kepala harimau tersebut adalah imitasi. “[Taplak kulit harimau itu] terbuat dari dari busa dan resin pahatan tangan, resin, wol, dan bulu imitasi, kulit kambing, kulit sapi, dan dilukis dengan tangan agar terlihat senyata mungkin," Bamsoet mengatakan kepada Kumparan.

Fendra menyorot akun Instagram FISIP Universitas Syiah Kuala sempat mengaku diberi tahu bahwa kulit tersebut asli, berasal dari hibah kebun binatang. Belakangan akun tersebut mengklaim salah info.

Berhubung infonya jadi simpang siur, emang paling masuk akal tuntutan petisi tadi agar Kementerian LHK turun tangan. Patut diingat, menyimpan satwa dilindungi, baik masih hidup maupun sudah mati, dilarang UU 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistem Pasal 21 ayat 2. Ancaman hukumannya menurut Pasal 40 adalah penjara maksimal 5 tahun ditambah denda 100 juta.

Iklan

Bamsoet sudah lama dikenal punya berbagai awetan satwa. Ia sendiri maupun tamu yang berkunjung kerap berbagi foto ruang kerja Bamsoet yang didekorasi dengan sepasang gading dan sepasang patung singa. Saat seleb Andre Taulany membuat vlog dengan Bamsoet, juga diperlihatkan offset (patung awetan) harimau di ruang depan rumah politisi Golkar itu.

"Ini ada izinnya, ini dari kebun binatang, mati, terus dihibahkan ke saya," kata Bamsoet dalam vlog yang tayang 2020 silam. 

Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia (KPHI) menyayangkan perilaku mengoleksi kulit satwa liar ini, terutama yang terancam punah. Menyimpan kulit harimau tak sejalan dengan upaya konservasi.

“Kami menilai sikap yang dicitrakan pada foto ini tidak pantas dilakukan pejabat tinggi negara, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai konservasi lingkungan serta nilai-nilai sikap pejabat negara,” tulis KPHI di Instagram.

Greenpeace Indonesia menyorot “izin” yang mungkin dimiliki Bamsoet. Pasalnya UU Konservasi hanya mengizinkan kepemilikan satwa dilindungi hanya untuk penelitian, ilmu pengetahuan, dan penyelamatan.

“Kira-kira kalau kelakuan pejabat seperti ini bakal ditindak secara hukum gak ya?” tulis Greenpeace sambil membagikan berita tahun 2013 tentang dua tentara yang divonis penjara karena menyimpan offset harimau sumatera dan beruang madu.

Kalau menurut kejadian yang sudah-sudah, mustahil pejabat negara dihukum karena masalah ini. Contohnya 2016 silam, Mendagri Tjahjo Kumolo (kini sudah almarhum) ketahuan menyimpan 5 offset harimau dan 2 offset beruang madu. Setelah kepemilikan ini viral, Tjahjo tak diproses pidana. Masalah selesai ketika ia menghibahkan koleksi itu pada BKSDA. 

Lalu pada 2017, publik pernah mengecam sejumlah pejabat negara yang ketahuan memiliki satwa dilindungi. Investigasi majalah Tempo mengungkap Zulkifli Hasan (saat itu ketua MPR, kini mendag), Fadli Zon, Bamsoet, bahkan Menteri LHK Siti Nurbaya memiliki burung-burung dilindungi di rumah dan vila mereka. Semua kediaman tersebut terletak di Bogor.

Pengecekan Tempo mendapati kepemilikan satwa ini bermasalah secara izin maupun yang dokumennya tak jelas. Tetap tak ada tindakan hukum usai liputan tersebut terbit.